Step 1.2

275 35 2
                                    

"Lo udah daftarin team kita di lomba itu?" tanya Reynold kepada Ririn yang sedang terpaku pada layar laptopnya.

"Ini gue lagi masukin data kita"

Jarak antara Reynold dengan dirinya yang mendadak menjadi begitu dekat pun membuat Ririn canggung.

"Guys, Alex bilang dia ga bisa ikut latihan hari ini. Neneknya masuk rumah sakit"

"Apa???" ucapan Juna membuat seisi ruangan terkejut.

"Carissa, releve" Bu Leni berjalan menghampiriku sambil memperbaikki posisi tanganku.

"Kamu berada di posisi alternate bukan berarti kamu jadi ga konsentrasi gini latihannya, fokus oke?"

"Baik Bu" balasku.

"Kita istirahat dulu 10 menit" ucap Bu Leni.

Sambil menarik napas panjang, aku berjalan ke sudut ruangan dan mengambil handuk kecil yang terletak di atas tasku.

"Sa, mungkin ada yang mau lo ceritain ke gue?" tanya Astrid sambil mengambil tempat duduk di sampingku.

"I'm fine"

"Stop saying you're fine when you're clearly not"

Aku menundukkan wajahku sambil memegang jari-jari tanganku.

"Akhir-akhir ini gue ngerasa apa yang gue lakuin meaningless, ga ada arah, ga ada tujuan dan bahkan gue ga ngerasa seperti diri gue"

"Gue... ga tau harus apa" lanjutku sambil menatap Astrid yang berada di sampingku.

"Lo inget ga, dulu waktu gue pertama kali gabung di Belle, gue takut banget buat ngelangkah masuk ke dalam ruangan ini"

"Iya, gue inget" balasku sambil tersenyum tipis.

"Saat itu, lo samperin gue dan bilang kalau ruangan ini adalah ruang yang nyaman selama kita menikmati apa yang kita lakukan di dalamnya. Sejak itu, gue tau kalau lo adalah penari sesungguhnya"

Astrid meletakkan tangannya di atas tanganku.

"You will get over this soon Sa, masih ada perjalanan yang lebih baik di depan sana yang menanti lo"

Aku pun membalas ucapan Astrid dengan anggukan.

"Alex!" panggil Ririn sambil berlari menghampiri Alex yang sedang berdiri dengan gelisah di ruang tunggu rumah sakit.

"Nenek lo gimana?" tanya Reynold khawatir.

"Masih diperiksa di dalam sana. Tadi waktu gue baru balik dari kampus, gue nemuin nenek gue ga sadarin diri di lantai ruang tamu"

Tepat setelah Alex menjelaskan kondisi neneknya, seorang dokter berjalan keluar dari ruangan tersebut.

"Nenek kamu menderita penyakit jantung coroner, setelah ini ia mungkin akan mengalami keterbatasan dalam bergerak. Kita harus segera diskusikan waktu yang tepat untuk melakukan operasi"

Wajah Alex tak bisa menyembunyikan rasa takut sekaligus kekhawatiran yang terdapat di dalam dirinya. Anggota Golden Crew lainnya yang turut hadir di samping Alex sore itu pun ikut merasa terkejut.

***

"Sa, lo ga pulang?" tanya Astrid sambil membawa tasnya.

"Nggak, kayak biasa" balasku disertai dengan senyuman.

"Oke deh, gue balik duluan ya"

Aku melambaikan tanganku kepada Astrid dan mengeluarkan sepasang airpods dari tasku.

"Umm, sorry kayaknya gue sama Bu Leni butuh pakai ruangan ini private" ucap Tiara kepadaku.

"Biasanya juga gue pakai ruangan ini pas pulang, lo ga usah hirauin gue"

"Tapi gue ga akan bisa konsentrasi, gue kan perlu latihan serius untuk International Dance Competition. Ya kan, Bu?"

"Ya kalau itu mau kamu, silahkan" balas Bu Leni mendukung ucapan Tiara.

Setelah melihat tatapan matanya yang cukup membuatku jengkel, aku pun mengambil tasku tanpa melepaskan tatapanku sedikit pun dari Tiara. Ia menunjukkan senyuman puas sambil melambaikan tangannya kepadaku.

"Hati-hati di jalan" ucap Tiara kepadaku.

Mendengar ucapan Tiara kembali memancing emosiku. Sambil menunggu pintu lift terbuka, aku pun berusaha untuk meredam emosiku dengan membuka handphoneku.

Happy Anniversary babe, love you!

Pesan yang ku kirim pagi tadi, masih belum dibalas juga oleh Andrew. Aku tidak tau se-sibuk apa pria itu hingga tidak memiliki waktu sedikit pun untuk membalas pesanku. Saat pintu lift terbuka, aku kembali mengangkat wajahku. Tapi rasanya kaki ini terasa berat untuk melangkah masuk ke dalam lift yang sedang kosong itu. Aku pun mengambil beberapa langkah mundur sebelum akhirnya membalik tubuhku dan berjalan ke arah yang berlawanan.

"Nih, minum dulu" Reynold menyerahkan segelas kopi hangat kepada Alex yang sedang duduk di depan ruangan neneknya dirawat.

"Thanks" ucap Alex sambil mengambilnya dari tangan Reynold.

"Sejak hari dimana bokap nyokap gue cerai, gue ga pernah takut ditinggal. Rasanya perasaan itu udah ga akan pernah bisa gue rasain lagi karena ga ada lagi yang bisa gue takutin. Tapi ternyata, gue kembali ngerasain itu lagi hari ini. Gimana kalau gue ditinggal nenek gue juga setelah ini? Cuman dia satu-satunya orang yang tersisa di samping gue saat ini"

Ucapan Alex pun membuat Reynold mengalihkan pandangannya kepada sahabatnya itu. Berada di sisi Alex dalam jangka waktu yang cukup lama, ia cukup tau seluk beluk kehidupan pria itu. Sosok neneknya sangat berarti pada hidup sahabatnya itu, hanya ia satu-satunya orang yang mengambil tanggung jawab untuk merawat Alex saat kedua orang tuanya meninggalkan Alex pada usianya yang ke-11.

"Lex, masih ada gue, Ririn, Juna dan anak-anak Golden Crew lainnya yang ada di samping lo. Kita bakal bantu lo sebisa mungkin, oke?"

"Untuk biaya operasi, lo ga usah khawatir gue masih punya sisa uang yang cukup untuk bantu lo kok" lanjut Reynold.

Alex membalasnya dengan anggukan pelan.

"Rey, kita harus menangin kompetisi itu"

Melihat kobaran api pada mata sahabatnya itu, ia pun menepuk bahunya pelan.

"Harus"


Setelah menunggu cukup lama di depan pintu ruangan yang sedari tadi tertutup, aku kembali menguap untuk kesekian kalinya. Jam menunjukkan pukul 8 malam dan sosok yang ku tunggu masih belum juga menampakkan wajahnya. Sampai akhirnya, aku mulai mendengar suara pintu yang terbuka.

"Saya curiga, jangan-jangan kamu tinggal di sini ya?" tanya pria yang aku jumpai beberapa hari yang lalu sambil tertawa kecil.

Aku berdiri dari posisiku dan menatapnya serius.

"Saya.. saya mau menerima tawaran yang anda berikan beberapa hari yang lalu"

Pria itu menatapku tepat pada kedua mataku tanpa mengeluarkan balasan apapun.

"Apa tawaran tersebut masih berlaku?" tanyaku ragu.

Ada seulas senyuman yang mulai muncul pada wajahnya.

"Kapan kamu bisa mulai latihan?" tanyanya.

Pertanyaan itu pun membuatku ikut tersenyum dengan lebar.

"Secepat mungkin" balasku.

DanceMateWhere stories live. Discover now