27 | ALBERIC2

54.9K 2.6K 101
                                    

Jangan lupa vote dan komen
Happy reading

Gue tahu jika cerita gue udah selesai dengan ending yang tanpa kepastian. Dan gue akan pergi ketika hati lo yang meminta. Gue tahu seharusnya gue gak menetap di satu hati karena gue sadar itu hanya akan buat gue semakin tersiksa.
-Lenric

Lena mengernyitkan dahinya, apa ia tidak salah dengar? Apa telinganya sekarang masih berfungsi baik? Apa Eric mengucapkan kata sayang kepadanya. Dan saat itu juga kedua pipi Lena memerah seperti tomat. Lena menundukan kepalanya sedangkan Alpha terkekeh pelan.

"Cepet pesen ih es krimnya," Eric mengangguk,alu ia memanggil salah satu pelayan disana. Hari ini memang ramai sekali pengunjung walaupun hari ini bukan weekend.

"Mau pesan apa tuan?" tanya pelayan itu sopan.

"Es krim coklat 2 sama es krim vanilla 1." Pelayan itu mengangguk dan menulis apa yang di pesan Eric tadi, setelah itu pelayan itu pergi.

"Eric, gue mau nanya." Kini nada ucapan Lena kembali lagi seperti semula, gue-elo itulah kata yang kini Lena pakai.

"Hmm?"

"Kenapa lo ajak gue ke kedai es krim ini?" tanya Lena membuat Eric menaikan sebelah alisnya. Bukankah tadi Lena yang menginginkan ea krim coklat?

"Tadi katanya lo ngidam es krim coklat," Lena cengar-cengir membuat Eric tidak lagi bisa menahan senyumnya. Lena selalu saja membuat bibirnya ini melengkung.

Tak lama pelayan kedai ini pun datang dengan membawa pesanan Eric. Pelayan itu menatanya ke atas meja mereka berdua. Setelah selesai pelayan itu pamit dan pergi ke belakang lagi. Lena menatap es krim di depannya ini dengan sangat antusias. Lena mengambil satu mangkuk dan mendekatkannya, ia menyendok es krim tersebut dan dimasukan ke mulutnya. Rasa manis dan dingin sangat terasa di mulut.

"Makannya pelan-pelan," Eric mengingatkan dengan semangkuk es krim vanilla yang kini ia nikmati.

"Siyap bos," Lena mengangkat satu jempol kirinya sedangkan tangan kanan sibuk menyuapi mulutnya.

Tiba-tiba Lena memberhentikan acara menikmati es krimnya membuat Eric menaikan sebelah alisnya seolah bertanya 'Ada apa?' Lena menatap Eric dengan pandangan terkejut, ia baru menyadari satu hal.

"Eric tadi lo datang ke cafe kelopak bareng siapa?" tanya Lena.

"Daisy," jawab Eric santai seperti tidak ada kendala apapun dengan ucapannya. Lena membulatkan matanya, apakah Eric tidak merasa bersalah dengan kelakuan dan ucapannya? Lena tahu bagaimana perasaan perempuan itu jika ditinggalkan pacarnya demi orang lain. Iya Lena tahu karena ia pernah mengalaminya dengan laki-laki yang kini ada di hadapannya.

"Kenapa lo tinggalin dia? Dia pacar lo kan?" tanya Lena dengan menjeda makan es krimnya. Ia khawatir dengan Daisy, tetapi apakah Eric khawatir pada perempuan itu yang notabenenya adalah pacarnya? Kini ia menatap lekat manik mata Eric. "Apa lo gak puas buat nyakitin hati perempuan?"

Eric terdiam, kenapa ucapan Lena kini menyentil hatinya. Eric akui jika ia memang salah, tetapi jika ia tengah memperjuangkan sesuatu bukankah harus ada satu pengorbanan orang lain? Ya Eric hanya mengorbankan perasaan Daisy saja.

"Lena lo denger gue ya. Daisy itu bukan siapa-siapa gue, dia cuma orang asing di hati gue. Dan lo tahu penghuni hati gue sekarang itu lo Lena, tetap akan menjadi tempat lo." Jelas Eric dengan senyum mirisnya. Lena kini menundukan kepalanya tidak berani lagi menatap mata Eric yang kini memancarkan cahaya harapan.

"Gue tahu gue egois Len, karena gue cinta sama istri orang. Tapi asal lo tahu satu hal Lena, tempat lo di hati gue nggak akan pernah tergeser." Eric menggenggam kedua tangan Lena erat, rasa hangat begitu terasa diantara keduanya.

"Berarti mulai sekarang lo harus bisa terbiasa tanpa gue Ric, gue gak mau lo tetap stuck di satu orang," Lena tersenyum menguatkan walau ada yang terasa sesak di hatinya. "Eric cerita kita sudah selesai, lo harus rela jika kisah cerita kita sudah berakhir, berakhir di tengah-tengah yang tidak pasti."

