XXIV. Abrielle

2.1K 169 0
                                    

Abrielle sedang duduk – duduk didalam ruang kemudi sambil berusaha menerka – nerka apa fungsi silinder Hephaestus yang diberikan kepadanya. SIlinder itu terbuat dari perunggu langit, yang memiliki rangkaian kawat yang rumit di tengah – tengah silinder. Di sisi luar silinder tersebut terdapat beberapa aksara Yunani kuno, yang dapat Abrielle mengerti sebagian.

Dia ingin membangunkan Leo, tetapi sepertinya cowok Hephaestus itu butuh istirahat. Dia kelihatan capek sekali. Di bawah matanya terdapat lingkaran hitam.

“Mungkin sebaiknya aku tunggu Leo saja.”

Tiba – tiba kapal berguncang hebat dan didepan kapal berdirilah raksasa tunggu, tinggi raksasa hanya sekitar 6 meter, yang satu ini jelas lebih tinggi dari 6 meter. Tangan – tangannya mencuat dari pinggir tubuhnya seperti ular kaki seribu, yah mungkin yang ini Raksasa Tangan Seribu yang keluar dari air. Dan siapa itu di kepalanya? Seorang pria yang melambai – lambai kepadanya.

Abrielle segera keluar menuju geladak kapal.

“Siapa kau? Berani – beraninya menggangu kapalku! Minggir sana!” teriak Abrielle.

“Hey Dik! Jangan galak seperti itu dong. Ini aku, Antaios dan yah bisa dibilang yang aku tunggangi ini saudara tiri sekaligus kendaraan ku, Hekatonkheire. Salam kenal!”

Lalu si Hekatonkheire menurunkan si Antaios tepat diatas geladak kapal.

“Hey Dik, apa kabarmu?” tanya Antaios.

“Kau. Putra Gaea dan Poseidon. Sedang apa kau disini? Menghalangi saja. Minggir sana.” bentak Abrielle.

“Woaah Dik, jika kau mau aku pergi dari sini, kau harus mengalahkan ku dulu.”

“Baiklah jika memang itu mau mu.”

Abrielle mengeluarkan trisulanya dan mulai menyerang. Dia berlari ke arah Antaios. Sebelum Antaios mampu menyabetkan pedang perunggunya, Abrielle melesat di antara kakinya lalu menusuk punggung Antaios. Ichor mengucur dari luka yang disebabkan Abrielle dan buih – buih air asin menguap menutup luka Antaios.

“Apa-“

“Kau tidak bisa mengalahkanku Dik. Tidak di darat, tidak di laut.” Dia tersenyum dengan licik.

“Pasti ada cara untuk mengalahkan mu. Pasti.”

“Silahkan mencoba Dik.”

Abrielle mengangkat trisulanya dan menyerang lagi. Dia menyabet kedepan dan memutar badannya, menyabetkan trisulanya ke arah Antaios yang langsung ditangkis olehnya. Abrielle memukulkan ujung gagang trisulanya di punggung Antaios dan menekan trisula miliknya di leher Antaios.

“Rasakan kau dasar-“

Antaios berubah menjadi genangan air asin dan muncul di ujung geladak kapal dan melemparkan pedangnya ke arah Abrielle. Abrielle mengangkat tangan untuk melindungi tubuhnya dari hujaman pedang Antaios. Ichor menetes dari tangan Abrielle. Rasa nyeri menjalar di tubuh Abrielle.

“Wah wah Dik, ternyata kau punya ichor juga.”

Abrielle meringis. Dia tidak boleh kelihatan lemah, tidak di depan Antaios. Dia berdiri dan tersenyum.

“Usaha yang bagus Kak. Mari kita mulai lagi.”

Abrielle mencabut pedang dari tangannya sambil berusaha tidak meringis. Lalu dia teringat dengan cincin Ares. Bodohnya dia, seharusnya daritadi dia mengeluarkan cincin itu.

“Ares!”

Cincin itu berubah dengan suara yang lumayan keras dan menjadi perisai emas yang sangat berkilau.

“Wah wah Dik, dapat bantuan ya? Tidak masalah, toh kau tidak akan sanggup membunuhku.”

Giliran Antaios yang menyerang. Dia berlari ke arah Abrielle dan berputar menyamping memukulkan gagang pedang ke kepala Abrielle yang ditangkis dengan tameng Ares. Kecepatan Antaios tidak bisa diremehkan. Antaios menendang dada Abrielle sebelum dia sempat mengangkat tamengnya.

Abrielle jatuh tersungkur. Dadanya sakit sekali. Napasnya pendek – pendek, terdapat bintik – bintik hitam di matanya, dia melihat Annabeth lari ke geladak sambil membawa pedang dari perkemahan dan semuanya menjadi gelap.

Battle Of The SeaWhere stories live. Discover now