Step 3.3

157 27 0
                                    

"Good morning" sapa seorang wanita yang tak lain adalah ibu dari Reynold.

Terbiasa tinggal sendirian dalam rumah yang besar itu selama beberapa tahun, Reynold merasa cukup aneh melihat kondisi rumahnya yang kini juga ditempati oleh 3 orang lainnya.

"Nih, sarapan dulu" sepiring roti yang dilengkapi dengan telur dan irisan tomat diletakkan di hadapan Reynold.

"Kalian... sampai kapan di sini?" tanya Reynold dengan perlahan.

"Kamu mau ngusir kita?" tanya ayahnya itu yang sedang membaca artikel sambil duduk di sudut meja.

"Bukannya gitu, cuma mau tau aja" balas Reynold sambil mengangkat roti dari piringnya.

"Sabtu ini sayang, kamu bisa antar ke bandara lagi kan?"

"Bisa kok"

"Lo ga malam mingguan?" tanya Martin yang baru saja menempati tempat duduk di samping Reynold.

"Apaan sih lo"

Setelah menghabiskan sarapan hangatnya itu, Reynold berdiri dari tempat duduknya dan pamit kepada kedua orang tuanya serta kakaknya itu untuk pergi ke kampus.

"Reynold" panggil ibunya sebelum Reynold membuka pintu rumahnya itu.

"Ada apa ma?"

"Nanti sore kamu ada latihan lagi?"

Reynold membalas pertanyaan ibunya dengan sebuah anggukan.

"Ini kamu bawa, yang satu kamu kasih Carissa ya"

"M...mama tau dari mana?"

"Martin kasih tau mama kemarin, udah kamu cepetan berangkat gih jangan sampai telat"

Martin, pria itu memang tidak pernah bisa menjaga rahasianya sejak ia masih kecil.

***

"Akhirnya selesai juga koreo kita" ucap Juna sambil merebahkan dirinya di atas lantai ruang latihan.

"Asik ada makanan, bagi ya"

Dengan cepat Reynold memukul tangan Theo sebelum ia sempat mengambil sebuah makanan yang sudah disiapkan oleh ibunya pagi tadi.

"Bukan buat lo" ucap Reynold sambil kembali memasukkannya ke dalam tasnya dan menutupnya dengan rapat.

"Pelit amat sih lo, kan ada dua. Lo mau kasih ke siapa hayooo?" tanya Theo sambil memegang dagu Reynold.

"Apaan sih, buat gue makan sore nanti!" Reynold menyingkirkan tangan Theo dari dagunya.

Ririn pun menatap Reynold dari sudut ruangan. Tingkah laku sahabatnya itu belakangan ini membuatnya semakin yakin kalau ada seorang perempuan yang berhasil memikat hati pria itu.

Melihat suasana yang sedang kondusif, Reynold menggunakan kesempatan itu untuk mengatakan hal yang selama ini ia sembunyikan dari sahabat-sahabatnya itu.

"Guys, ada yang pengen gue omongin" ucapan Reynold berhasil menarik perhatian seluruh anggota Golden Crew.

"Apa? Ngomong aja" balas Juna sambil bangkit dari posisi rebahannya.

"Sebenarnya gue-"

"-guys, nenek gue udah sadarin diri!" ucap Alex yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.

"Seriusan lo?" dengan cepat mereka menghampiri pria yang sedang berdiri di depan pintu itu.

"Lo.. mau ngomong apa?" tanya Ririn dengan perlahan sambil menghampiri Reynold yang sedang menatap anggota-anggotanya itu dari belakang.

"Gapapa, lain kali aja" balas Reynold sambil tersenyum tipis.

Sejak pertemuanku dan Reynold yang sangat tidak terduga pada acara kemarin itu, aku merasa sedikit canggung untuk bertemu dengannya. Fakta bahwa Reynold merupakan bagian dari keluarga Ganendra datang bagaikan petir bagiku.

"Ouch!" ucap Reynold sambil memegang kakinya.

"Sorry, sorry" lamunan tadi membuatku tidak sengaja menginjak kaki Reynold pada salah satu bagian dari koreo kami.

"Carissa, fokus" ucap Coach Evan yang sedang mengamati kami dari depan.

Latihan hari ini pun berakhir cukup malam akibat aku membuat beberapa kesalahan yang membuat kami harus mengulang koreo kami dari awal.

"Are you okay?" tanya Reynold sambil duduk di sampingku.

Aku mengangguk pelan sambil menghapus keringat yang berada pada leherku dengan sebuah handuk kecil.

"Apa gue bikin lo ga nyaman?"

Aku hanya dapat terdiam sambil membalas tatapannya.

"Carissa, gue tetap Reynold yang lo kenal oke? Reynold yang sama dengan yang lo temui setiap harinya, Reynold yang suka menari dan mungkin Reynold brengsek yang selalu ada di pikiran lo"

"Ngomong apa sih lo" aku menundukkan kepalaku sambil tersenyum tipis.

"What I'm trying to say is, tolong lupain Reynold yang lo temui di acara itu dan fokus latihan oke?"

Aku membalasnya dengan sebuah anggukan.

"Nih" Reynold menyerahkan sesuatu yang dibalut dengan aluminium foil.

Aku mengambilnya dan membukanya dengan hati-hati.

"Ini..."

"Nyokap gue yang siapin buat lo"

Aku melahap sebagian kecil dari sandwich dengan isian ayam, selada, tomat dan telur. Makanan itu terasa pas untuk mengisi perutku yang lapar akibat latihan hari ini.

"Kok masih hangat?" tanyaku sambil lanjut melahap sandwich itu.

"Gue dudukin biar hangat" balasan Reynold berhasil membuatku tersedak potongan sandwich yang baru saja masuk ke dalam tenggorokanku.

"Bercanda, gue hangatin pake microwave di pantry tadi"

Aku mengangkat tanganku dan bersiap untuk memukulnya. Reynold pun sudah siap untuk menghindari pukulan itu tapi tanganku terlebih dahulu berhenti.

"Gue ga bisa mukul lo karena udah dapat ini gratis"

"Kalau gitu setiap hari aja kali ya gue bawain lo makanan?"

Aku kembali mengangkat tanganku dan memukul lengannya dengan cukup kencang.

"Ah! Katanya ga bisa mukul?" Reynold mengusap lengannya berkali-kali untuk menghilangkan rasa sakit dari pukulanku.

"Pukulan itu karena lo, bukan sandwichnya"

Dengan cepat Reynold mengambil sandwich tersebut dari tanganku tepat sebelum aku sempat melahapnya.

"Balikin kalau gitu" Reynold mengangkat sandwich itu dengan cukup tinggi hingga aku kesulitan untuk meraihnya.

"Ah jangan!" ucapku sambil berusaha mengangkat kedua tanganku.

Di sisi lain, Tiara yang baru saja keluar dari ruangan Bu Leni untuk mengambil surat izinnya tidak sengaja melihat pemandangan itu dari kaca yang terletak pada sebuah ruang latihan. Ia mengeluarkan handphonenya dan mengambil sebuah foto.

"Jadi ini alasannya" ucap Tiara sambil tersenyum menyeringai.

DanceMateWhere stories live. Discover now