"Tapi lo tahu? Jika cerita selesai bukankah ada akhir yang yang pasti? Apakah gue salah buat perjuangin lo? Gue mau akhir dari cerita itu adalah akhir yang paling bahagia Len." Lena tersenyum getir, ia sungguh tidak lagi mampu menatap mata Eric, mata yang bisa membuatnya lemah. Tetapi sekarang? Ia tidak tahu.

"Suatu saat pasti lo bisa bahagia Ric, tapi dengan dengan orang lain bukan gue. Gue udah bahagia dengan cerita hidup gue sekarang, gue bahagia karena hati udah ada yang isi. Dan itu Alpha bukan lo," Eric mengendurkan genggaman tangannya, rasanya sekarang Eric sangat susah untuk bernafas karena ucapan Lena membuat dadanya sesak. Tidak adakah ruang lagi di hati Lena untuk dirinya bersinggah?

"Lo berdua ngapain?" suara itu tiba-tiba membuat Lena dan Eric menoleh secara serentak. Lena membulatkan matanya dan menarik cepat tangannya yang di genggam Eric.

"Bianca?" Eric menyebut namanya saat ia telah menyadari bahwa perempuan itu adalah orang yang dikenalnya.

"Lo berdua?" tanya Bianca. "Alpha?" ia melirik Lena sekilas, Lena menatap Bianca penuh harap. Sepertinya Bianca ke kedai ini sendiri tanpa di temani Lucas. Ia tahu karena Alpha saja sibuk sekali apalagi Lucas yang di beri tugas lebih banyak oleh orang tuanya.

Bianca tersenyum manis, tangannya memegang pundak kanan Lena. "Gue nggak bakal bilang ke Alpha kok, tenang aja."

"Yaudah gue mau ke teman-teman gue dulu. Bye Lena! Bye Eric," Bianca tersenyum lebar begitupun dengan Lena yang kini tersenyum lebar pula. Sedangkan Eric menatap interaksi mereka dengan bingung.

"Lo berdua udah akrab?" tanya Eric ragu, Lena mengangguk mantap.

"Gue udah percaya sama Bianca, lagipula akhir-akhir ini Bianca baik banget sama gue. Kita juga suka main di belakang rumah gue walaupun cuma sekadar minum teh bersama." Eric mengangguk-angguk. Syukurlah setidaknya sifat Bianca berubah lebih dewasa.

×××××

"Thanks for time Eric," Lena tersenyum, ia menurunkan Lena tepat di depan rumahnya. Eric yang memaksa karena ia tidak mau Eric capek.

"Sama-sama," balas Eric.

"Btw lo harus ingat ucapan gue tadi Ric, lo gak bisa terus-terusan stuck di satu tempat." Eric tersenyum. Ia maju ke arah Lena hingga jarak mereka hanya ada satu langkah.

"Gue tahu Len, maafin gue kalau gue salah, mungkin lo benar gue harus cari tempat dimana hati gue bisa bersinggah. Makasih Lena, semoga lo lebih bahagia sama Alpha." Eric menjauhkan badannya dari Lena.

"Gue sadar kalau kisah gue sama lo udah berakhir, sampai jumpa Lena semoga kita bertemu lagi disaat gue sama lo punya kebahagiaan masing-masing." Eric tersenyum begitupun dengan Lena yang membalas senyumannya. Setelah itu masuk ke mobilnya. Tak lama mobil itu melesat pergi membelah jalanan ibukota.

Lena merenung di tempat, mungkin ini adalah pilihan yang tepat untuknya dan Eric. Ia tahu jika dirinya tidak boleh egois, Eric harus mendapatkan kebahagiaan sepertinya bukan tersiksa karenya. Ia tahu jika semua orang butuh cinta agar hatinya bisa bahagia, tetapi di setiap cinta pasti ada kata luka.

'Cinta itu harus ada yang berkorban, dan pasti setiap korbannya itu adalah perasaan. Tetapi kenapa jika itu menyakitkan hubungan itu harus di lanjutkan? Padahal di luar sana masih banyak titik kebahagiaan, yang hanya akan bisa di jangkau oleh keyakinan bukan kepasrahan.'

Lena berjalan masuk kedalam rumah besarnya, tetapi saat ia membuka pintu ia sangat terkejut. Tubuhnya kini lemas, kakinya seakan tidak kuat lagi menopang badannya, apakah ia akan terjatuh. Ia tidak percaya dengan semua ini, apa yang dilihatnya sekarang itu sebuah kenyataan? Atau hanya sebuah ilusi semata.

"Lo berdua ngapain?!" bentak Lena marah.

A/N : Baper anjay gua bikinnya, kalau bagi kalian ane gak tahu, sesuai selera kan ya. Btw gua gak relah nulis part ini😢😢 Btw ITU LENANYA KENAWHY?

Btw jangan lupa komen ya heheheh. Konflik mulai hehehehe


follow ig
wp.alberic
albericavano_
saylena.maymac

LENRIC [ALBERIC2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang