Step 3.5

156 29 0
                                    

"Okay, sebelum ending pose saya mau kalian melakukan angel lift. Ingat Carissa, posisi kamu harus tepat karena kalau tidak, kamu bisa kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari bahu Reynold"

"Okay Coach" balasku sambil bersiap-siap untuk melakukan angel lift dengan Reynold.

"and... angel lift!"

Setelah aba-aba itu, aku memutar tubuhku dan Reynold mengangkatku hingga ke bahunya. Aku pun merentangkan kedua tanganku dan turun dari bahu Reynold. Tepat saat kakiku menyentuh lantai ruangan itu, rasanya ada yang salah.

"Ah!" kaki kananku kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjatuh jika Reynold tidak memegang lenganku dengan cepat.

"Lo gapapa?" tanya Reynold khawatir.

Aku menggelengkan kepalaku sambil kembali berdiri dengan tegak.

"Saya rasa cukup untuk latihan hari ini, kalian istirahat yang cukup ya" ucap Coach Evan.

Aku pun duduk di sudut ruangan sambil memijat pergelangan kakiku dengan perlahan. Sambil melakukan hal itu, aku mendengar suara notifikasi dari handphoneku.

Pak Dedi : Non, saya masih terjebak macet habis jemput Bapak dari tempat seminar.

Aku menghela napas panjang sebelum mengetik balasan untuk Pak Dedi.

Yasudah gapapa Pak, saya bisa pulang sendiri.

Setelah memberi balasan untuk Pak Dedi, aku membuka daftar kontakku dan melihat nama Andrew di paling atas daftar itu. Ntah mengapa aku merasa ragu untuk menekan tombol yang dapat menghubungkanku dengan Andrew melalui panggilan telepon. Hingga akhirnya aku menutup handphoneku dan tatapanku tertuju pada pria yang sedang berada di hadapanku.

"Rey" panggilanku membuat Reynold menghentikan gerakkannya.

"Ya?" balasnya sambil menghadap ke arahku.

"Abis ini lo ada urusan ga?"

"Nggak sih, memangnya kenapa?"

"Umm, bisa antar gue pulang?"

"Pacar lo emang ke mana?" tanya Reynold sambil berusaha menghindari tatapanku.

"Ga perlu gue tanya juga gue yakin dia lagi sibuk. Ayolah, anterin gue pulang ya?" ucapku sambil berusaha memasang ekspresi memelas.

"Okay fine, tapi kita beli es krim dulu ya di minimart sebelah"

"Sip!" dengan antusias aku berdiri dari tempatku duduk.

Setelah satu setengah jam menunggu di samping tempat itu, Ririn mulai menguap karena bosan. Ia memutar lehernya ke kiri dan kanan untuk melakukan sedikit peregangan dan pandangannya kembali tertuju pada Reynold yang sedang berjalan keluar dari tempat itu. Senyumannya pun kembali setelah melihat pria itu. Tapi, tak membutuhkan waktu lama bagi senyumannya itu untuk menghilang setelah melihat perempuan yang ada di samping pria itu.

"Nih" Reynold menyerahkan sebuah es krim kepadaku setelah kami keluar dari minimart yang terletak di samping tempat latihan kami sehari-hari.

"Nggak ah udah malam, lagian sebentar lagi juga udah mau hari lomba kita" balasku, menolak pemberian es krim dari Reynold.

"Oh c'mon, badan lo tuh seenteng kapas tau ga. Gue sampe takut lo terbang kebawa angin setiap kali gue lakuin dance lift"

Aku hanya dapat menertawakan ucapannya yang terkesan berlebihan itu.

"Nih" Reynold meletakkan es krim tersebut pada tangan kananku. 

Aku terus menatap es krim itu dengan penuh keraguan untuk membukanya.

"Udah sih makan aja, kalau gue masih bisa angkat lo itu tandanya ga akan ada masalah"

Aku tetap terdiam dan tidak membuka es krim tersebut.

"Mau bukti?"

"Bukti?" tanyaku bingung.

Reynold mengangkatku dari tempatku berdiri hingga membuatku reflek berteriak.

"Oke oke gue makan"

Mendengar ucapanku yang sudah menyerah itu, Reynold akhirnya menurunkanku hingga aku duduk di atas motornya. Aku menikmati es krim itu sambil menertawakan sejumlah hal dengan Reynold. Tak membutuhkan waktu lama bagi es krim itu untuk habis dilahap olehku. Setelah menghabiskan waktu yang singkat namun manis itu, Reynold melepas jaketnya dan meletakannya di sekitar tubuhku.

"Angin malam bisa bikin lo sakit" ucapnya sebelum naik ke atas motornya.

Aku pun memakai jaket itu beserta dengan helm yang baru saja diberikan olehnya. Reynold sedikit menolehkan kepalanya ke samping hingga aku dapat kembali menatapnya.

"Ada apa?" tanyaku.

Reynold mengambil kedua tanganku dan meletakannya di sekitar pinggangnya, membuatku secara tidak langsung memeluknya dari belakang.

"Gue takut kapas gue terbang" ucapnya meledekku.

Momen itu terasa manis dan mendebarkan bagi sepasang manusia itu tapi, tidak bagi seorang perempuan yang sedari tadi menatapnya secara diam-diam dari balik dinding besar. Ada rasa tidak percaya sekaligus kecewa yang dirasakannya saat melihat pria yang selama ini menjadi penghuni hatinya itu.

Setelah berada di atas motor cukup lama sambil berusaha menahan jantungku yang berdetak dengan cepat tak karuan akibat jarak antaraku dan Reynold yang terlalu dekat, akhirnya kami sampai di depan rumahku. Tidak ada tanda-tanda bahwa kedua orang tuaku sudah tiba di rumah.

"Thanks ya" ucapku sambil menyerahkan helm dan jaket milik Reynold.

"Umm kalau gitu, gue masuk dulu"

"Eh tunggu" Reynold menghentikan langkahku sebelum aku hendak berjalan ke dalam halaman rumahku.

"Weekend ini.. lo ada acara ga?" tanya Reynold.

"Umm, ada kelas ballet sampai jam 11 siang tapi selebihnya gue ga ada acara apa-apa sih. Memangnya kenapa?" aku bertanya balik kepada Reynold.

"Gimana kalau kita jalan? Ya anggap aja buat refreshing biar kita ga terlalu terbebani sama lomba yang akan berlangsung beberapa hari lagi"

"Sure, why not?" aku menyetujui ajakannya tanpa berpikir panjang.

"Okay kalau gitu gue jemput lo di depan Belle jam 11 ya?"

Aku mengangguk dan membalik tubuhku untuk kembali melangkah masuk ke dalam pagar rumahku.

Setelah perempuan yang ada di hadapannya itu mulai menghilang dari kedua matanya, Reynold pun tidak bisa menahan rasa senangnya lagi. Rasanya ia kembali menjadi seorang anak berusia 5 tahun yang baru saja mendapatkan mainan kesukaannya, perasaan yang sudah lama tidak dirasakannya lagi.

DanceMateWhere stories live. Discover now