30

15.9K 1.4K 52
                                    

Aku baru menemukan cast untuk Audrey Aston, semoga kalian suka ^-^ tapi kalo gag suka, gag apa hehe...

Silahkan nikmati saja ceritanya dan abaikan mulmednya.

***

Audrey memilin gaunnya dengan gelisah. Tugas Audrey memang sudah selesai untuk menyiapkan makan malam, tapi tuan Willis belum membicarakan soal tempat tinggal Audrey. Dimana Audrey akan tinggal dan dengan siapa, bukan karna itu penting tapi karena Audrey ingin segera keluar dari rumah ini untuk menghindari bertemu kembali dengan Lexus.

Melihat Lexus kini membuatnya gemetaran, karena Lexus kini berubah dari Lexus Cruz yang menyenangkan dan lucu menjadi pemarah jika melihatnya. Sejujurnya Audrey juga tidak mau membuat orang lain jijik padanya karena bekas luka cambuknya, Audrey juga tidak suka dan tidak pernah mau melihatnya dicermin. Bekas luka itu selain membuatnya mual juga sanggup membangkitkan rasa sakit dan takutnya. Tapi, apa Lexus tahu itu? Apa Lexus peduli? Jawabannya adalah tidak. Lexus hanya peduli pada kecantikan dan kesempurnaan. Orang seperti Audrey hanya barang rusak bagi Lexus.

"Audrey," panggil seseorang dari arah pintu lengkung dapur membuat Audrey terlonjak dan segera berdiri dari duduknya karena terkejut sebelum menangkap kaleng gula yang hampir terguling dari meja karena kaki Audrey membentur meja.

Audrey memaksakan senyumnya saat melihat tuan Willis menatapnya dengan kening berkerut, "kenapa kau masih disini?" Tanyanya membuat Audrey ikut mengerutkan keningnya.

"Anda ... Anda belum memberitahuku dimana aku bisa tidur malam ini," jawab Audrey tergagap.

"Bukan, maksudku adalah kenapa kau masih didapur dan tidak menyusul kami keruang makan?" Tanya Willis meluruskan maksud pertanyaannya.

Audrey mengerjap, mengusap tangannya pada gaunnya sebelum mengendik, "aku ... aku bisa makan didapur, aku sungguh tidak apa-apa."

"Tidak, kau tidak bisa. Kau tau, dimeja makan itu ada dua wanita paling cerewet yang akan langsung memprotesku jika aku kembali ke meja makan, dan memberitahu mereka bahwa kau memilih untuk makan didapur, atau mungkin saja keponakanku yang malang akan mendapatkan masalah karena mereka mengira bahwa kau tidak mau makan bersama kami karena ada Lexus," pancing Willis membuat Audrey menggeleng cepat.

"Oh tidak, bukan seperti itu. Aku ... aku sama sekali tidak merasa terganggu dengan keberadaan Lexus, hanya saja aku pikir mungkin Lexus lah yang akan merasa terganggu jika aku berada disekitarnya."

Willis bersedekap dan mengerutkan keningnya bingung, "kenapa?" Lalu melihat Audrey dari atas hingga bawah, "kau cantik. Bahkan kau menyenangkan untuk dilihat," simpul Willis yang seketika membuat Audrey tertawa keras dan hampir histeris.

"Anda tidak mengerti. Anda tidak akan mengatakan itu jika Anda melihat apa yang Lexus lihat pada diriku," ucap Audrey bersedih sebelum kembali tersenyum dan mengendik pasrah.

Willis mendesah dan beranjak untuk duduk dikursi samping kursi Audrey untuk menepuk kursi disampingnya, memerintahkan Audrey untuk duduk. Willis memutar-mutar kaleng gula diatas meja itu perlahan dan berpaling menatap Audrey untuk tersenyum saat melihat kegelisahan dimata coklat besar Audrey.

"Aku terlahir didalam keluarga yang seluruh anggotanya sangat mencintaiku. Ayah, ibu, serta pekerja peternakan kami di Irlandia, yang sangat loyal pada kami. Setelah ibuku mati karena sakit saat aku berusia tujuh tahun, ayahku juga mati dalam suatu kecelakaan di peternakan dua tahun kemudian. Aku tidak tahu sama sekali soal peternakan dan pekerjaku bahkan puluhan tahun lebih tua dari usiaku, tapi aku punya Joseph dan Hellen yang membantuku walaupun pada akhirnya peternakanku bangkrut dan aku pindah kemari untuk bekerja di peternakan milik Dante. Aku tidak pernah benar-benar kehilangan orang-orang yang mencintaiku dengan adanya Joseph dan Hellen disampingku, sehingga aku merasa sangat marah dan ingin membunuh seseorang saat suatu malam ditengah hujan, Dante pulang ke peternakannya membawa seorang anak kecil yang babak belur," kata Willis dengan menyugar rambutnya dan mendesah, "kau pasti tahu siapa dia."

Audrey menatap mata Willis sebelum menelan ludahnya, "Lexus." tebak Audrey dengan mata berkaca-kaca.

Willis mengangguk dan kembali menatap kaleng gula didepan mereka, "bahkan saat itu aku masih tidak percaya bahwa ada seorang ayah yang tega menyakiti seorang anak kecil dengan begitu tidak berperasaan. Beberapa tulang rusuknya patah dan mengalami memar parah pada wajahnya, serta luka cambuk didadanya. Aku sempat berpikir bahwa anak kecil itu tidak akan selamat karena kondisinya yang semakin menurun dari hari ke hari, tapi ternyata anak itu lebih keras kepala dari Edwardku. Anak itu bertahan mati-matian dan tidak ingin menyerah, walaupun beberapa kali tumbang tapi dia akan dengan cepat kembali sadar untuk memperlihatkan pada kami bahwa didalam mata biru cerahnya, dia masih ingin hidup. Dia masih ingin menikmati kebebasannya."

Audrey menggigit bibirnya hingga terasa sakit saat air mata meleleh di pipinya. Audrey pernah mengalami saat-saat seperti itu, saat-saat dimana Audrey ingin menang dari semua rasa sakitnya dan tidak ingin menyerah. Audrey bahkan bertekat tidak akan pernah membiarkan ayahnya menikmati saat-saat memukulinya. Audrey tidak pernah bersalah dan ayahnya tidak berhak menyalahkannya atas apapun yang bukan salahnya.

Willis mengusap pipi Audrey untuk menghapus jejak air mata Audrey sebelum merangkulnya dengan sayang, "aku memang tidak merasakan apa yang pernah kau rasakan, Audrey, tapi Lexus pernah."

Audrey mendongak untuk bertemu pandang dengan Willis dan menggeleng bingung, "apa maksud Anda?"

Willis tersenyum dan mengusap lengan Audrey pelan, "kau akan tahu jawabannya. Kau pernah menang saat keadaan memaksamu untuk bertahan, 'kan?" Tanya Willis dan mendapat anggukan dari Audrey, "kalau begitu, bertahanlah dan jadilah pemenang untuk kali ini," pinta Willis penuh teka-teki sebelum tertawa saat wajah Audrey semaki menunjukkan kebingungan yang kentara.

Willis berdiri dari duduknya dan menarik lengan Audrey pelan untuk mengajaknya bergabung di meja makan walaupun Lexus terlihat sama sekali tidak berniat menghiraukan Audrey yang sesekali mencuri pandang kearah pemuda itu.

Lexus menuang air putih kedalam gelasnya sebelum terbatuk saat paman Willisnya mengatakan, "malam ini Audrey akan tidur dikamar Lexus," dan mendapat sumpah serapah dari Lexus, lalu ditanggapi oleh omelan dari Cecillia soal sopan santun dimeja makan, juga pembelaan dari Letticia yang terlihat sangat terganggu dengan adanya Audrey disana.

Audrey menggeleng pelan menangggapi perintah dari Willis, "aku bisa tidur digudang, Tuan Cruz. Aku sungguh tidak apa-apa."

"Ya, dia pasti tidak apa-apa tidur disana. Lexus masih sakit, jadi kenapa Lexus yang harus mengalah untuk tidur digudang?" Dengus Letticia memincing pada Audrey yang bergerak-gerak gelisah.

Lexus meletakkan gelasnya dan berdehem, "tidak masalah, Letty. Ini hanya soal sopan santun, seorang laki-laki harus mengalah pada wanita," jelas Lexus membuat Letticia hampir memprotes kembali, sebelum Lexus mengacak rambut adiknya itu, "terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Mungil."

"Kau mulai lagi," kesal Letticia dan semua orang tertawa. Teralihkan untuk sementara, walaupun Lexus yakin pamannya itu bukan sedang memperhatikan soal sopan santun saat meminta Lexus menyerahkan kamarnya pada Audrey.

Ya, Well ... itu hanya kamar Lexus, santailah sendikit karena mereka bukan sedang memaksamu untuk menikahi gadis itu.

the GAME of FATE (Paxton seri 2)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin