XXXIII. Leo

2.1K 174 1
                                    

Leo terbangun dalam sebuah penjara. Ia terbangun di sebelah Annabeth. Kepala Leo pusing sekali. Leo melihat Annabeth yang masih pingsan. Leo tahu dia berada di dalam air, tetapi dia bisa bernafas dengan normal. Tunggu. Ada yang hilang.

Abrielle.

Dimana dia? Leo tidak bisa berpikir jernih. Dia tidak punya pilihan lain selain membangunkan Annabeth.

"Annabeth!" suara Leo terasa seperti terkurung dan teredam. Dia bisa mendengar suaranya tapi serasa jauh sekali. Ia mengguncang - guncang tubuh Annabeth.

"Annabeth!!" teriak Leo sedikit lebih kencang daripada sebelumnya sambil masih mengguncang - guncangkan tubuh Annabeth.

Annabeth mulai bergerak dan mengerjap - ngerjapkan matanya. Dia lalu bangun dan duduk di hadapan Leo. Wajah Annabeth terlihat lelah sekali. Leo yakin wajahnya juga terlihat seperti itu. Annabeth terlihat bingung.

"Dimana kita?" tanya Annabeth.

"Itu yang mau aku tanyakan padamu." jawab Leo.

Dalam beberapa menit tidak ada yang bicara. Hanya debur ombak diatas mereka yang bergemuruh. Leo dan Annabeth sepertinya masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Kesunyian itu membuat Leo frustasi. Sebagai penderita GPPH, Leo tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Leo merogoh sabuk perkakasnya dan menyadari bahwa sabuknya tidak ada.

"Dimana sabuk perkakas ku?" tanya Leo memecah keheningan.

"Diam." jawab Annabeth sambil menatap ke luar kurungan.

Leo menoleh keluar kurungan. Leo hampir saja tertawa melihat makhluk yang mendatangi kurungan Leo. Makhluk itu seperti kuda laut yang yah seukuran manusia dewasa dengan hidung seperti pinokio. Mata kuda laut pinokio itu bersinar biru lalu hijau lalu biru. Rambutnya afro hijau dan memakai sarung tangan untuk memasak. Buntutnya lebih aneh lagi. Alih - alih buntut melingkar, Leo melihat surai kuda.

Tetapi keadaan tidak menjadi lucu setelah air di sebelah kanan kuda laut pinokio mewujud menjadi tombak runcing. Sekali ini Leo tidak tertawa.

Kuda laut itu membuka pintu kurungan.

"Dimana di antara kalian yang adalah keturunan Hephaestus?" tanya si kuda laut pinokio dengan suara yang serak dan dalam. Leo tidak mengira suara si kuda laut akan seperti itu. Leo mengira suaranya akan melengking dan riang.

"Hmm untuk apa kau menanyakan hal itu?" tanya Annabeth tiba - tiba.

"Bukan urusanmu. Sekarang jawab pertanyaanku atau ku tombak kalian." jawab si kuda laut dengan tegas.

Leo maju dengan perlahan tapi dihentikan oleh Annabeth.

"Leo apa yang kau lakukan?" tanya Annabeth

"Sudahlah tidak apa Annabeth. Mereka mungkin hanya ingin menginterogasi ku. Tidak apa."

Annabeth kemudian melepaskan genggamannya dan membiarkan Leo mengikuti kuda laut pinokio.

Setelah berenang agak berapa lama, Leo mulai kelelahan. Dia mulai melayang atau apalah namanya melambat.

"Cepat!" sergah si kuda laut pinokio sambil menekan punggung Leo dengan ujung tombak.

"Sabar dong bung... Aku kan capek." jawab Leo. Leo berusaha terdengar santai tetapi dia takut setengah mati. Apalagi ditambah dengan sakit kepala Leo.

"Kau tidak pantas bicara denganku demigod lemah." jawab si kuda laut.

"Memang. Aku kan keturunan dewa sedangkan kau kuda laut pinokio." gumam Leo pelan.

"Apa katamu?" tanya si kuda laut.

"Apa? Aku tidak mengatakan apa - apa."

Lalu mereka mulai berjalan lagi sampai di bubungan yang cukup tinggi. Disitu ada singgasana yang besar sekali. Singgasana itu indah berwarna biru kehijauan dengan permata menghiasi pinggirannya, cangkang abalon jumbo sebagai sandarannya. Singgasan itu kosong. Tetapi ada sesuatu di kaki singgasana yang bergerak. Sesuatu itu dirantai dengan rantai emas berkilauan. Leo tidak bisa melihat apa itu karena jaraknya masih terlalu jauh.

Lalu air mulai bergetar. Leo bertanya - tanya ada apa ini. Apakah ini gempa bawah laut atau apa. Lalu dia mendengar raungan dari kejauhan dan saat itulah makhluk itu datang.

Leo sudah pernah melihatnya bahkan melawannya. Dia adalah drakon bau amis yang menyerang Leo dan teman - temannya. Tetapi ada yang menunggangi drakon itu seperti kuda.

Makhluk yang menungganginya memancarkan kekuatan kuno. Rupanya seperti manusia biasa jika Leo mengabaikan tingginya yang hampir 6 meter. Wajahnya berjanggut, rambutnya gondrong. Matanya sebiru laut. Janggut dan rambutnya sewarna biji kopi. Ia hanya memakai tunik Yunani kuno berwanrna putih dan di lengan dan kakinya memakai gelang emas berkilauan yang dihiasi permata.

"Siapa tuh?" ucap Leo sebelum bahkan Leo menyadari apa yang diucapkannya.

Si kuda laut menoleh ke arah Leo sambil mengerutkan alisnya seolah - olah Leo menderita kusta.

"Serius kau tidak tahu?" tanya kuda laut.

Leo mengangguk.

"Yah itu tuanku. Oceanus." jawab kuda laut ringan.

Waduh gawat.

Si kuda laut mulai bergerak menuju singgasana lagi. Leo mengikuti. Setelah agak dekat Leo baru menyadari apa yang terikat di kaki singgasana itu. Itu adalah manusia.

Ralat.

Itu adalah Abrielle. Abrielle terkulai lemas. Wajahnya babak belur dan berdarah disana - sini. Tangan dan kakinya terantai dengan erat. Dia tidak tahu apakah Abrielle masih hidup atau tidak. Tapi Leo tidak peduli. Dia merasakan amarah menggelegak di dalam tubuhnya. Wajahnya merah padam. Leo mulai terbakar. Yah dia mulai terbakar. Pakaiannya berasap. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa terbakar di dalam air tapi begitulah yang terjadi.

Si kuda laut memalingkan tubuh ke arah Leo dan berteriak. "Demi cangkak abalon apa yang kau lakukan?" ucap kuda laut sambil menatap Leo ketakutan.

"Antarkan aku ke arah singgasana itu. Kalau tidak, aku bersumpah demi Sungai Styx, api adalah hal terakhir yang akan kau lihat." geram Leo sambil menggertakan giginya rapat - rapat.

Leo berenang sambil masih dalam keadaan membara. Leo sudah tidak peduli lagi. Yang dia pedulikan hanya Abrielle. Setelah sampai di kaki singgasan itu. Leo menghampiri Abrielle dan api di tubuhnya kontan memadam. Dia melihat wajah Abrielle yang pucat. Dia menyentuh tangan Abrielle ya ampun dingin sekali dan kaku.

Leo melihat rantai yang menahan tangan dan kaki Abrielle. Dia mendatangkan api yang sangat panas hingga Leo bisa melihat tangannya memerah. Dia menempelkan tangannya ke rantai itu.

Putus dong.

Ayolah.

Bekerjasama lah dengan ku.

Setelah beberapa detik menegangkan rantai itu putus. Leo terkulai lemas. Ada titik - titik hitam menari - nari di depan matanya. Dia tidak pernah mencoba mendatangkan api seintens itu yah setidaknya sekali dalam perjalannya dengan Jason dan Piper dalam misi Gaea kemarin ketika melawan Ma Gasket (ceritanya panjang).

Rona mulai kembali ke wajah Abrielle. Leo mengabaikan rasa lemasnya. Dia merangkak ke arah Abrielle.

"Ab?" panggil Leo sambil memegang tangan Abrielle. Tangannya masih kaku tetapi sudah tidak sedingin pertama kali Leo menyentuhnya.

Abrielle mulai bergerak tetapi dia belum membuka matanya. Tetapi dia menggumamkan sesuatu yang Leo tangkap dengan jelas.

"Pergi Leo... Pergi..."

Battle Of The SeaWhere stories live. Discover now