Step 6.4

158 22 1
                                    

Satu hari sebelum keberangkatan kami ke LA, semuanya terasa semakin nyata. Hal yang ku impikan sejak aku masih memakai seragam sekolah kini sudah ada di depan mata.

"Coach, saya boleh tanya?" ucapku kepada Coach Evan yang sedang merebahkan tubuhnya di tengah ruang latihan bersamaku dan juga Reynold.

"Sejak kapan saya melarang kalian untuk bertanya? Tentu saja boleh"

"Ummm....Coach kenapa kasih kita kesempatan untuk menempati posisi ini? Saya yakin masih banyak kandidat lainnya yang lebih layak dari kami"

"Jawabannya simpel" balas Coach Evan sambil meletakan tangannya di balik kepalanya.

"Kalian dilahirkan untuk menari, saya bisa liat itu dari dalam diri kalian"

Coach Evan bangkit dari posisinya, begitu juga dengan kami.

"She got the feel, he got the power. It's a perfect combination" ucapnya sambil menunjukku, lalu Reynold.

Coach Evan meletakkan tangannya di tengah kami, aku dan Reynold pun menumpuk tangan kami di atas tangannya.

"Let's dance!"

Sepulangnya dari latihan hari ini, aku memasukkan beberapa setel pakaian yang akan ku bawa ke LA besok ke dalam sebuah koper berukuran besar.

"Masuk" ucapku setelah mendengar suara ketukan yang datang dari pintu kamarku.

"Permisi Non, ada yang bisa Bibi bantu?" ucap Bi Isti sambil berjalan masuk ke dalam kamarku.

"Ga perlu Bi, udah mau selesai kok" balasku.

"Ah kalau gitu, ini ada sesuatu dari Bibi dan Pak Dedi"

Bi Isti menyerahkan sebuah cardigan berwarna hitam polos kepadaku.

"Ini.."

"Kami dengar di sana cukup dingin, Non pakai ya jangan sampai masuk angin. Maaf kami ga bisa beli baju-baju bermerk seperti yang ada di lemari Non"

Aku memakai cardigan tersebut dan memeluk Bi Isti yang sedang tersenyum sambil memandangku.

"Makasi ya Bi, ini udah lebih dari cukup"

"Sama sama Non, semoga diberkati dan bisa menang ya" ucap Bi Isti sambil memelukku.

***

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, aku mengeluarkan koper beserta sebuah tas berukuran kecil ke ruang tamu. Sambil menunggu mobil yang sedang disiapkan oleh Pak Dedi, aku duduk pada meja makan dengan sebuah kertas dan juga pena pada tanganku.

Halo ma, pa. Waktu mama sama papa baca surat ini, mungkin Carissa udah sampai di LA. Tapi, Carissa cuma ingin mama sama papa tau kalau Carissa lakuin ini karena Carissa udah cukup besar untuk menentukan apa yang baik untuk diri aku sendiri. Maafin Carissa udah ngelakuin hal yang ga seharusnya Carissa lakuin ke papa dan mama. Tunggu aku pulang dan bawa medali beserta gelar itu ya ma, pa.

With Love,
Carissa Leandra

"Non, mobilnya sudah siap" teriak Pak Dedi dari depan pintu.

"Oke" aku meninggalkan surat tersebut di atas meja makan dan menarik koperku keluar dari rumah.

Sesampainya di bandara, aku dikejutkan dengan kehadiran sejumlah wartawan yang langsung mengerumuniku.

"Carissa, gimana persiapannya untuk lomba ini?"

"Carissa bisa deskripsikan perasaan kamu saat ini?"

Sejumlah pertanyaan dilontarkan kepadaku, aku yang terlalu dibuat terkejut akan keadaan itu pun hanya dapat menundukkan kepalaku sambil berusaha untuk berjalan masuk.

"Permisi, maaf" Coach Evan yang tiba-tiba sudah ada di sampingku membantuku untuk berjalan masuk selagi wartawan-wartawan itu dicegat oleh security bandara.

"Crazy, right?" ucap Reynold yang sudah berada di dalam.

Aku mengangguk penuh setuju.

"Kalian harus terbiasa dengan hal itu" ucap Coach Evan sambil merapikan bagian kerah bajunya yang sedikit berantakan akibat kerumunan tadi.

"Kita udah bisa masuk sekarang kan?" tanya Reynold.

"Bisa. Tapi sebelum itu, sepertinya ada yang ingin bertemu dengan kalian" ucap Coach Evan sambil memandang ke arah belakang kami.

Reynold dan aku sama-sama membalik tubuh kami, melihat sosok yang berdiri di belakang kami.

"Kalian... kok bisa ada di sini?" tanya Reynold sambil menghampiri rekan-rekan satu teamnya yang sudah berdiri di belakang kami.

"Captain kita mau ke tahap internasional masa kita ga anterin sih" ucap Juna sambil merangkul Reynold.

"Lain kali, bawa kita ke sana juga ya" lanjut Theo.

"Rey, bawa pulang cewe bening satu buat gue ya" ujar Alex dari belakang Theo.

"Kayak ada yang mau aja sama lo" gumam Ririn.

"Mau lah, ganteng gini"

Aku yang mendengar percakapan mereka dari belakang pun ikut tertawa. Ririn yang sadar akan kehadiranku di sana berjalan menghampiriku.

"Good luck ya" ucap Ririn sambil mengulurkan tangannya ke arahku.

"Thank you" balasku sambil menjabat tangannya.

"Rey, udah akur tuh. Tinggal pilih aja mau yang mana" ucap Alex dengan volume suara yang sengaja dibesarkan agar aku dan Ririn yang berdiri di depan mereka dapat mendengarnya.

"Udah tau lah Reynold pasti pilih-"

"-kayaknya kita udah harus masuk, duluan ya semuanya!" Reynold berjalan menghampiriku dan menarik lenganku masuk ke dalam gerbang keberangkatan.


Setelah berada di atas awan untuk cukup lama, akhirnya aku dapat melangkah keluar dari pesawat dan menghirup udara segar LA. Reynold yang sebelumnya berada selangkah di belakangku pun ikut berdiri di sampingku.

"Here we are" ucapnya sambil merangkulku.

Perjalanan kami di LA dimulai di sini.

DanceMateWhere stories live. Discover now