Step 2.1

202 31 0
                                    

"Pokoknya gue ga mau ketemu cowo itu lagi!"

"Dia berusaha untuk lakuin itu ke gue begitu aja seolah-olah itu hal kecil, dia kira gue cewe apaan coba?" lanjutku sambil berjalan menuju lobby kampus bersama Katrin di sampingku.

"Ya-"

"-gue ngerti sih di luar sana pasti banyak yang ngejer-ngejer dia dan mungkin mereka semua dengan mudah menerima perlakuan dia yang seperti itu. Tapi kan gue beda, gue bukan cewe-cewe itu. Ya kan?" aku menghentikan langkahku dan menghadap Katrin, menunggu respon yang akan diberikan olehnya.

"Udah kelar ngomongnya?" tanya Katrin.

Aku membalasnya dengan anggukan.

"Gini ya Sa, bagaimanapun juga lo tetap butuh dia untuk memenangkan kompetisi itu. Lo inget kan tujuan lo ikut kompetisi itu apa? Jangan biarinin hal lain di luar itu menganggu pikiran lo atau bahkan memancing emosi lo seperti ini, fokus sama tujuan utama lo"

"Tuh Pak Dedi udah nungguin lo, sekarang lo pergi latihan dan fokus untuk memenangkan kompetisi itu aja. Oke?" Katrin menunjuk mobilku yang sudah terparkir di luar lobby kampus.

Aku menarik napas panjang sebelum membalas Katrin dengan anggukan dan berjalan menuju mobilku.

Sudah hampir 5 kali Reynold berusaha untuk mengirim pesan kepada Carissa dan sudah 5 kali juga ia menghapusnya, ia tidak tau apa yang harus dikatakan kepada perempuan itu. Sedangkan di sisi lain, Ia terus merasa bersalah.

"Woi! Tuh handphone diliatin mulu" cukup terkejut akan kehadiran sahabatnya itu, Reynold dengan cepat mematikan layar handphonenya.

"Pipi kanan lo kenapa merah gitu?" tanya Alex sambil menyentuh pipi Reynold yang sedang berbaring pada bangku yang terletak di taman kampus.

"Gue ditampar"

"Sama siapa?"

"Cewe"

Ucapan Reynold membuat Alex tertawa dengan cukup keras hingga menarik perhatian orang lain di sekitar mereka.

"Berisik ah!"

"Lagian lo ngapain sih? sampe ada yang berani nampar lo gitu"

"Gue berusaha untuk-" ucapan Reynold terhenti, ia memajamkan kedua matanya dan menarik napas panjang.

"Ga penting, gue pergi dulu"

Reynold bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan sahabatnya itu yang masih kebingungan.

"Mau cerita kok setengah-setengah, kayak sinetron aja bersambung" gumam Alex.

***

Di tengah pemanasan yang sedang aku lakukan, pandanganku teralih pada pintu yang terbuka. Secara tidak langsung tatapanku pun bertemu dengan tatapan pria menyebalkan itu. Kami melakukan pemanasan di sisi ruangan yang berbeda sebelum akhirnya Coach Evan memasuki ruang latihan.

"Good evening" ucap Coach Evan dengan semangat.

"Saya tau kamu akan datang" Coach Evan menghampiri Reynold dan menepuk bahunya.

"Silahkan tunjukan apa yang sudah kalian siapkan"

Aku dan Reynold berjalan ke samping ruangan dan mempersiapkan diri kami.

"Hey, sorry okay? Gue akui gue salah" bisik Reynold sambil menahan tanganku yang hendak menekan tombol play pada handphoneku.

"Bukan sekarang waktunya" ucapku sambil menekan tombol play yang membuat lagu Smooth Criminal oleh Michael Jackson dapat terdengar pada ruangan itu.

Saat bagianku dimulai, aku menggerakkan tubuhku sesuai dengan koreo yang sudah disusun semalam. Sampai akhirnya datang bagian kami untuk menari bersama, ia meletakkan kedua tangannya di pinggangku dan tubuhku pun reflek menghindarinya.

Lagu selesai dan kami berdiri tepat di hadapan Coach Evan yang sedang menatap kami tanpa ekspresi apa pun pada wajahnya.

"That's the worst" ucap Coach Evan.

Aku dan Reynold saling menatap satu sama lain, sepertinya ia juga tidak menduga respon seperti itu yang akan keluar dari Coach Evan.

"Saya tidak berbicara mengenai koreo maupun gerakan kalian, dalam waktu yang singkat ini saya memang tidak mengharapkan hal yang terlalu besar tapi kalian tau apa yang jelas dapat terlihat oleh mata saya? There's no chemistry at all"

"Ini adalah dance duo, yang artinya kalian harus menari bersama-sama bukan malah berusaha untuk terlihat lebih unggul dari satu sama lain. Chemistry yang terpenting, karena itu adalah cara kalian dapat terhubung. Bukan hanya dengan satu sama lain tapi juga dengan penonton"

Coach Evan berdiri dari tempat duduknya sambil membawa tasnya.

"Saya tidak akan mulai sebelum kalian bisa menunjukkan itu kepada saya" setelah mengucapkan hal itu, ia meninggalkan ruangan dan juga kami yang masih berdiri diam di dalamnya.

"Ini semua gara-gara lo tau ga?" ucapku ketus kepada Reynold.

"Gue? gue udah berusaha untuk minta maaf tapi lo yang ga mau nerima permintaan maaf itu"

Aku menghentikan langkahku dan menghadap ke arah Reynold yang berada beberapa langkah di belakangku.

"Seandainya memaafkan itu semudah lo mengucapkan kata maaf" ucapku sebelum meninggalkan ruang latihan.

DanceMateWhere stories live. Discover now