30 | ALBERIC2

58.9K 2.5K 48
                                    

Gue salah gitu kalau gue cinta sama orang? Lo nggak tahu, dari dulu gue selalu nunggu lo. Tapi karena gue lelah dengan penantian ini, gue lebih memilih untuk memberikan hati gue kepada orang yang senantiasa ngejar gue
-Lenric

"Lena lo mau ikut nggak?" tanya seorang perempuan yang kini tengah menikmati secangkir teh hangat buatan Lena. "Lu harus ikut deh soalnya lo pasti butuh refresing, calon anak lo juga pasti butuh refresing."

"Gue kan belum tanya kemana hehehe. Emang mau kemana sih?" Lena kini menatap perutnya yang sedikit membuncit, lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke depan.

"Gue, Lucas sama yang lain mau liburan ke Vila temen gue, lo mau ikut nggak nih?" Lena melirik Alpha, jika Alpha mengijinkannya maka ia akan ikut. Jika tidak? Terpaksa ia harus tetap diam di rumah.

Alva yang merasa mendapat lirikan dari Lena sempat berfikir sekejap, hingga satu ide muncul dari otaknya. Ia tersenyum kecil tanpa sepengatuan Lena, karena kini ia akan menjahili istrinya itu. Alpha merubah wajahnya menjadi tanpa ekspresi, tatapannya menatap perempuan di depannya serius.

"Maaf Biy gue nggak bisa ikut, begitupun istri gue. Kerjaan kantor gue numpuk banget."

Ctak

"Aish, kenapa lo jitak gue? Laknat banget lo jadi kakak." Alpha mengusap-usap keningnya karena jitakan dari Lucas. Lucas menatap Alpha dengan pandangan yang sengit.

"Lo punya karyawan buat apa? Liburan keluarga lebih penting!" Lucas menatap Alpha kesal, sedangkan Alpha terkekeh seperti tidak berdosa. Lena hanya mendengus, jika mereka berdua sudah bertengkar maka dirinya dan Biancalah yang harus memisahkan.

Lena mengode Bianca lewat matanya, Bianca yang mengerti itu mengangguk lalu tersenyum. Lena bangkit dari tempat duduknya, begitupun dengan Bianca. Lucas dan Alpha pun bingung melihat Bianca dan Lena yang hendak pergi dari sana.

"Kalian mau kemana?" tanya Lucas membuat Lena dan Bianca menoleh. Bianca mengangkat kedua bahunya tidak peduli.

"Mau kebelakang, kalian jangan ikut." Lucas dan Alpha menghembuskan nafas pasrah. Inilah Lena dan Bianca, jika sudah jengah dengan keadaan mereka berdua akan memisahkan diri pergi dari tempat tersebut.

Lena melangkahkan kembali langkah yang sempat terhenti, matanya melirik Bianca yang mengikutinya dari belakang. Hingga kini mereka sampai di belakang rumah Lena, di sana terhampar rumput hijau. Sangat indah untuk taman belakang rumah.

"Belakang rumah lo bagus banget," Bianca menatapnya dengan rasa penuh kagum. Lena yang berada di sampingnya hanya tersenyum sekilas.

Ternyata menerima masa lalu dengan lapang dada itu pasti akan mendatangkan kebahagiaan. Dan Lena sudah menerima itu semua, karena kini yang ada di depan matanya adalah masa kini dan masa depan. Tanpa diduga Bianca menggenggam tangan Lena erat, membuat Lena terkejut. Lena menolehkan kepalanya menatap Bianca.

"Maafin gue soal__," Lena menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Bianca.

"Gue udah maafin lo dan masa lalu itu. Gue udah lupa soal itu dan gue mohon lo jangan bahas lagi oke, gue mau keluarga kecil lo dan keluarga kecil gue bisa bahagia." Lena tersenyum begitupun dengan Bianca. Lena sangat baik, teman-temannya tahu itu.

"Makasih ya, ternyata lo cewek paling baik yang pernah gue temui gak sia-sia gue dulu pernah sahabatan sama lo." Lena baru sadar jika dulu mereka adalah sahabat, sahabat dengan rumah yang hanya berjarak beberapa langkah saja.

"Kok gue baru sadar? Serius?" Lena menatap Bianca, membuat Bianca tertawa pelan.

"Jahat amat lupain sahabat sendiri, tapi sekarang kita udah saudaraan lho." Lena mengangguk-angguk. Ya! Sekarang ia senang karena dirinya dengan Bianca sudah berbaikan.

×××××

Thio menatap laki-laki di depannya dengan pandangan tidak terima, baru saja laki-laki di depannya sampai ke Indonesia, ia di haruskan kembali untuk pergi ke Bali. Dia adalah Haden Alta, adiknya.

"Padahal gue mau ketemu sama si Lena, eh di suruh balik lagi ke Bali." Dumal Alta, Thio terkekeh pelan.

Thio memang baru mengetahui kalau Alta dari dulu menyukai Lena tetapi karena Thio juga mengincar Lena terpaksa Alta harus mundur. Dan Alta menerima itu, karena ia lebih mementingkan kebahagiaan Thio daripada dirinya sendiri.

"Si Lena udah nikah, udah otw punya anak lagi." Alta membulatkan matanya terkejut, sedangkan Thio kini tengah menikmati sepiring nasi goreng buatannya.

"WHAT?!" pekik Alta, Thio melirik Alta dengan pandangan horor. "KENAPA DIA NGGAK UNDANG GUE? omaygat apa salah dan dosaku Lena, kau tak pernah anggap aku ada, padahal disini ku menunggu, hati kamu hati kamu."

Thio memukul punggung Alta keras, membuat Alta meringis. Thio memandang adiknya jijik, untung adik sendiri jika bukan mungkin sudah ia buang atau ia mutilasi.

"Lebay anjir!" sahut Thio kesal. "Gue heran deh kenapa banyak orang yang anggap lo cowok cool, cuek, padahal aslinya petakilan kayak petasan gangsing." Alta mendelik tidak suka.

"Lah hidup-hidup gue kenapa lo yang ngatur?"

"Laknat lo sama kakak sendiri, pergi lo! Awas aja kalau nanti lo balik lagi, lo datang ke apartemen gue." Ya! Thio memang memilih untuk tinggal di apartement daripada di rumahnya yang sangat besar itu.

"Jahat lo," sebalnya. Lalu senyum kecilnya terbit di bibirnya. "Bukannya lo kanget ya sama gue? Buktinya aja pas tadi gue nyampe lo langsung peluk gue erat banget untung aja kagak ada yang lihat coba kalau ada udah dianggap belok kita."

"Kita? Lo aja kali," Thio terkekeh. Ia lalu merangkul leher adiknya tersebut dengan keras, ia rindu bercanda dengan Alta. "Becanda bro, iya gue kangen sama lo."

"Yo bentar lagi gue harus ke bandara," Thio mengangguk.

"Tapi gue antar ya, sebagai kakak yang baik gue harus jagain lo!" Alta mendelik jijik kepada Thio namun ia tidak menghiraukannya.

Thio seorang laki-laki yang sangat menyayangi adiknya, Alta. Karena ia tahu Alta dulu lebih memilih untuk mengorbankan perasaan untuk kebahagiaan kakaknya, Thio.

×××××

"Dadah Alta jangan kangen gue ya!" Thio melambaikan tangannya ke arah Alta yang kini hanya berjarak dua langkah di depannya. Alta memandang Thio malas, sejak berpacaran dengan Chintya kakaknya itu menjadi sangat lebay.

"Siapa juga yang bakal kangen lo? Najis!" sinis Alta membuat Thio berdecak kesal. Kenapa sih adiknya yang satu ini tidak bisa diajak untuk bersikap mellow?

Alta pergi meninggalkan Thio, pesawat tujuan Bali akan segera lepas landas jadi Alta cepat-cepat untuk pergi ke pesawat tersebut. Thio menghembuskan nafasnya pelan, jujur saja ia masih ingin rindu-rinduan dengan Alta, padahal baru saja Alta menginjakan kakinya di apartemen dua jam saja sudah disuruh untuk pulang kembali ke Bali. Memang betul terkadang pekerjaan selalu mempermainkan.

Thio melangkahkan kakinya keluar dari bandara tersebut, ada perasaan sedih di hatinya. Ia tidak mau jika Alta terus disibukan oleh pekerjaan. Sedangkan Thio? Ia lebih banyak menyerahkan pekerjaan ke karyawannya. Mungkun sekarang Thio sudah bertekad untuk bekerja dengan murni hasil dari keringatnya sendiri, ya Thio harus bisa melakukan seperti adiknya itu.

A/N : Oh iya ane mau ngasih tahu, sebenarnya dari awal cerita Alberic itu sesek kan? Iya senghaja ane bikin kayak gitu. Kalau kalian udah nggak kuat baca Lenric nggak apa-apa kok. Tetapi ane akan buat yang terbaik untuk cerita Lenric.

LENRIC [ALBERIC2]Where stories live. Discover now