Step 6.3

159 23 0
                                    

Satu minggu menjelang persiapan kami ke LA. Semakin dekat dengan hari itu, maka semakin ada rasa tanggung jawab pada diriku untuk melakukan yang terbaik. Karena ini kesempatan yang hanya datang sekali dan tidak akan dapat terulang lagi.

"Ouch!" ucapku dan Reynold secara bersamaan setelah menabrak satu sama lain.

Aku pun dengan cepat membuka kain yang sedari tadi menutup mataku.

"Ini udah kelima kalinya kita nabrak hari ini, apa kita beneran bisa nari dengan ini?" tanyaku sambil membuka kain yang tadi ku gunakan untuk menutup mataku dan meletakannya pada lantai ruang latihan.

"Kalau kamu tanya saya, tentu saja jawabannya bisa" balas Coach Evan sambil turun dari meja yang menjadi tempatnya duduk.

Coach Evan berjalan ke arahku dan Reynold yang sedang duduk di tengah ruang latihan dan mengambil kain kami.

"Pikiran kalian terlalu dilanda kekhawatiran akibat benda ini. Padahal sebenarnya, ini hanya bagian kecil dari penampilan kalian dan bagian terbesarnya ada di sini" ucap Coach Evan sambil menunjuk bagian tengah dadanya.

"Menari itu pakai perasaan, bukan cuma sekedar bergerak"

Aku menarik napas panjang sambil menundukkan kepalaku. Sejak dinyatakan lolos ke tahap selanjutnya, aku sudah tau ini bukan tahap yang biasa dan oleh karena itu, apa yang ditampilkan nanti juga tidak boleh sekedar penampilan yang 'biasa'.

"Sekarang, coba kalian berdiri pada posisi kalian dan pejamkan mata kalian. Kita akan coba mulai lagunya dari awal dan kalian ga perlu menggerakkan tangan kalian terlebih dahulu. Cukup kaki kalian yang bergerak dan rasakan tempat ini"

Aku dan Reynold kembali berdiri pada posisi masing-masing dan memejamkan mata kami. Sambil berkonsentrasi pada alunan musik yang terdengar pada kedua telingaku, aku mulai bergerak ke kiri, kanan, depan dan belakang, sambil membayangkan diriku yang sedang menari di atas panggung melalui pikiranku.

"Kalau kalian sudah cukup yakin, gerakkan tangan kalian" ucap Coach Evan.

Aku pun mulai menggerakkan kedua tanganku, bersamaan dengan kakiku. Hingga akhirnya kami tiba pada bagian dimana kami dapat membuka penutup mata kami dan aku dapat merasakan kedua tangan Reynold pada sisi pinggangku. Kami sama-sama tersenyum lebar, ini pertama kalinya kami berhasil menyelesaikan lagu tanpa menabrak satu sama lain.

"See? Semua bisa karena biasa" ucap Coach Evan yang sedang melipat kedua tangannya sambil tersenyum lebar.

Setelah berhasil menyelesaikan satu putaran lagu, terdengar suara panggilan telepon yang datang dari handphone Reynold.

"Sorry" ucap Reynold sambil berjalan sedikit menjauh dari kami dan mengangkat panggilan teleponnya.

"Apa??" suara Reynold yang tiba-tiba terdengar lebih keras itu membuatku dan Coach Evan reflek menoleh ke arahnya.

***

"Lex, udah seharian lo belum makan. Lo makan dulu gih, Theo sama Juna udah beliin nasi uduk tuh" ucap Ririn sambil menghampiri Alex yang sedang duduk diam dengan tatapan yang tertuju pada papan kayu di hadapannya.

"Gue ga laper"

"Ga mungkin. Udah sana, biar gue yang jaga dulu di sini" Ririn pun akhirnya berhasil membuat pria itu beranjak dari tempat duduknya.

Langkah kaki Alex dan Ririn pun sama-sama terhenti ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya.

"Lo mau?" tanya Alex sambil menawarkan sekotak nasi uduk yang sedang dipegangnya.

"Ga usah gapapa, gue udah makan tadi" balas Reynold yang sedang duduk pada bangku kayu yang sama dengannya.

"Sorry gue ga datang lebih awal"

DanceMateWhere stories live. Discover now