Step 1.4

202 31 0
                                    

"Nih, Green Tea Frappuccino pake extra whipped cream sesuai pesanan lo" ucap Katrin sambil menyerahkan segelas minuman favoritku.

"Thank you"

"Lo ngapain sih dari tadi liatin handphone lo mulu? Chat lo masih ga dibales sama Andrew?"

"Gak, itu mah udah biasa kalau dia lagi sibuk gini" balasku sambil meletakkan handphoneku di atas meja.

"Terus? jangan-jangan lo ada simpenan ya? Ngaku!"

"Apaan sih lo main suudzon aja"

"Ya terus apa dong?"

"Gue lagi nyari cara buat bujuk seseorang untuk jadi partner dance gue"

"Partner? Sejak kapan lo ballet berdua?" tanya Katrin bingung.

"Bukan ballet, gue lagi latihan buat ikut di kategori dance duo"

"Dance duo? Kayak ballroom dance gitu?"

"Mungkin? Tapi mungkin nanti gue akan lebih ke konsep hip hop"

"Hip hop... bokap nyokap lo tau?"

Ucapan Katrin membuatku berhenti meneguk Green Tea Frappuccino yang ada pada tanganku.

"Nggak, baru lo yang tau"

"What? Lo gila ya? Kalau bokap nyokap lo tau gimana? Lo kan tau sendiri bokap nyokap lo paling ogah sama hal-hal yang menyerupai street dance gitu"

"Mereka ga akan tau kalau ga ada yang bocorin hal ini ke mereka oke? Makanya lo diem-diem aja"

Katrin mengangguk sambil melakukan gestur mengunci mulutnya.

"Lo berdua kok belum balik?" tanya Reynold kepada Ririn dan Alex yang masih berdiri di depan tempat Reynold memarkir motornya.

"Ini mau balik" ucap Alex sambil memasang helmnya.

"Lo, Rin?"

"Gue... umm ini nungguin ojol belom nyampe"

"Oh" balas Reynold singkat.

"Reynold" panggilanku membuat ketiga orang itu sama-sama mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Gue tinggal sebentar ya" ucap Reynold kepada kedua orang itu sebelum berjalan ke arahku.

"Cewe itu siapa sih?" tanya Ririn kepada Alex, matanya pun tidak bisa lepas dari sepasang manusia yang sedang berbicara di depan sana.

"Ya palingan cewe yang lagi ngejer Reynold, lo kayak ga tau aja berapa banyak cewe yang ngincer Reynold"

"Ya tapi kan biasanya setiap hari cewenya beda-beda, ini cewenya tetep sama aja selama beberapa hari"

"Halah bilang aja lo cemburu, pake gengsi segala"

"Tapi yang ini kayaknya beda ya, level cantiknya udah beda terus bening pula ga kayak lo dekil gini" lanjut Alex sambil melipat kedua tangannya.

Ririn menginjak kaki Alex dengan cukup kencang hingga membuatnya hampir berteriak kesakitan.

"Bawel!"

"Daripada lo termakan api cemburu mending gue anterin pulang yuk, gue tau lo sebenernya belum pesen ojol kan" ucap Alex sambil menyerahkan sebuah helm kepada Ririn.

"Mending gue jalan kaki sampe stasiun daripada harus bantu dorong motor lo lagi kayak waktu itu"

"Ririn! Nanti Blacky denger" Alex berusaha untuk menutup 'telinga' motornya itu dengan menghalangi spion motornya dengan kedua tangannya.

"Au ah gelap!" ucap Ririn sambil berjalan meninggalkan Alex dan motor bebeknya itu.


"Gue mau minta maaf soal perkataan gue kemarin"

Pria yang bernama Reynold itu tidak membalas ucapanku dan hanya menatapku tanpa ekspresi apa pun pada wajahnya.

"Lo... yakin ga mau pertimbangin lagi?" tanyaku.

"Ucapan gue kemarin masih kurang jelas ya?" ucapnya sambil menatapku dingin.

Reynold mengusap bagian belakang rambutnya, wajahnya pun jelas menunjukkan bahwa ia cukup muak denganku. Ia membalik tubuhnya dan berjalan meninggalkanku begitu saja.

"Gue tau lo butuh uang untuk biayain team lo dan juga sewa tempat latihan baru" ucapanku berhasil membuat langkah Reynold terhenti.

Aku menggunakan kesempatan itu untuk menyusulnya yang sudah berdiri beberapa langkah di depanku.

"Lo tau kan, kompetisi ini skalanya udah internasional dan hadiahnya akan jauh lebih besar dari kompetisi berstandar nasional yang akan team lo ikutin?"

"Gue janji kalau kita menang nanti, gue ga akan sentuh uang itu sedikit pun. Gue cuma butuh gelar sebagai pemenang"

Reynold mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk dan menatapku yang sedang berdiri tepat di hadapannya.

"I got the title, you got the money"

Ia hanya berdiri diam dan menatapku tanpa mengeluarkan kata sedikit pun. Ekspresinya pun masih sama, datar tanpa senyuman.

"Oke kalau lo ga bisa jawab sekarang, lo bisa hubungin gue di nomor ini. Gue harap gue bisa dengar kata 'ya' dari lo secepatnya karena waktu kita ga banyak" ucapku sambil menyerahkan lipatan kertas dengan nomor teleponku yang sudah tertulis di dalamnya.

Reynold pun tetap berdiri diam sambil menatap kertas yang ada pada tangannya itu sebelum mengalihkan pandangannya kepada perempuan yang kini sudah masuk ke dalam sebuah mobil yang bergerak meninggalkan tempat itu.

DanceMateWhere stories live. Discover now