Step 2

210 32 0
                                    

"Ayolah, Bapak kan udah kenal saya lama"

"Ga bisa, ini kan hari libur. Kalau ketahuan, bisa habis saya" ucap Pak Wahyu yang terus melarangku masuk ke dalam gedung latihan.

"Saya jamin ga akan ketauan, saya bakal tutup mulut rapat-rapat"

Pak Wahyu pun masih terlihat ragu untuk menyerahkan kunci gedung itu kepadaku.

"Saya traktir nasi bakarnya Bu Risma deh besok, ya?"

"Yowes lah. Ini kuncinya, nanti letakkan lagi di laci pos satpam ya"

"Siap!" ucapku sambil mengambil kunci tersebut dari tangan Pak Wahyu.

"Nasi bakarnya seenak itu ya? Sampe satpam langsung mau kasih kunci itu ke lo begitu aja" ucap Reynold kepadaku yang sedang mencari kunci yang tepat untuk membuka pintu ruang latihan.

"Iya, lo mau gue bawain juga?" tanyaku.

"Nggak usah, terima kasih" balasnya.

Sadar akan cahaya yang semakin lama semakin menjauh dariku, aku reflek mengangkat tanganku dan mengarahkan tangan Reynold agar cahaya dari flashlight handphonenya dapat menyinari kunci yang terdapat pada tanganku dengan benar.

"Akhirnya, yuk masuk" ucapku setelah berhasil membuka pintu ruang latihan.

Setelah masuk ke dalam ruangan, aku dan Reynold duduk di tengah ruang latihan yang luas itu.

"Pertama, perlu lo ingat kalau gue nari dengan lo hanya karena lo pilihan Coach Evan dan gue memerlukan posisi juara pada lomba itu"

"Kedua, terima kasih atas respon lo yang cukup lama dan sekarang kita cuma punya waktu kurang dari 1 malam untuk menyusun koreo yang harus diperlihatkan ke Coach Evan besok"

"Masih ada kurang lebih 7 jam sebelum pagi, lebih dari cukup kan?" balasnya sambil melakukan pemanasan.

"Wow gue ga duga lo bisa ngomong segampang itu"

Reynold menghentikan gerakkannya dan kembali menatapku.

"Lo Ballerina kan? Seharusnya lo khawatir sama diri lo sendiri yang harus beralih ke genre yang berbeda"

Aku tersenyum menyeringai dan menyambungkan handphoneku pada speaker yang terdapat pada ruangan itu. Sambil memutarkan lagu Talk Dirty oleh Jason Derulo, aku mulai menunjukkan apa yang dapat ku lakukan di depan pria menyebalkan itu. Matanya pun terus mengikuti gerakanku dari kiri hingga kanan. Cukup ku akui, aku hanya sebatas mengetahui beberapa basic dari hip hop dance yang ku pelajari dari video-video di Youtube. Tapi dari tatapan yang diberikan pria itu, sepertinya ia tidak menduga aku dapat melakukan hal ini.

Setelah lagu berhenti, aku berusaha untuk mengontrol napasku sambil menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.

"Well, gue ga tau seorang ballerina bisa melakukan itu" ucapnya sambil menaikkan kedua bahunya.

Aku pun tersenyum tipis.

"Gue penari, bukan cuma seorang ballerina"

"Let's get started then" Reynold berdiri dari tempat ia duduk semula dan mulai mempersiapkan dirinya.

***

Waktu berjalan dengan cepat, atau sebenarnya waktu berjalan seperti biasanya tapi karena kami sama-sama melakukan hal yang kami sukai maka hal itu sama sekali tidak kami sadari. Matahari sudah kembali menunjukkan sinarnya di luar sana dan kami masih menyempurnakan gerakan demi gerakan yang kami susun bersama.

"God damn it! Udah jam setengah 7, kita harus buruan keluar sebelum ada yang dateng" aku mengambil barang-barangku dan melempar jaket kulit milik Reynold agar kami dapat se-segera mungkin meninggalkan gedung ini.

Tepat sebelum kami menekan tombol lift, kami dapat mendengar suara dari lift sebelah yang menandakan seseorang sedang berada di dalamnya. Dengan cepat Reynold menarikku ke dalam sebuah gudang kecil yang terletak di depan lift sebelum pintunya sempat terbuka. Gudang yang dipenuhi oleh sejumlah barang itu hanya menyisakan sedikit ruang bagiku dan Reynold untuk bersembunyi.

Posisiku yang berada di antara Reynold dan dinding yang terletak di belakangku ini membuatku sedikit sulit untuk bernapas. Jarak yang begitu dekat antaraku dan Reynold juga membuatku merasa canggung.

"Orangnya udah masuk ke ruangan lain, gue rasa kita bisa turun sekarang" bisikku kepada Reynold.

Reynold tetap terdiam dan menatapku dekat. Saat aku hendak menarik tanganku dari genggaman tangannya, ia sama sekali tidak melepasnya. Perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya dengan wajahku hingga bibirnya nyaris menyentuh bibirku. Terkejut akan hal itu, aku spontan mengangkat tanganku dan menamparnya. Pria normal mana yang berani melakukan hal itu kepada seorang perempuan yang baru dikenalnya? Pria ini memang gila, sangat gila.

Aku berusaha berjalan secepat mungkin meninggalkan gedung itu, tapi ternyata langkah kakinya cukup cepat untuk mengejarku.

"Lepasin tangan gue" ucapku tanpa menatap mata Reynold sedikit pun.

"Sorry, gue ga bermaksud"

Dengan menggunakan seluruh tenaga yang terdapat pada tubuhku, aku menarik tanganku secara paksa dari tangan Reynold.

"Mungkin di luar sana ada banyak cewe yang ngejar lo, yang tangannya pengen di pegang sama lo atau bahkan-" ucapanku terhenti tepat sebelum mengeluarkan kata selanjutnya, bayangan akan kejadian tadi hanya membuatku semakin kesal.

"Pada intinya, gue ga sama kayak cewe-cewe itu dan gue ga segampang itu. Jadi, jangan berani-beraninya lo lakuin itu lagi ke gue. Ngerti?"

Dengan cepat aku melangkah masuk ke dalam mobilku, sedangkan pria itu masih berdiri pada posisinya sambil menatap mobil yang ada di depan matanya perlahan pergi meninggalkannya. Setelah bayangnya perlahan menghilang, aku menarik napas panjang dan berusaha untuk mengeluarkan sisa amarah yang masih terdapat di dalam diriku. 

DanceMateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang