Step 2.3

185 30 0
                                    

Semakin aku memikirkan International Dance Competition, Coach Evan dan juga pria menyebalkan itu, maka semakin rumit pikiranku. Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan dan aku juga tidak tau apa yang salah dengan diriku.

Lamunan di siang bolong itu terpecahkan akibat suara klakson mobil yang tiba-tiba berhenti di depanku.

"Ayo naik" ucap Coach Evan dari kursi pengemudi sambil menurunkan kacamata hitamnya.

"Coach? Ngapain ke sini?" tanyaku yang masih tidak percaya akan apa yang dilihat oleh kedua mataku.

Tak lama setelah itu, kaca belakang mobil itu juga diturunkan dan aku dapat melihat Reynold yang sedang tersenyum simpul kepadaku.

"Ini kita mau ke mana ya?" tanyaku setelah 30 menit berada di dalam mobil tanpa penjelasan sedikit pun.

"Gue juga ga tau, tiba-tiba Coach Evan jemput gue dari kampus dan suruh gue masuk ke dalam mobil"

Coach Evan menatap kami melalui kaca spion dalam sambil tersenyum.

"Nanti kalian juga tau"

Rasanya aku hampir mati penasaran berada di dalam mobil selama 3 jam. Sampai akhirnya kami mulai memasuki kawasan hutan dan mobil itu akhirnya berhenti. Aku turun dari mobil dan melihat ke sekeliling, hanya ada pepohonan di sekitarku.

"Seriusan deh ini kita mau ngapain sih? Saya lagi ga diculik kan?" tanyaku yang mulai panik.

"Buat apa saya culik kalian sampai sejauh ini? Buang-buang bensin aja" ucap Coach Evan yang masih belum turun dari mobilnya.

"Ini" Coach Evan melempar sebuah duffle bag berukuran sedang kepada Reynold.

"Kalian turun sedikit dari sini dan di bawah sana ada tenda-tenda yang sudah didirikan. Tenda kalian ada di nomor 12A dan 12B, saya akan jemput kalian besok pagi. Silahkan nikmati udara segar ini" ucap Coach Evan sebelum memutar roda setirnya dan meninggalkan kami yang masih berdiri diam di sana.

"He's crazy, isn't he?" ucapku.

Reynold hanya membalasku dengan menaikkan kedua bahunya.

"Jadi maksudnya kita turun ke sana?" tanyaku sambil menunjuk sebuah tangga yang terlihat cukup berbahaya. Bahkan aku tidak tau apa hal ini bisa disebut sebagai 'tangga' karena bentuknya yang kecil dan juga sempit itu hanya memberikan sedikit ruang untuk menapakkan kaki kami.

Reynold yang sudah berjalan lebih awal dariku kembali menghadapkan tubuhnya ke arahku, melihatku yang masih ragu untuk mengambil langkah untuk turun. Ia mengulurkan tangannya dan sedikit mengangkatnya untuk menyesuaikan dengan posisiku yang berada beberapa langkah lebih atas darinya. Aku pun meletakkan tanganku pada tangan besarnya itu hingga aku merasakan genggaman tangan yang cukup kencang. Genggaman itu membuatku merasa lebih aman ketika mengambil langkah demi langkah untuk turun.

"Di dalam sini ada sweater, tshirt dan juga celana training, lo bisa ambil dulu untuk mandi" ucap Reynold sambil menyerahkan duffle bag yang diserahkan oleh Coach Evan kepadanya tadi.

"Lo duluan aja, gue mau istirahat sebentar di dalam tenda" balasku sambil membuka tendaku.

Setelah membuka tenda itu, aku merebahkan tubuhku pada sleeping bag yang terletak di dalamnya. Aku tidak pernah merasakan rasanya berada di tempat seperti ini sebelumnya. Tapi, sejauh ini aku merasa cukup nyaman. Berada dekat dengan alam, menghirup udara segar, sesuatu yang tidak dapat ditemukan pada kehidupan sehari-hariku.

Tak terasa sudah cukup lama aku berada pada posisi itu, matahari pun sebentar lagi akan mulai terbenam. Tapi pria itu masih belum juga kembali, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menghampirinya dan mengambil peralatan mandi darinya sebelum langit gelap.

DanceMateWhere stories live. Discover now