XLVI. Abrielle

2.2K 132 2
                                    

Tidak ada apa - apa disini.

Putih dimana - mana. Sepertinya koridor putih ini atau apalah namanya tidak mempunyai ujung. Sinar dari jauh koridor sangat membutakan. Begini ya rasanya meninggal? Abrielle tidak merasakan sakit sama sekali, dia hanya merasa ringan seperti melayang - layang yang mungkin tandanya dia benar - benar mati. Tapi, kalau dia mati, bukankah dia seharusnya lupa akan semuanya? Teman - temannya? Misi yang dia jalani? Yang dulu dia jalani, sebelum jadi roh disini, kakaknya Percy Jackson, Jake, Sierra, Leo dan Annabeth, Poseidon dan yang lainnya. Legiun dan Perkemahan Blasteran. Mungkin beginilah, hukuman atas kegagalannya, dia mati tapi akan terus mengingat kegagalan yang dia buat sehingga membahayakan Leo dan Annabeth. Abrielle berjalan ke depan, itulah satu - satunya jalan yang dia bisa tuju. Saat dia mencoba berjalan ke belakang, seperti ada tali bungee yang menariknya ke depan.

Dia mendengarkan tapak kakinya sendiri, sebab tidak ada yang berbunyi selain tapak kakinya, bahkan bernafas pun tidak. Jantungnya juga tidak berdetak. Dulu, Abrielle selalu penasaran, di tangan siapa kah dia akan mati? Akankah dia mati dimakan usia setelah hidup bahagia bersama suaminya kelak? Ataukah meninggal pada usia muda belia? Yah terjawab semuanya sekarang. Dia puas sudah mendapatkan jawaban yang ia nantikan selama ini, tapi dia tidak mengira akan secepat ini. Segitu jahatnya kah ketiga Moirae kepadanya? Mungkin suatu saat, jika ketiga Moirae mendatanginya di Dunia Bawah, dia akan menampar wajah jelek ketiga nenek tua yang tukang merajut nasib demigod dengan jarum.

Abrielle melihat sekelebat bayangan hitam di pilar - pilar kejauhan yang berada di samping kanannya. Spontan, Abrielle langsung meraih pulpen yang ada di kantong celana jeans nya, tapi Abrielle lupa, dia tidak memakai jeans, melainkan sebuah chiton Yunani, yang dikaitkan dengan pin keemasan di pundak kanannya.Sebuah tali emas melinggar di pinggangnya, rok chiton tersebut berbelah di sebelah kanan sehingga menampakkan kaki Abrielle yang mulus (aneh, karena setelah melewati banyak pertempuran, seharusnya kaki Abrielle lecet - lecet). Dia kembali menengok ke arah pilar - pilar tersebut. Dia yakin ada seseorang disana, Abrielle bisa mendengar napas orang itu. Kalau Abrielle harus bertarung dengan tangan kosong? Peduli amat. Ayo sini kalau berani.

Sosok bayangan itu mulai keluar dari pilar dan memadat menjadi sesosok manusia yang berpakaian serba hitam, mengenakan cincin tengkorang di jari tengahnya. Wajahnya tirus, dia kelihatan sehat, tapi pucat sekali, dia mengamati Abrielle dengan seksama.

"Kau berbeda." ucap lelaki itu.

"Apanya yang berbeda?" jawab Abrielle kasar, mungkin bukan maksudnya begitu tapi Abrielle harus menggertak.

"Demigod yang meninggal mengenakan pakaian yang dipakainya tepat sebelum dia meninggal, tidak ada yang memakai chiton Yunani, jika kau bukan-"

"Bukan apa?" sergah Abrielle.

"Apa kau seorang Dewi Minor?"

"Hah? Bukan - bukan! Aku putri Poseidon! Abrielle Hiddleston!"

Setelah mendengar kata Poseidon, wajah bocah lelaki itu menjadi pucat dan tegang. Tetapi lelaki itu cepat pulih dari keterkejutannya.

"Kau bukan demigod fana biasa." ucap lelaki itu dengan hati - hati.

"Hah? Tunggu dulu sebentar. Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Aku bukan seorang dewi, itu sangat jelas-"

"Tidak. Itu tidak terlalu jelas. Kau memang mirip seorang dewi." kata lelaki itu.

"Oke- tapi aku tidak mengerti. Dimana aku sekarang? Apakah aku sudah mati? Dan yang terakhir siapa kau?"

"Kau di lorong suci menuju istana Hades, Ayahku. Kau sudah mati, jika tidak, kau tak akan berada disini, tapi lorong ini khusus untuk makhluk kekal, seperti seorang dewi, dan aku Putra Hades, Duta Pluto, Nico di Angelo."

Battle Of The SeaWhere stories live. Discover now