Trente

37.5K 3.4K 75
                                    

Ashley's POV

Aku mengerjapkan mataku, merasa silau dengan cahaya matahari yang masuk melalui cela jendela. Ini rumah Pierre, bukan? Jadi, apa semuanya bukan mimpi? Jadi, itu kenyataan.. Uhh.. Astaga, aku menahan air mataku yang akan menetes, tubuhku benar-benar sakit, bahkan kurasa tulang punggungku retak.

Samar-samar aku mendengar pembicaraan seseorang dibelakang pintu.

"Apa kalian yakin? Bagaimana jika Ashley tidak bisa menerima kita?"

"Dia pasti akan mengerti,"

Bunyi knop pintu itu menyadarkanku, terlihatlah ketiga sahabatku yang tersenyum kearahku.

Aku hanya diam dan tak berniat membalas senyuman dari ketiga sahabatku. Jujur, aku masih tertekan dengan kejadian kemarin..

"Ashley, kamu sudah sadar? Apa ada yang sakit?" tanya Carren duduk disamping ranjang.

Aku sama sekali tidak bergeming, hanya diam menahan tangisku yang akan pecah.

"Ashley, kamu harus makan, perutmu belum terisi selama empat hari ini," ujar Pierre berjalan menghampiriku.

Mereka menatapku, aku segera memalingkan wajahku, "Mengapa kalian membiarkan aku hidup? Lebih baik aku mati saja.." tangisku pecah seketika, bahuku bahkan bergetar dengan hebat.

Carren mengelus bahuku, "Ashley, jangan berbicara seperti itu," ujarnya. Kulihat matanya yang sudah berlinangan dengan air mata, "Apa kamu tega meninggalkan kami yang begitu menyayangimu?" Carren berbicara dengan suara yang bergetar.

Aku menggeleng pelan, kepalaku serasa ingin pecah, "Aku tak mengerti.. Mengapa hidupku bisa serumit ini," ujarku terisak.

"Jangan berkata seperti itu, kami akan selalu membantumu," ujar Albert mengelus pucak kepalaku.

Aku memeluk tubuh Albert erat, aku benar-benar menyayangi semua sahabatku itu, mereka yang selalu ada disaat aku kesusahan, mereka bagai malaikat pelindung yang Tuhan berikan untukku.

"Kamu harus makan," ujar Pierre, lalu menyuapiku dengan bubur hangat.

Hatiku menghangat melihat mereka yang begitu mengkhawatirkanku, aku sungguh sangat beruntung memiliki mereka.

Author's POV

"Aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kamu memberikanku tugas dan kamu juga yang menghancurkannya.." Dominique menatap Abellano kesal.

Abellano tersenyum kecil, "Hei, adik kecil. Ayolah, aku tau selama ini kamu hanya membuang-buang waktumu untuk vampire itu," sindir Abellano, "Dengan terpaksa aku harus turun tangan, karena aku takut rencana yang sudah kususun, hancur begitu saja," ujar Abellano menepuk pundak Dominique.

"Merebut hatinya tak semudah yang kamu kira," ujar Dominique melepas kacamata tebalnya dan melemparnya kesembarang arah, lalu membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Abellano mengangguk mengiyakan, "Tapi, dia merebut hatiku dengan mudah dan dapat dikira," gumam Abellano.

Dominique terlonjak, tubuhnya sontak terbangun, "Apa kamu bilang?" tanyanya langsung.

Abellano mengendikkan bahunya acuh, "Aku tidak biasa mengulang ucapanku.." Abellano melesat pergi, meninggalkan Dominique yang mendengus kesal.

"Ayah! Ayah! Ayah!"

Abellano tersenyum tipis, lalu mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Lea, putri kesayangannya.

"Ada apa, Nak?" tanya Abellano lembut.

"Ini foto siapa? Apa ini foto Ibu?" tanya Lea sambil menunjukkan sebuah foto yang terpasang di wallpaper ponsel Abellano.

"Ayah sedang berusaha, Lea.." ujar Abellano, membuat kening Lea berkerut.

"Maksud Ayah apa?" tanya Lea bingung.

Abellano menggekeng tersadar, "Ahh.. Tidak-tidak, maksud Ayah, Ayah sedang berusaha menjadikan dia Ibumu, apa Lea menyukainya?" tanya Abellano.

Lea mengangguk dengan antusias, "Lea menyukainya! Dia benar-benar cantik seperti Lea!" ujar Lea dengan mata yang berbinar-binar, "Boleh Lea tau, siapa namanya?" tanya Lea.

Abellano mencubit pipi Lea gemas, "Rahasia.. Lea tidak boleh tau," ujar Abellano, membuat Lea mengembungkan pipinya kesal, "Lebih baik kamu bermain di taman bersama Allsha dan Fabrice," ujar Abellano.

Lea mengangguk menurut, "Baiklah, Ayah!" Lea melesat pergi.

Abellano tertunduk, melihat sebuah kalung yang jatuh, lelaki itu memungutnya dan membuka kalung berbentuk hati itu. Didalamnya adalah foto Abellano dan istrinya, Irene. Abellano memberikan kalung itu kepada Lea, dengan syarat Lea tidak boleh membukanya sebelum Abellano membolehkannya, dan untungnya Lea menuruti permintaan Ayahnya.

Setetes air mata tumpah dari mata Abellano, lelaki itu mengelus foto bahagianya bersama Irene, "Maafkan aku.. Aku membagi hatiku yang dulunya hanya kuberikan padamu seutuhnya.." Abellano menutup kalung berbentuk hati itu.

Disisi lain.

"Sean, minumlah.."

"Sudahlah, Mom. Sudah kubilang aku tidak mau," ujar Sean datar.

"Mommy, biar Blaire saja..," ujar Blaire yang sudah berdiri didepan pintu yang terbuka.

Jasmine mengusap air matanya yang sedikit mengalir, wanita itu mengangguk dan pergi meninggalkan kedua anaknya.

Blaire tersenyum kecil dan menghampiri kakaknya, "Sean, ada ada denganmu?" Blaire duduk disamping ranjang Sean, "Apa kamu mulai menyesali perbuatanmu, hm?" tanya Blaire.

Sean membuang mukanya, lalu mendecih, "Tak pernah sekalipun aku menyesalinya!" ujar Sean.

"Lalu, apa yang membuatmu terus mengurung diri didalam kamar?" tanya Blaire.

"Aku hanya sedang tak napsu untuk berburu," balas Sean.

Blaire menyodorkan secangkir cairan kental berwarna merah, "Kamu tak perlu berburu, Sean.. Mommy yang sudah menyiapkannya dan kamu tinggal meminumnya saja," ujar Blaire.

"Aku tidak mau." Sean mendorong cangkir yang dipegang oleh Blaire, sampai membuat cangkir itu terlempar jauh dan pecah mengenai dinding.

"Sean, apa yang kamu lakukan?" Blaire terlihat kesal melihat ulah kakaknya.

"Pergilah, jangan menggangguku." Sean membalikkan tubuhnya membelakangi Blaire.

Blaire menahan bahu Sean dan membalikkan tubuh tegap kakaknya itu, "Dengar! Aku sudah kesal dengan kelakuanmu empat hari ini yang terus mogok untuk minum! Kamu tau, kamu persis seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan? Kamu benar-benar membuatku muak dengan kelakuanmu!" Blaire menatap tajam Sean dengan mata merahnya.

"Kamu muak? Baguslah, jadi kamu tak perlu bersusah payah mengurusiku," balas Sean datar.

"Ck! Kamu seperti ini karena Ashley, bukan? Kamu menyesali perbuatanmu padanya, huh? Kamu takut dia pergi dari-"

"DIAMMM!!!"

"APA? MENGAPA AKU HARUS DIAM? BUKANKAH ITU BENAR JIKA KAMU MEMANG MENCINTAI ASHLEY? AKUI SAJA! AKU TAU, KAMU TAK PERLU MENUTUPI SEMUANYA DARIKU!" Blaire benar-benar muak dengan kelakuan Sean.

Plakk!

Blaire tertegun saat sebuah pukulan keras mengenai pipinya. Gadis itu menatap Sean tak percaya. Sean baru saja menampar dirinya?

Sean sedikit terkejut, lelaki itu mengepalkan tangannya, sungguh dia tak bermaksud untuk menyakiti adik kesayangannya itu.

"Kamu memang tak pantas untuk Ashley!" Blaire melesat pergi dengan air mata yang sudah mengalir.

Sean tertegun mendengarnya. Benarkah? Apa dia memang tak pantas untuk Ashley?

09/ 05/ 2017

Heiii.. Hari ini Charlies update lagi yahh, berhubung rank LVLF menaik jadi 37 🙌🙌🙌 Thanks utk semuanya, love you all 😘😘

-Charlies_N-

Le Vampire Le Fort [TELAH DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now