🏘️ Jangjun

187 27 19
                                    

"Hahh!"

Laki-laki berkemeja putih itu berjalan sambil menundukkan kepala. Terik panas matahari tak membuatnya menghentikan langkah barang sejenak.

Namun, sesuatu berbentuk bundar yang berkilau dan berukuran kecil di bawah sepatunyalah yang mampu membuatnya berhenti dan membungkuk.

"Lumayan, dapet permen tiga," ujarnya pelan sambil masukin uang koin itu ke saku celananya.

Kemudian ia menengadah, jam di ponselnya menunjukkan pukul empat sore, tapi matahari masih semangat bersinar. Bahkan hawanya makin panas setiap dia ingat omongan orang yang nolak dia tadi.

"Perusahaan ini sepertinya tidak membutuhkan kemampuan kamu."

Wah, rasanya dia pengen ngejedukin kepala si bapak botak gendut tadi ke meja. Sayangnya, Jangjun masih punya rasa belas kasihan ke diri sendiri.

Dia belum punya kerjaan. Nggak elite kalau misalnya nanti pas ngelamar kerja, ada catatan kriminal bahwa dia pernah ngejedukin kepala seorang bos perusahaan.

"Ngelamar kerja di mana lagi, ya?"

Ia memutuskan untuk duduk di salah satu bangku yang kebetulan ada di trotoar.

Di situ agak sejuk, pohon yang menaungi bangku itu cukup besar sehingga mampu melindungi Jangjun dari panas matahari.

"Takutnya nanti malem si Bapak nelepon lagi," matanya terpejam sambil menyandarkan punggungnya, "salah gue juga, sih, bohongin Ibuk sama Bapak kalau gue jadi direktur sukses."

Kenapa pada hobi boong sih? Heran.

Brakk.

"KELUAR KAMU!"

Jangjun loncat kaget lalu menegakkan duduknya. Matanya menangkap sebuah drama di pinggir jalan.

"BERANI-BERANINYA KAMU BERSIN DI DALEM MOBIL SAYA! MULAI HARI INI BAPAK SAYA PECAT, BAPAK UDAH BUKAN SOPIR SAYA LAGI! PERGI!"

Seorang perempuan kaya —bisa dilihat dari barang yang ia pakai— tengah memarahi laki-laki setengah baya yang sepertinya nggak sengaja bersin ketika menyetir mobil.

"Maaf, Bu, saya nggak sengaja, saya bersihin ya setirnya?"

"NGGAK PERLU! UDAH PERGI SANA!"

Bapak-bapak itu kemudian mengambil tas kecilnya di dalam mobil dan berjalan meninggalkan mobil mewah beserta mantan tuannya itu.

"Aduh, saya pulang naik apa? Kan nggak bisa nyetir."

Mendengar hal itu, Jangjun langsung merapikan baju dan rambutnya. Ia berjalan menghampiri perempuan itu. Firasatnya mengatakan ada kesempatan dalam kesempitan. Dan ini patut ia perjuangkan.

"Permisi, Bu?" Perempuan itu menoleh dan sedikit menjaga jarak dari Jangjun.

"Itu tadi sopirnya?"

Perempuan itu mengangguk.

"Boleh saya gantiin?"

"Maksudnya?"

"Saya mau jadi sopir gantiin bapak tadi. Boleh?"

Jangjun menunggu jawaban dari perempuan itu.

"Kalau boleh tahu, Ibu namanya siapa?"

"Lee Jieun."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[1] Slice Of Life : BONG'S HOUSE✓Where stories live. Discover now