Step 3.2

167 23 0
                                    

Selama dua hari aku memikirkan alasan yang tepat untuk berbicara kepada Coach Evan mengenai acara yang akan berlangsung besok dan pada akhirnya, aku pun menyerah dan memutuskan untuk mengatakan yang sesungguhnya. Mengenal sifat Coach Evan, aku tau ia akan menganggapku tidak professional karena tidak mengutamakan latihan yang cukup penting ini dan malah memilih untuk pergi ke acara itu tapi, aku sudah siap menerima segala kritikan darinya.

"Okay, kita lanjut besok ya" ucap Coach Evan, mengakhiri latihan pada hari itu.

Aku menarik napas panjang dan mengumpulkan keberanianku untuk berbicara kepada Coach Evan.

"Umm Coach-"

"-Coach Evan, ada yang ingin saya bicarakan" Reynold memotong ucapanku dan memanggil Coach Evan terlebih dahulu.

"Ada apa?" tanya Coach Evan sambil memasukkan handphone dan buku catatan kecil ke dalam tas berwarna abu-abu polos miliknya.

"Sepertinya saya ga bisa ikut latihan besok, ada urusan penting" kebetulan yang datang tepat pada waktunya!

Coach Evan menatapnya untuk beberapa saat tanpa memberikan tanggapan apapun.

"Melebihi pentingnya latihan ini?" tanya Coach Evan sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Umm bukannya begitu tapi-"

"-Just kidding. Ga masalah, kita bisa ambil satu hari untuk istirahat" Coach Evan menepuk bahu Reynold sebelum keluar dari ruang latihan.

Aku pun berlari menghampiri Reynold dan menepuk lengannya pelan.

"You saved my life!" ucapku sebelum kembali berlari menuju pintu keluar.

***

"Lo di mana? Gue udah di parkiran" ucap Reynold sambil bersandar pada sebuah mobil.

"Oke, gue ke sana sekarang"

Setelah menutup panggilan teleponnya, Reynold pun berjalan ke arah gerbang kedatangan dan menunggu sosok yang akan ia jumpai sebentar lagi.

"Martin!" panggil Reynold sambil melambaikan tangannya.

"Hey! Sejak kapan lo jadi lebih tinggi dari gue" pria dengan tinggi yang hampir sama dengan Reynold itu menghampirinya dan memeluknya.

"Kok lo sendirian?" tanya Reynold.

"Sebentar lagi juga mereka keluar" balas Martin sambil menunjuk kedua orang yang berjalan di belakangnya.

"Reynold!" teriak seorang wanita sambil berjalan ke arah Reynold dan memeluknya dengan erat.

"Kamu parkir di mana? Ada banyak yang harus kita siapkan, kita harus cepat" lanjut seorang pria yang berdiri di belakang wanita itu.

Setelah mengaitkan pengait pada heelsku, aku kembali memeriksa riasan pada wajahku melalui kaca yang terletak di ruang rias.

"Kamu berangkat sama mama papa atau Andrew?" tanya papa sambil memilih dasi dari sebuah laci yang berisikan koleksi dasi dengan berbagai varian warna.

"Sama mama papa aja" balasku sambil mengoleskan lipstick pada bibirku yang masih polos.

"Kok tumben? Kalian lagi berantem ya?" tanya mama yang sedang membantu papa memakai dasinya.

Gerakan tanganku pun terhenti, aku tau mereka akan melontarkan pertanyaan itu.

"Nggak, lagian nanti juga bisa ketemu di sana"

"Kamu baik-baik sama Andrew ya. Jangan bikin dia kesal atau marah, ingat keluarga mereka itu salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan papa, jangan sampai-"

DanceMateWhere stories live. Discover now