Step 7.2

156 24 0
                                    

1 hari menjelang perlombaan kami. Ketimbang merasa gugup, semua ini terasa tidak nyata bagiku. Rasanya aneh, aku kembali mempertanyakan alasan mengapa aku dapat berada pada titik ini. Apa aku layak? Apa aku pantas berada di sini? Semua itu menjadi pertanyaan bagi diriku sendiri.

Sambil berjalan keluar dari lobby hotel, aku terus menatap sepasang sepatu yang sedang ku kenakan. Hingga terdengar suara klakson mobil yang terasa sangat dekat denganku. Suara itu membuatku terkejut dan spontan melangkah mundur sambil mengalihkan pandanganku ke arah sebuah mobil sport yang sudah ada di depanku.

Perlahan, bagian rooftop mobil itu terbuka dan di dalam sana sudah ada Reynold dengan kacamata hitamnya.

"Naik" ucapnya, berusaha terlihat keren.

Aku tertawa melihat aksi yang sama sekali tidak cocok diperankan olehnya.

"Lo ngapain?" tanyaku.

"Mending lo naik dulu, panas nih" balasnya sambil berusaha menghindari cahaya matahari yang secara langsung menyorotnya.

Aku membuka pintu mobil itu dan menempati kursi yang terletak di sampingnya.

"Tunggu, arah ke tempat latihan kan ke sana. Ini kita mau ke mana?" tanyaku kepada Reynold yang sedang memegang roda setir dengan santai.

"Cari suasana baru buat latihan"

"Are you crazy? Ini kan udah H-1"

"Tenang, gue udah minta izin sama Jane dan Coach Evan juga langsung setuju"

"Tapi kan-"

"-udah, enjoy aja oke?" balasnya sambil menambah kecepatan mobilnya.

Rooftop mobil yang terbuka ini membuatku dapat menikmati hembusan angin segar yang secara langsung terasa pada wajahku. Aku melihat pemandangan yang berada di sekelilingku dan mengangkat kedua tanganku.

"WOOOOO!" teriakku dengan penuh semangat.

Reynold pun menertawanku dari samping. Setelah itu, ia juga ikut mengangkat tangannya dan berteriak.

"Fokus" ucapku sambil mengembalikan tangannya ke roda setir dengan cepat.

***

Setelah tiba pada sebuah pantai, aku dan Reynold sama-sama melepas sepatu kami. Aku terlebih dahulu berlari mendekati tepi pantai. Tapi saat melihat ombak yang mulai mendekatiku, aku kembali berlari menghindarinya. Tubuh Reynold yang berada tepat di belakangku itu menghalangi langkahku. Ia menarikku dekat menuju air yang perlahan menghampiri kami. Dinginnya air yang membasahi kaki kami membuat kami sama-sama berteriak.

Sambil mendengarkan alunan lagu yang akan digunakan pada babak final besok melalui airpods yang terpasang pada salah satu telinga kami, aku dan Reynold mulai menggerakkan tubuh kami. Aku berlari ke arahnya yang sudah siap untuk mengangkatku. Reynold meletakkan tangannya pada pinggangku dan aku pun meletakkan tanganku pada kedua bahunya. Ia mengangkatku dan memutarku dengan perlahan, semua itu terasa berbeda dibanding dengan latihan pertama kami. Salah satu alasannya adalah, karena aku jauh lebih memercayainya sekarang.

"Gimana perasaan lo?" tanya Reynold yang sedang duduk di sampingku.

"Ntah, rasanya gue mulai mati rasa" balasku sambil menatap ombak yang berada jauh di depanku.

"Lo sendiri?"

"Well, gue rasa sama kayak lo"

"Tapi sekarang, ada yang beda dari pandangan gue terhadap perlombaan ini"

Aku mengalihkan pandanganku kepadanya.

"Apa?"

"Dulu, gue mengikuti lomba ini dengan tujuan untuk memenangkannya dan mendapatkan hadiah uang itu buat beli tempat latihan baru dan bantuin keadaan ekonomi team gue tapi sekarang, gue cuma ingin menikmati perlombaan ini dan menciptakan memori yang bisa gue ingat sepanjang hidup gue"

"Semua itu karena lo" lanjutnya sambil menatapku.

"Gue?" tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri.

"Iya"

"Lo bikin gue sadar betapa dalamnya rasa cinta gue terhadap menari dan lo juga menjadi salah satu alasan gue untuk tidak akan pernah berhenti menari selama tubuh ini masih memperbolehkan gue untuk menari"

Aku menundukkan kepalaku sambil tersenyum tipis.

"Semua itu udah ada di dalam diri lo sejak awal, gue cuma bantu lo untuk menemukannya" balasku.

"Sa, janji sama gue"

Aku kembali mengangkat kepalaku dan menatapnya.

"Kita akan sebisa mungkin menikmati penampilan terakhir kita di atas panggung itu dan apa pun yang terjadi besok, ga akan menghentikan kita dari menari"

Aku mengangkat kelingkingku dan mengaitkannya pada kelingking Reynold.

"Janji" balasku.

Kami tersenyum tipis, matahari pun mulai terbenam di depan sana. Pemandangan itu terasa indah, layaknya sebuah lukisan yang ingin ku bingkai dan simpan selamanya.

Setelah kembali ke kamar hotelku, aku mengistirahatkan kakiku dengan sebuah ice pack di atasnya. Aku membuka handphoneku yang sejak siang tadi tidak ku buka, sejumlah notifikasi pun mulai bermunculan.

Katrin sent you a video

Aku menekan tombol play pada video tersebut.

"Hi sahabat gue yang sedang berjuang di sana! I just want to say that I'm so proud of you, no matter what the result is lo tetap seorang penari yang hebat di mata gue. Gue bakal tetap berdoa dari sini sampai lo bawa pulang medali itu"

Aku tersenyum tipis, sudah lama aku tidak mendengar suara sahabatku itu dan tentu saja aku merindukannya.

"Oh ya, ada yang mau ngomong nih"

Katrin berdiri dari tempat duduknya dan mengarahkan layar handphonenya ke arah lain.

"Hai Carissa, ini mama dan papa"

Video yang menunjukkan wajah kedua orangtuaku itu membuatku terkejut.

"Selama beberapa bulan ini rasanya mama sudah gagal menjadi seorang ibu yang baik, yang dapat mendukung setiap langkah kehidupan anaknya sendiri. Tapi mama janji, mama ga akan menentang kamu lagi dan akan terus mendukung setiap langkah yang akan kamu ambil dari kehidupan kamu. Jadi, lakukan apa yang dapat membuat kamu bahagia"

Aku mengangguk dengan sendirinya, ada air mata yang mulai membasahi mataku.

"Pa, ngomong dong" ucap mama sambil menyikut papa yang sedang duduk di sampingnya.

"Ya pokoknya apa yang papa ingin ucapkan ke kamu sama seperti yang sudah diucapkan oleh mama tadi. Kamu baik-baik disana ya, jaga kesehatan dan.... Papa bangga sama kamu"

Kamera kembali bergerak dan menunjukkan wajah Katrin yang juga masuk ke dalam frame.

"Good luck Carissa!"

dan video itu pun berakhir.

Rasanya berada pada titik ini saja hidupku sudah lengkap. Dapat melakukan hal yang aku sukai dengan dukungan dari orang-orang yang ku cintai, semua ini terasa sempurna. Aku menghapus air mata yang membasahi pipiku sambil menatap wajah ketiga elemen penting dari hidupku yang masih berada pada layar handphoneku.

"Gue bakal menangin ini, buat kalian" 

DanceMateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang