XXXVI. Annabeth

1.9K 159 0
                                    

Leo pergi sudah sekitar 2 jam dan belum kembali juga. Annabeth bisa mati karena bosan disini. Annabeth tidak tahu apa yang terjadi di luar sana. Apa yang terjadi pada Leo maupun Abrielle. Annabeth kemudian berdiri dan menggedor - gedor jeruji yang mengurungnya. Dia tidak pernah merasa setidak berdaya ini, yah pernah sih sekali saat pisaunya hilang di Tartarus. Saat ini pun, pisaunya gading, hadiah dari seorang teman raksasa, Damasen, anti Ares yang sudah mengorbankan nyawanya agar Annabeth dan Percy bisa keluar dari Tartarus.

Percy. Dada Annabeth sesak memikirkan Percy, apa yang terjadi padanya. Percy ada di belahan dunia lain. Sedangkan Annabeth hanya berleha - leha disini tanpa kerjaan. Indera internal Annabeth meraung gila - gilaan. Indera nya mengatakan bahwa dia harus secepatnya keluar dari sini. Ada yang tidak beres disini. Apalagi rasa kekhawatiran Annabeth sudah mencapai puncaknya.

Saat itulah terjadi teriakkan yang memekakkan telinga. Seorang perempuan berteriak kesakitan. Berteriak dengan kelirihan dan keputusasaan atas kesakitan yang mendalam. Annabeth menutup telinganya. Dia tidak sanggup mendengar teriakan tersebut. Lalu jeruji tiba - tiba terbuka.

Loh? Serius nih? pikir Annabeth.

Tanpa pikir panjang, Annabeth menerjang keluar. Sesampainya Annabeth di bukaan, dia mengagumi apa yang ada di hadapannya. Dia tahu selama ini dia berada di bawah laut, tapi yang ini berbeda. Laut disekitarnya berwarna biru kehijau - hijauan, dengan berkas - berkas sinar matahari menembus masuk dari atas. Pasir putih di dasar laut terbentang tak terhingga. Di depan Annabeth ada hiu putih yang bahkan tidak menyerang Annabeth sama sekali.

Annabeth tidak membawa senjata sama sekali, tetapi Ia tetap berjalan atau mengambang atau apalah namanya.

Syuttt

Ada sebuah anak panah mendesing di samping telinga Annabeth, yang ditembakkan oleh seseorang di belakangnya. Ia menoleh ke belakang. Ia melihat sesosok pria dengan baju tempur lengkap, dengan busur yang disandangkan di bahunya dan pedang di pinggangnya. Sayangnya, Annabeth mengenali wajah orang itu. Dia adalah pewaris tunggal takhta Poseidon. Yap. Orang itu adalah Triton.

"Triton?" tanya Annabeth.

Triton tersenyum. Senyum nya aneh. Senyum nya keji.

"Kau lihat teman - teman ku?" tanya Annabeth lagi.

"Ya. Lewat sini." ajak Triton. Sebenarnya Annabeth tidak yakin dia harus mengikuti Triton. Tapi yah Triton pasti baik kan? Dia kan putra Poseidon. Sama seperti Percy. Tidak ada salahnya kan? Mungkin Poseidon mengirim putranya untuk membantu Abrielle. Jadi Annabeth mengikuti dalam diam di belakang Triton. Insting Annabeth mengatakan dia harus lari.

Ada yang salah dengan Triton.

Tapi Annabeth mengabaikan instingnya dan tetap mengikuti Triton. Jika Triton tiba - tiba menyerang Triton, maka Annabeth tidak akan bisa berbuat apa - apa. Pertama, karena dia tidak memegang senjata. Kedua, yah dia tidak perlu menjadi putri Athena untuk menyadari bahwa melawan keturunan dewa laut di kedalaman laut yang beratus - ratus meter tidaklah bijaksana.

"Kemana kau akan membawa ku?" tanya Annabeth penasaran.

Triton hanya menoleh ke belakang dan tersenyum.

Lari.

Kau harus lari.

Lari selagi kau bisa.

Pikiran Annabeth terus meneriakkan perintah itu. Tapi Annabeth tidak bisa menemukan apa yang salah dengan Triton. Tanpa sadar Triton sudah berhenti selagi Annabeth terlarut dalam pikirannya sendiri. Ia menubruk punggung Triton tanpa sengaja.

"Eh sorry..." gumam Annabeth.

"Tidak apa. Kau tadi mencari teman mu kan? Siapa namanya? Um Leo Valdez dan adik ku tercinta, Abrielle Hiddleston?"

Annabeth mengangguk.

"Bawa mereka keluar!" teriak Triton.

"Apa maksu-" Lalu Annabeth tersentak. Ia melihat Abrielle dalam keadaan lemas tak berdaya di dalam kurungan dan Leo dirantai di kaki kurungan dengan wajah menghadap tanah, juga dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" geram Annabeth.

"Anggap saja, aku ini mendorong mereka sampai ambang batas ketakutan mereka." jawab Triton santai.

Annabeth ingin sekali menyerang. Tetapi Ia tidak mempunyai apa - apa. Ia hanya memelototi Triton tanpa daya. Annabeth takut. Ia takut sekali. Tapi apa boleh buat? Ia akhirnya menyerang Triton.

3 meter.

2 meter.

1 meter.

Dan tepat saat itulah, air mulai mengisi paru - paru Annabeth dan Ia bisa merasakan semua pembuluh darah di tubuhnya pecah karena tekanan air laut.

Battle Of The SeaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon