XLI. Abrielle

1.9K 150 1
                                    

Setelah bertarung melawan Triton, Abrielle sepertinya bakal butuh tidur yang sangat lama untuk menghilangkan rasa lelahnya. Walaupun dapat bantuan dari Leo pun, Abrielle merasa seperti sudah diinjak - injak beribu - ribu drakon. Annabeth terkulai lemas di dasar laut. Nektar, ambrosia, dan perbekalan mereka habis dirampas oleh para centorean tersebut. Annabeth sudah tidak bernapas. Rasa sesak memenuhi dada Abrielle. Walaupun Abrielle tidak mati, dia sudah gagal. Dia tidak menjaga Annabeth dengan baik. Dia mengecewakan semua orang. Dia kecewa dengan dirinya sendiri. Bagaimana orang - orang masih memandangnya pemimpin padahal dia takut sekali? Dia hanyalah pecundang. Dia tidak berhak disebut sebagai pemimpin. Dia gemetar hebat.

"Ab? Kau tak apa?" tanya Leo dengan lembut.

Abrielle mengangguk. Dia tidak mau bicara, kalau Ia bicara, bisa pecah suaranya. Ia masih berada di wilayah musuh. Tidak boleh menunjukkan kelemahan sedikit pun di depan musuh. Tidak boleh. Setelah hidup bertahun - tahun di Yunani, menghalau segala monster, raksasa, Titan, Ia tahu, bahwa hidup itu kejam, hidup demigod tidak pernah damai. Memburu atau diburu.

"Mungkin kau bisa mencoba charmspeak? Piper pernah mencobanya dengan Jason, kau tahu? Jason hampir mati karena melihat wujud sejati Hera."

"Bagaimana caranya?" tanya Abrielle gemetar.

"Kata Piper, Ia membayangkan bahwa suaranya kedengaran sampai Dunia Bawah."

"Baiklah akan kucoba. Annabeth!" Dia mengerahkan seluruh kekuatannya sampai - sampai Leo mengangguk sambil menggumamkan Annabeth berulang - ulang kali.

Tidak ada jawaban

"Annabeth!"

Masih tidak ada

Saking terlalu berusaha keras, telinga Abrielle berdengung.

"Annabeth!!!"

Annabeth tersentak. Matanya membelalak terbuka, napasnya tersengal - sengal seperti habis lari marathon. Darah yang tadi mengucur hilang entah kemana.

"Apa-"

"Annabeth!" teriak Leo dan Abrielle secara serempak.

"Apa? Kenapa? Tadi ada Triton? Mana dia?" tanya Annabeth kebingungan.

Semuanya masih letih. Walaupun luka - luka dan memar - memar nya hilang, rasa sakitnya masih ada. Kepala Abrielle pening sekali serasa mau pecah. Leo juga tidak lebih baik. Annabeth tak usah ditanyakan. Kalung matahari dari Apollo masih menggantung di lehernya. Cincin Ares sudah raib, tidak tahu kemana perginya.

Apollo, tolong bantu aku.

Tak ada jawaban. Mungkin Apollo masih dihukum oleh Zeus. Misinya belum usai. Dia bahkan tidak tahu bagaimana keadaan Percy sekarang. Apakah dia berhasil atau tidak. Dia tidak tahu misi ini akan berakhir seperti apa. Dia bingung. Dia takut. Sangat takut. Cincin Ares hilang. Yang tersisa hanya kalung Apollo. Dan yang lebih bagusnya, Apolli tidak menjawab doanya. Atau mungkin Apollo marah padanya karena membalas ciuman Leo di kapal. Ya ampun, rasanya sudah lama sekali sejak aku melihat kapal Poseidon, pikirnya sambil menggeleng - gelengkan kepala, padahal baru kemarin.

Tiba - tiba tanah bergetar. Oh tidak.

"Apa itu?" tanya Leo.

Tidak ada yang menjawab. Tapi sebenarnya Abrielle tahu. Itu Oceanus. Itulah pertarungannya. Bagaimana Abrielle bisa menang melawan Titan, Abrielle tidak tahu. Abrielle sudah terlalu letih, bahkan untuk memikirkan cara untuk mengalahkan Oceanus. Bagaimana ini? Dia harus minta bantuan siapa?

"Ab? Kau tahu ya itu apa? Buruk ya?" tanya Annabeth lesu.

Abrielle hanya mengangguk. Ia tidak berani menatap teman - temannya. Ini semua salah Abrielle. Kata Hera, Ia memiliki semacam kekuatan seorang dewi atau apalah. Bah, omong kosong. Dia bahkan tidak sanggup berdiri lagi. Kelihatannya, Oceanus semakin dekat. Abrielle harus menyiapakan diri untuk bertarung lagi.

"Itu Oceanus. Lebih baik kalian bersembunyi." ucap Abrielle.

"Tapi-" sela Leo.

"Tidak apa. Aku akan baik - baik saja." jawab Abrielle lemah.

"Kau yakin?" tanya Annabeth.

"Kalau kalian salah menyerang, bisa - bisa kalian akan kehilangan lapisan udara tipis yang melindungi kalian dan kemampuan bernafas. Lagipula, aku tidak mau kalian menjadi genangan lemak demigod. Sana! Sembunyi di balik padang ganggang." ucap Abrielle.

"Lalu apa yang akan kami lakukan di balik ganggang - ganggang tersebut? Menunggu kau dihajar oleh si Titan laut itu? Enak saja!" kata Leo yang diikuti anggukan Annabeth.

Abrielle memeluk mereka berdua. Leo dan Annabeth bersedia bertarung disampingnya walaupun kesempatan menang hanyalah sebesar bola mata semut. Tapi tidak. Abrielle tidak akan membiarkan teman - temannya berkorban demi dirinya. Abrielle tidak boleh egois.

"Baiklah. Kalau aku beri aba - aba serang, kalian serang ya?" Abrielle bohong. Dia tidak akan pernah memberi aba - aba kepada mereka. Tapi mereka mengangguk, lalu pergi ke balik ganggang.

Tinggal Abrielle sendiri. Sendiri. Selalu. Bukan situasi baru bagi Abrielle.

"Wah wah... Abrielle Hiddleston! Suatu kejutan!"

Battle Of The SeaWhere stories live. Discover now