29 | ALBERIC2

55.6K 2.6K 124
                                    

Jangan lupa vote dan komen
Happy reading

Lisan bisa berbohong tetapi hati tidak. Kenapa semua orang memercayai apa yang lisan katakan? Bukan hati yang merasakan?
-Alberic


Eric kini tengah termenung di meja kerjanya, tidak ada yang tahu apa yang sekarang ia pikirkan. Tangannya sibuk memutar-mutar bollpoint hitamnya, dan pikirannya berkelana entah kemana. Tanpa dirasa ada senyum simpul menghiasi bibirnya, mimik wajahnya menggambarkan antara ia tengah bingung dan bahagia.

"Dia memang seperti Lena," Eric tersenyum lalu terkekeh sendiri. "Gue bingung sekarang," gumamnya bermonolog sendiri.

Tok-tok-tok

Suara itu membuat Eric menatap pintu yang kini hampir terbuka, Eric menunggu siapa orang yang membuyarkan lamunannya. Tetapi setelah pintu benar-benar terbuka lebar, ia menghembuskan nafasnya pelan. Ternyata yang masuk ke ruang kerjanya itu adalah Dara, Ibunya.

"Eric ibu mau bicara sebentar," Dara menghampiri Eric dan duduk di sofa yang ada di sana begitupun Eric yang kini telah berpindah tempat duduk.

"Bicara apa?"

"Sebenarnya kamu cinta nggak sama Daisy?" tanya Dara membuat Eric mendengus pelan, sudah jelas-jelas daridulu ia tidak mencintai Daisy.

"Nggak, Eric nggak cinta sama dia." Jawab Eric yakin.

"Terus apa perjodohan dan tunangan kamu dengan dia mau dilanjutkan? Ibu tidak keberatan kalau kamu mau mencari perempuan lain asalkan ibu mau kamu harus lupain Lena, jangan kejar dia lagi percuma karena dia sekarang udah punya pendamping hidup." Dara tersenyum membuat Eric menatap ibunya penuh harap. "Kalau kamu beneran nggak mau sama Daisy, nggak apa-apa mungkin perjodohan ini akan dibatalkan. Tapi ibu mohon sama kamu, kamu harus cepat-cepat mencari pasangan."

"Dari pertama Eric ketemu Daisy, Eric nggak cinta sama dia. Tapi sekarang Eric punya perempuan yang cocok dan itu bukan Lena, tapi Eric masih ragu." Eric tersenyum kecil membuat Dara mengusap kepalanya lembut.

"Ibu dukung apapun keputusan kamu, tapi kalau kamu beneran merasa nyaman sama dia kejar, jangan kamu tinggalkan, bahagiakan jangan kamu lupakan." Eric mengangguk mantap, lalu ia memeluk ibunya, ibunya yang amat sangat disayangnya.

"Tapi kamu bicarain dulu tentang kejelasan hubungan kamu sama Daisy. Kalau kamu nggak mau sama dia lepaskan jangan di pertahankan tanpa kejelasan. Perempuan butuh kepastian. Jika tidak bilang tidak, jika iya bilang iya." Eric terharu mendengar penuturan lisan dari ibunya.

Ia kira ada apa karena ibunya tiba-tiba datang ke ruang kerjanya. Eric tersenyum senang, mungkin ia memang tidak cocok dengan Daisy.

"Sebelumnya ibu tahu darimana?" tanya Dara, Dara tersenyum kecil lalu menggenggam erat tangan anaknya.

"Ibu sering sekali lihat Daisy nangis, kamu harus tahu kalau perasaan perempuan itu sangat lembut, sensitif, mudah tersakiti tetapi sering sekali membawa perasaan dalam hal apapun." Dara bangkit dari tempat duduknya, lalu ia menatap anak laki-lakinya dengan tatapan dalam, banyak pancaran kasih sayang disana.

"Ibu keluar ya, takut ganggu." Dara tersenyum lalu melangkah keluar dari kantor Eric. Ibunya memang benar jika ia harus melepaskan Daisy jika ia tidak memiliki perasaan apapun kepadanya.

Eric menatap ke atas tengah berfikir tentang perasaannya, ia ragu ia takut kembali tersakiti, ia juga takut kembali menyakiti. Bahkan rasa bersalahnya sama Lena belum selesai. Ah Lena, ia kembali memikirkan perempuan itu. Perempuan yang kini ada di hatinya walau hanya sedikit.

Ting, notifikasi dari Line masuk membuat Eric mengambil ponselnya untuk melihat pesan yang datang.

P
Ini Eric kan? Kalo iya gue mau nanya, saputangan gue ada di lo nggak?
Grace

LENRIC [ALBERIC2]Where stories live. Discover now