55 - Terobos

236 57 36
                                    

.

.

"Harus ketemu. Aku tidak perduli. Cari sampai ketemu."

.

.

***

Jasad Johan tenggelam di dasar sungai. Sebuah batu besar diikatkan di atas perut Johan dengan sengaja, agar mayat Johan tidak mengambang di permukaan sungai dan ditemukan penduduk.

Mata Johan masih terbuka sayu. Tak ada kehidupan pada tatapannya. Di atas sungai, langit berkelip taburan bintang, namun Johan tak bisa melihatnya. Seandainya pun ia masih hidup, yang bisa terlihat olehnya adalah air sungai yang agak keruh, dan sesekali sampah plastik melintas. Kebiasaan buruk warga yang mungkin menganggap seluruh alam semesta yang berada di luar propertinya, adalah tempat sampah raksasa.

Menguap sudah semua memori-memori semasa hidup Johan. Beterbangan ke langit seperti gelembung sabun. Salah satu dari gelembung itu, adalah sepenggalan percakapannya dulu sekali dengan Yoga Pratama.

.

.

"Tuan, Pak Johan sudah datang," kata Bastian setelah mengetuk pintu kerja Yoga.

"Ya. Suruh dia masuk, Bastian," sahut Yoga sebelum menutup jendela file dokumen di layar komputernya.

Pintu terbuka. Bastian mempersilakan tamu tuannya untuk masuk, lalu ia menutup pintu itu kembali.

"Apa kabar, Johan?" sapa Yoga berdiri dari kursinya dan membentangkan tangan.

Disangka hanya akan berjabatan tangan, tapi Johan terkejut saat klien istimewanya itu memeluknya. Hanya sekian detik, tapi rasanya menyenangkan. Seperti rangkulan sahabat yang lama tak bertemu.

"Baik, Bos. Kamu kelihatannya sehat," komentar Johan setelah mengamati kliennya dari atas ke bawah.

"Alhamdulillah. Yah, sebenarnya baru-baru ini aku mengalami serangan hipertensi yang lumayan -- tapi alhamdulillah sekarang sudah enakan. Duduklah, Johan," Yoga mempersilakan tamunya duduk, selagi ia kembali ke kursinya.

Mereka duduk berhadapan. Yoga mengembuskan napas sebelum memulai inti dari pertemuan mereka. Johan menandai sikap itu sebagai pertanda bahwa yang akan disampaikan Yoga adalah sesuatu yang amat penting, sehingga dia harus bertemu Yoga empat mata, dan percakapan ini jelas bukan sesuatu yang bisa diucapkan melalui ponsel. Ada tugas penyelidikan yang baru kah? tebak Johan.

"Sebelumnya, Johan. Apa hapemu tidak sedang disadap sekarang?" tanya Yoga dengan raut penasaran.

Johan mendelik. Sampai sebegitu rahasianya kah isi pertemuan ini? Sampai-sampai Yoga harus bertanya begitu? batin Johan terheran-heran.

"Tidak. Hapeku tidak sedang disadap atau semacamnya," jawab Johan. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya, mematikan ponsel itu dan meletakkannya di meja.

"Sudah kumatikan," kata Johan.

"Terima kasih. Ini tidak akan lama. Aku janji," kata Yoga tersenyum.

"Lama juga tidak apa-apa."

Yoga tersenyum lagi mendengar celetukan Johan.

"Aku akan membayarmu per jamnya selama di sini," kata Yoga lagi.

"Tidak dibayar juga tidak apa-apa."

Yoga mengerlingkan bola mata. Johan nyengir. Paham kalau Yoga sudah bilang dia akan bayar, maka dia akan bayar tak perduli walau ditolak sekalipun.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang