Step 4

174 25 0
                                    

 "Pesen dari Reynold, katanya latihan aja tanpa dia karena dia ada urusan mendadak" ucap Alex, membuat pengumuman kepada rekan satu teamnya.

"Sebenernya dia ada urusan apa sih? akhir-akhir ini suka sibuk sendiri mulu" sahut Juna sambil membuang permen karet yang berada dalam mulutnya ke dalam sebuah tong sampah kecil.

Ririn yang sedari tadi terdiam di ujung ruangan pun mulai memainkan jari-jari tangannya. Ada kebimbangan di dalam dirinya, haruskah ia beritahu rekan satu teamnya apa yang ia lihat beberapa hari yang lalu? Atau cukup ia simpan sendiri saja?

"Hoi! kenapa bengong lo? awas ada yang masuk" ucapan Alex membuat seisi ruangan tertawa.

"Ada yang harus gue kasih tau ke kalian" ucap Ririn dengan serius.


"Kamu jaga diri ya" ucap ayah dari Reynold sambil menepuk bahu anaknya itu.

"Pasti" Reynold tersenyum tipis kepada pria yang sudah hampir 15 tahun dipanggil ayah olehnya.

"Di kulkas ada daging dan sayuran yang baru mama beli tadi pagi dan di kamar kamu juga ada beberapa baju baru, jangan pakai baju yang sama mulu ah"

"Kalau uang yang mama kirim ke kamu kurang, kamu kasih tau mama ya. Mama ga mau anak mama tambah kurus gini" bisik ibunya itu.

"Iya ma tenang aja, udah lebih dari cukup kok. Lagipula Reynold juga udah mulai bisa hasilin uang sendiri" balas Reynold sambil memegang tangan ibunya.

"Bro, semoga waktu kunjungan gue ke Indonesia selanjutnya lo udah dapetin tuh cewe ya" bisik Martin.

Dengan cepat Reynold menyikut perut Martin.

"Berisik ah lo" balas Reynold.

Setelah mendengar pengumuman untuk pesawat yang akan membawa keluarganya kembali ke Seattle, perpisahan singkat itu pun berakhir. Kini, Reynold kembali hidup sendiri di tengah padatnya kota Jakarta. Ia pun sudah cukup terbiasa akan hal itu.

Reynold berlari menuju tempat ia memarkir mobilnya dan menyiapkan dirinya untuk pergi menemui seseorang yang belakangan ini terus mengisi pikirannya, ada senyuman lebar pada wajahnya yang cukup menggambarkan perasaannya saat ini.

***

Setelah menyelesaikan latihan pada siang itu, aku bergegas keluar dari gedung yang menjadi tempat latihanku sehari-hari. Sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam handphoneku pun melukiskan senyum pada wajahku.

Reynold : I'm on my way! 

Sambil menunggu kehadiran Reynold, aku memasang sepasang airpods pada telinggaku dan memutar sebuah lagu dari playlistku. Hingga akhirnya aku merasakan sebuah tarikan kencang yang membawaku ke samping gedung.

"Anda siapa?" tanyaku panik sambil melepas kedua airpodsku.

"Lo ga perlu tau siapa gue tapi yang jelas lo udah melakukan suatu kesalahan besar terhadap gue dan teman-teman gue" ucap pria itu dengan ekspresi yang cukup menyeramkan.

"Maaf tapi bagaimana saya dapat membuat kesalahan saat saya sama sekali tidak mengenal anda?" aku semakin dibuat bingung dengan situasi yang sedang terjadi saat ini.

Pria itu tersenyum menyeringai dan wajahnya terlihat jauh lebih menyeramkan dengan senyuman itu. Tubuhnya yang tinggi besar, tatapannya yang tajam dan wajahnya yang terlihat garang mengingatkanku akan karakter antagonis yang ada pada film-film barat.

"Gue kasih tau ya, gara-gara lo Reynold jadi sering ga ikut latihan dan kita terancam batal mengikuti lomba yang akan berlangsung beberapa bulan lagi! Orang kaya kayak lo yang punya banyak uang mungkin menganggap ini hal kecil. Tapi kita beda, buat kita lomba ini sangat penting untuk kelangsungan hidup kita!" bentaknya sambil menunjukku.

"Anda mungkin dapat berpendapat seperti itu tapi tolong jangan pernah menghakimi orang sebelum tau fakta yang sebenarnya, mengerti?" balasku sambil mendorong bahunya dengan jari telunjukku, membuat tatapannya teralih.

"Ternyata lo ga takut ya? Kita liat sampai mana batas keberanian lo" tanyanya sambil mengambil beberapa langkah maju dan membuatku terperangkap di antara dinding besar dan tubuhnya itu.

"Lepasin!" ucapku sambil berusaha melepas kedua tanganku darinya.

Ia tidak menghiraukan ucapanku dan terus memperdekat jarak di antara kami. Aku pun memejamkan kedua mataku, aku tidak ingin menatap matanya dan aku tidak ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga akhirnya aku mendengar suara pukulan yang cukup kencang dan membuatku reflek membuka kedua mataku.

Pria itu sudah terjatuh di atas lantai dan di sana ada Reynold yang hadir bagaikan seorang pahlawan.

"Lo gapapa?" tanya Reynold sambil memegang pipiku dengan kedua tangannya, tatapannya itu menunjukkan betapa khawatirnya pria itu.

"Gue gapapa" balasku sambil memegang kedua lengannya dengan tanganku yang masih bergetar dengan cukup hebat.

Pria menyeramkan yang sempat terbaring di atas lantai itu tiba-tiba berdiri dan menghampiri kami. Ia menarik Reynold dengan cukup kencang hingga kami terpisah dari satu sama lain. Sebelum tangannya itu sempat menonjok Reynold, gerakkannya sudah terlebih dulu dihentikan oleh Reynold. Reynold memegang kerah baju pria itu dengan kencang hingga seluruh tangannya bergetar.

"Lo sendiri tau kan gue paling ga suka kalau orang lain nyentuh apa yang gue suka, sekalipun itu lo" ucap Reynold dengan tatapan tajamnya, aku tidak pernah melihat tatapan semacam itu ada pada matanya.

Reynold mengepalkan tangannya dan bersiap untuk memukul pria itu. Aku yang melihat gerakan tangannya itu pun dengan cepat menahannya.

"Stop, okay?" ucapku sambil menurunkan tangannya yang sedang bersiap untuk melayangkan sebuah pukulan pada pria itu.

"Kita lanjutin di base" ucap Reynold sambil melepas tangannya dari kerah pria itu.

DanceMateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang