50 | ALBERIC2

68K 2.8K 136
                                    

"Pak Arul," Lena langsung jongkok dan duduk di sebelah seorang satpam yang tergeletak dengan peluru yang sudah menembus bagian punggungnya. Satpam tersebut melindungi Lena dan Eric dengan gerakan begitu cepat agar bisa mencegah peluru itu mengenai mereka berdua.

"Nyonya Lena," lirih Pak Arul dengan terbata. Darah mengalir mengotori baju putihnya.

"Pak tolong jangan tidur dulu, Lena mau bawa bapak ke rumah sakit." Pak Arul menggeleng lemah.

Sedangkan Bianca berdecak sebal karena bidikannya meleset. Ia hendak menembakan peluru kembali namun tidak ada apa peluru yang melesat dari pistol tersebut.

"Shit!"

Lucas cepat-cepat berdiri dan langsung memeluk Bianca kembali, tatapannya mengarah kepada kursi bekas Lena diikat. Mungkin itu akan menahannya sebentar saat ia akan mencari pertolongan untuk Pak Arul yang terletak tak berdaya.

Ia menyeret Bianca di dalam pelukannya, lalu membawanya ke kursi itu. Ia mendudukannya disana dan meminta Eric untuk membantunya. Eric bangkit sedangkan Lena tetap menatap satpam tersebut yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.

Bianca meronta saat tali melilit tubuhnya. Lucas menatap istrinya tidak tega, bahkan Eric pun dengan rasa amarah melilitkan tali tersebut.

"Lucas jangan ikat aku kayak gini," ucapan Bianca berubah lembut. "Kamu tega?" Lucas yang menatap mata Bianca sempat goyah, namun Eric menatap laki-laki itu dengan tajam.

"Lucas, lo bawa Pak Arul ke rumah sakit, gue mau urus Lena dulu, Bianca kita kunci sementara disini." Tegas Eric, mau tidak mau Lucas harus menyetujui ide Eric.

Eric dan Lucas membawa Pak Arul dengan tangan satpam itu yang dikaitkan di leher kedua laki-laki itu. Mereka akan membawa Pak Arul ke mobil yang ada di halaman rumah, sedangkan Lena berjalan di belakang mereka. Tidak lupa pula perempuan tersebut mengunci ruangan itu dengan tangan gemetar. Ia shock! Tentu saja.

Saat di jalan Lucas terdiam sejenak, membuat Eric mengernyit aneh. "Lo kenapa?" tanya Eric.

Lucas melanjutkan langkahnya diikuti Eric yang kini tengah membenarkan tangan Pak Arul yang hampir merosot. Berat? Tentu saja, tubuh Pak Arul terbilang gendut.

"Lo Eric kan? yang seharusnya tunangan hari ini?" Eric menjawabnya dengan gumaman saja.

"Maafin gue karena udah bikin lo repot karena perbuatan istri gue." lirih Lucas pelan saat mereka tiba di halaman rumah Lena.

"Nggak apa-apa," jawab Eric santai.

"Btw maaf gue tanya ini, kenapa lo rela tinggalin pertunangan lo demi ini?" tanya Lucas hingga mereka sampai di pintu mobil Lucas.

"Kalau bukan karena Lena mana mau gue kayak gini," seru Eric membuat Lucas mengernyit. Laki-laki itu tengah berusaha membuka mobil yang terkunci itu. Eric harus menahan tubuh Pak Arul selama Lucas membuka kuncinya. Jika saja tubuh Pak Arul lebih kecil maka mereka akan lebih cepat mengangkatnya.

"Hah? Maksud lo?"

"Jujur aja, sebenarnya yang ada di hati gue sekarang itu Lena bukan Grace." Lucas terkejut, lalu mereka berdua berusaha untuk memasukan Pak Arul ke dalam mobil. Setelah itu Lucas menutup pintunya.

"Lena akan selalu jadi prioritas di hidup gue, bahkan gue rela jika mati seperti Alpha demi nyawa Lena sekalipun. Yaudah cepat lo ke rumah sakit!" titah Eric, Lucas cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya dan menyalakan mesin itu.

Seorang perempuan mendengar semua apa yang di katakan Eric. Sudut bibirnya terangkat sedikit ke atas. Senang, itula yang di rasakannya.

×××××

"Lena?" suara itu membuat perempuan yang duduk di sebuah sofa menengok, menemukan seorang laki-laki dengan tubuh yang terbalut jas rapinya.

"Eric," Lena tersenyum, sedari tadi ia memikirkan apa yang Eric katakan saat bersama Lucas.

Eric mendekati Lena, ia duduk di samping Lena. Tangan kanannya meraih pinggang perempuan tersebut membuat Lena terkejut.

"Eric, lo apa-apaan?" tanya Lena berusaha melepaskan rangkulan tersebut, namun rangkulan itu semakin mengerat.

"Eric bukannya lo tunangan sama Grace? Kenapa lo bisa ada disini?" tanya Lena, Eric tersenyum lebar. Matanya kini menatap manik Lena dengan lekat.

"Kenapa? Apa gue salah jika gue lebih milih lo daripada tunangan itu? Nyawa lo lebih berharga Len daripada tunangan itu." Eric kini menempelkan keningnya ke kening Lena, jantung Lena berdetak begitu kuat.

Lena merasakan jika nafas Eric seakan menerpa wajahnya. Wajah Lena kini terlihat memerah membuat Eric tersenyum lagi.

"Jangan bodoh Ric, Grace itu pilihan lo yang tepat. Bukannya lo bahagia sama dia?" Eric menyelipkan helai rambut Lena yang menjuntai menutupi wajahnya.

"Saat ini gue baru sadar, setepat-tepatnya pilihan gue bagi lo tapi lo harus tahu yang tepat belum tentu bisa membuat bahagia, nyaman, sayang dan cinta. Bilang aja sekarang gue berengsek, persetan, sialan, bajingan karena gue tinggalin Grace di pertunangan gue. Tapi satu hal yang harus lo tahu kalau si berengsek ini tidak pernah berhenti untuk mencintai perempuan yang sekarang di hadapan gue. Lo prioritas gue Lena." Ucapan yang begitu manis saat terdengar.

"Lo serius jatuh cinta sama gue Ric? Bukannya lo cuma merasa bersalah dengan tindakan lo dulu sama gue?" Lena memberanikan bertanya, terlihat Eric semakin menatap Lena lekat. Bahkan laki-laki itu kini menepis jarak yang ada diantaranya. Mereka kini sangat dekat. Teriakan melengking dari ruang kerja Alpha pun tidak membuat mereka bergerak. Sumpah serapah dari Bianca tidak membuat posisi mereka berubah.

"Jatuh cinta sama rasa bersalah itu beda, buktinya udah lima tahun gue tunggu lo yang ternyata lo udah pilihan sendiri. Lo sekarang tanya gue, apa gue masih ingat Daisy? Apa gue masih peduli? Jawabannya tidak, walaupun rasa bersalah gue sama dia sangat besar. Udah buat dia harus tunggu cinta gue yang nggak pernah kesampaian, dan sekarang gue nggak peduli lagi Lena." Lena terdiam mendengar kata-kata Eric. Eric itu cinta pertamanya yang membuat Lena susah untuk melupakannya.

"Mungkin gue ceroboh, harusnya dari dulu gue tunggu lo. Bukannya gue kejam sama Alpha, tapi bagi gue cukup satu laki-laki asing yang hadir diantara kita berdua. Tadinya gue maunya gitu, tapi sekarang ada Grace. Gue bingung bingung di satu sisi hati gue lebih milih lo tapi di sisi lain perasaan Grace yang mungkin terluka," tangan Eric kini bergerak ke tengkuk leher Lena. Bahkan perempuan itu seperti sudah terhipnotis oleh mata Eric dan ucapannya.

"Gue bingung gue harus gimana sekarang,"

"Lanjutin pertunangan lo dengan Grace, dia nunggu lo di sana." Ujaran Lena disambut kekehan kecil dari Eric.

"Lo lebih penting Lena, gue lebih nyaman seperti ini. Andai waktu bisa berhenti tepat saat ini juga."

Dan saat itu juga Eric menempelkan bibirnya ke bibir Lena, Lena tersenyum di sela-sela ciuman tersebut.

'Ya andai waktu berhenti tepat saat ini,' batin Lena.

"Apa ini yang lebih penting dari tunangan kamu sendiri?" suara bass itu membuat Eric melepaskan ciuman tersebut.

_________

Karena ane baek ane kasih part untuk Lena dan Eric😉

LENRIC [ALBERIC2]Where stories live. Discover now