LARUT.BONUS

2.6K 255 34
                                    

TYPO HARAP MAKLUM

***

Cup

Satu kecupan ringan Kinal daratkan di punggung Melody yang berdiri bersandar di dadanya. Ia lalu menaruh dagunya di bahu Melody, memeluk erat tubuh mungil dari gadis cantik yang telah sukses memporak porandakan kebekuan hati selama hampir dua tahun.

Kinal dan Melody saat ini berada di balkon kamar apartement milik Kinal. Berdua menikmati keindahan langit senja yang mulai memudar. Laki laki itu sengaja mengajak Melody ke apartement miliknya karna tidak mungkin baginya membawa Melody ke rumah yang masih dalam keadaan kesal dan marah ke dirinya.

Namun, berkat usahanya tak kenal lelah terus membujuk dan merayu, akhirnya Melody luluh juga dan mau memaafkannya. Alhasil, di sinilah sekarang dirinya bersama gadis itu. Berduaan di balkon kamar sembari menikmati lukisan alam sore hari.

Melody sedikit menolehkan kepalanya, tersenyum lembut seraya mengusap pipi Kanan Kinal.

Cup

Dia mengecup pipi kiri Kinal lembut, namun selanjutnya menggigit pipi itu dengan sedikit gemas.

"Aduh! Kok digigit sih?" Protes Kinal.

"Hehe. Maaf." Ucap Melody seraya mengusap pipi Kinal di bekas yang ia gigit tadi. Namun, tak lama ia kembali mencium pipi itu dan menggigitnya lagi.

"Ish. Sakit Mel kalo kamu gigit terus gitu."

"Hehehe! Maaf. Habisnya aku gemes sih sama kamu." Tawa Melody terkekeh geli.

"Aku akui sih, aku emang ngegemesin, tapi'kan gak pake digigit juga kali, Mel. Sakit tau!"

Melody kembali terkekeh. Ia lalu memutar tubuhnya menjadi menghadap Kinal. Ia lingkarkan kedua tangannya ke leher pria yang lebih tinggi darinya itu. Ditatapnya paras tampan laki laki itu begitu lekat dan juga penuh perasaan.

"Nal, seberapa pentingkah aku bagimu?" Tanyanya.

Kinal mengerutkan kening sejenak menatap gadis cantik penyebab hancurnya dinding kokoh yang ia bangun di hatinya selama ini. Ia cerna dengan hati hati akan petanyaan sensitif si gadis. Mungkin saking sensitifnya, bila sampai ia salah menjawab sedikit saja, maka bisa menghancurkan semuanya. Ia harus mencari kata kata yang tepat dan meyakinkan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"Sepenting aku buatmu. Oh, tidak tidak.. Mungkin jauh lebih penting dari pada itu. Kamu sangat penting buatku, Mel. Lebih dari segalanya."

"Oya?"

"Kamu gak percaya?"

Melody tersenyum sejenak, lalu menggeleng pelan. Kemudian mengecup bibir Kinal secara singkat.

"Apa kau mencintaiku?" Tanyanya.

Deg!

Kinal terdiam mendengar pertanyaan itu. Tiba tiba kata kata Maul yang diucapkan beberapa hari yang lalu kembali terngiang di telinganya.

"Aku rindu sama, Melody."

Kinal dibuat dilema sekarang. Ingin saat ini juga ia berkata bahwa ia juga mencintai gadis itu, sangat sangat mencintai gadis itu. Tapi kata kata Maul seolah membungkam mulutnya, mencekik lehernya, hingga terasa sulit untuk mengatakan kata kata sakral tersebut.

Lalu, jawaban seperti apa yang harus berikan akan pertanyaan yang dilontarkan gadis itu?

"Nal."

"Hm."

"Kenapa diam?"

"Nggg nggak, nggak pa-pa."

Melody menatap Kinal begitu intens, lekat menatap mata laki laki yang jauh lebih tinggi darinya itu dengan penuh selidik. Ada sesuatu perasaan lain yqng ia rasakan pada sorot mata Kinal. Sorot mata laki laki itu seperti memendam sebuah ganjalan atau beban yang entah apa ia tidak tahu.

Melody mengusap pipi Kinal lembut lalu menangkupnya penuh perasaan.

"Nal, katakan... Apa kau mencintaiku?" Tanyanya yang kali ini dengan nada suara ditekan seolah meminta jawaban Kinal secepatnya.

Kinal menatap mata indah Melody yang mengisyaratkan kejujuran darinya. Ia pejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam dalam untuk mengumpulkan kekuatan di hatinya. Kembali ia menatap mata Melody dengan keyakinan penuh.

"Apakah perlu aku harus mengatakan kata kata itu untukmu?" Tanyanya.

"Hm." Angguk Melody.

"Apakah sikapku ke kamu selama ini belum cukup meyakinkan kamu?" Tanya Kinal lagi.

"Gak usah berbelit belit. Cukup katakan kamu mencintaiku atau tidak, itu aja. Aku gak butuh jawaban lain." Ujar Melody tegas.

hufh

"Baiklah. Aku ngerti." Ucap Kinal lirih. Ia lalu menangkup kedua pipi Melody. "Dengar. Kamu adalah wanita spesial yang aku kenal. Kamu berbeda dengan semua wanita yang selama ini dekat denganku. Mungkin kata kata sakral itu memang sangat penting, tapi aku tidak mau mengucapkan kata kata itu begitu aja."

"Apa maksutmu?" Tanya Melody tidak mengerti.

"Dengarkan saja, jangan menyela atau memotong ucapanku. Oke?"

"Hm." Gumam Melody mengangguk.

"Seperti yang tadi aku bilang. Kamu itu spesial, untuk itu akan aku katakan kata kata sakral itu di moment yang special pula. Aku cuma mau minta ke kamu, maukah kamu sedikit bersabar menunggu sampai hari itu tiba? Akan aku buatkan sebuah moment spesial itu khusus untukmu. Kamu mau'kan sedikit lebih bersabar menunggu? Kamu mau'kan, Mel?"

Melody menatap Kinal dengan kening mengernyit, ia sedikit bingung dengan kata kata Kinal. Namun ada sedikit makna yang sempat ia tangkap dan itu membuatnya jadi merasa penasaran. Mau gak mau ia harus mengikuti permintaan Kinal, yaitu bersabar menunggu.

"Hm. Baiklah." Angguknya akhirnya.

Kinal tersenyum senang mendengar itu. Segera ia rengkuh tubuh ringkih gadis itu, mendekapnya erat. "Makasih. Makasih kamu mau sabar menunggu. Aku janji, akan kubuatkan moment spesial itu hanya untuk kamu. Moment spesial untuk wanita yang spesial juga. Aku janji, Mel." Ujarnya.

Melody membalas pelukan Kinal tak kalah erat. Diresapinya kehangatan tubuh laki laki itu yang membuatnya nyaman dan damai.

Senja dan mentari di ufuk barat perlahan mulai menghilang. Kembali ke ufuk peraduan setelah menjadi saksi kedua insan dilanda asmara, kedua insan yang saling mencinta dan kedua insan yang sedang dibalut kata cinta.

Bahagia adalah sebuah kunci dalam menjalani kisah kasih kehidupan ini. Bersama menyatukan visi, bersama menyatukan hati dan bersama menyatukan diri dalam balutan kasih suci bernama...

Cinta...

.
.
.

#TBC

Hanya sebuah part bonus gara gara mood masih dalam keadaan drop parah.... Gabut oey oey oey...

Hahahaha!

© DyoSalmont

LARUT [End]Where stories live. Discover now