Step 5.2

162 21 1
                                    

Satu hari menjelang hari perlombaan besok, kami pun kembali melakukan rehearsal.

"Itu dia orangnya, yuk kita langsung berangkat" ucap Coach Evan sambil menatapku yang baru saja keluar dari lift.

Di sampingnya sudah ada Reynold yang terlihat sangat cuek, bahkan tidak sekalipun ia mendaratkan tatapannya padaku. Hal itu terus dilakukannya, bahkan hingga kami tiba di tempat rehearsal. Setelah bertemu di atas panggung, aku meletakkan tanganku di tengah dan beberapa saat kemudian Reynold juga melakukan hal yang sama. Lagu dimulai dan kami bergerak mengikuti irama.

Sepanjang lagu berputar aku terus melakukan kesalahan, begitu juga dengan Reynold. Bahkan kami tidak sengaja menabrak satu sama lain. Hingga akhirnya, lagu berakhir dan aku meninggalkan panggung dengan perasaan yang jauh lebih kacau.

Saat melihat raut wajah Coach Evan yang sudah menunggu di bawah panggung, aku tau ia akan memberi kritik terhadap kesalahan yang kami buat satu hari sebelum perlombaan berlangsung dan jelas, itu merupakan hal yang fatal.

"Kacau, satu kata itu dapat menjelaskan penampilan sekaligus perasaan kalian" ucap Coach Evan sambil meletakkan kedua tangannya di samping pinggangnya.

"Sebenarnya ada apa sih? tidak ada yang salah dengan panggung itu, tidak ada yang salah dengan persiapan kita, semua itu pasti datang dari dalam diri kalian kan?"

Aku hanya dapat menundukkan kepalaku, aku tidak bisa menatap kedua mata Coach Evan yang sedang membara itu.

"Itu mengapa saya bilang ke kalian untuk memiliki koneksi yang secukupnya dan tidak terlalu dalam karena akibatnya akan seperti ini"

"Coach, kami-"

Coach Evan mengangkat tangannya tepat di depan wajah Reynold, menandakan bahwa ia tidak ingin mendengar kata apapun yang akan keluar dari mulutnya.

"Selesaikan dulu masalah kalian hingga hati kalian siap untuk kembali berdiri di atas panggung" ucap Coach Evan sebelum meninggalkan kami.

Setelah Coach Evan pergi meninggalkan kami di bawah panggung, Reynold duduk pada salah satu kursi yang akan terisi oleh penonton besok. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. 

"Rey-"

"-gue cuma butuh waktu sendiri"

Mendengar ucapannya, aku berdiri dengan perlahan dari tempat dudukku dan meninggalkannya seorang diri di sana.

Langit kembali menjadi gelap dan aku pun sudah kembali pada kamar hotelku. Hatiku tetap terasa berat, semuanya terasa berantakan dan salah. Sedangkan besok, siap tidak siap kami tetap harus berdiri di atas panggung.

Aku berdiri dari tempat tidurku dan keluar dari kamar hotelku. Sambil berdiri di depan pintu kamar hotel Reynold yang terletak tepat di samping kamarku, aku sedikit ragu untuk mengetuk pintu kamarnya. Aku memejamkan kedua mataku dan menarik napas panjang, sebelum akhirnya kembali mengangkat tanganku untuk mengetuk pintu kamarnya.

Di saat yang bersamaan, pintu itu terbuka dan membuatku secara langsung menatap Reynold yang sedang berdiri tegap di hadapanku.

***

Sambil duduk bersebelahan pada kursi kayu yang terdapat di taman, aku tidak dapat berhenti menggerakkan jari-jariku. Otakku juga terus berputar, memikirkan cara untuk memecahkan situasi yang canggung ini.

"Gue minta maaf" ucapku memecahkan keheningan.

"Ga seharusnya gue nampar lo semalam" lanjutku sambil berusaha menatap Reynold yang duduk di sampingku.

"Seharusnya gue juga ngomong itu ke lo tapi gue rasa kata-kata lo kemarin sudah cukup menjelaskan kalau lo ga mau mendengar kata tersebut keluar dari mulut gue" balas Reynold dengan tatapannya yang masih berpandangan lurus ke depan.

DanceMateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang