Step 6.1

154 19 0
                                    

Hari ini, aku menyempatkan diri untuk pergi ke kampus. Sudah lebih dari 1 minggu aku tertinggal kelas dan aku harus mengejar ketertinggalan itu.

"Lo tuh udah kayak artis tau ga, semua orang di kelas gue ngomongin lo" ucap Katrin sambil mengaduk minumannya.

Aku hanya tersenyum tipis. Aku memang tidak bisa membantah itu tapi, aku rasa aku belum sampai pada tahap dimana aku dapat membanggakan hal itu.

"Lo kapan berangkat?"

"10 hari lagi"

"I'm going to miss you so much"

"Oh c'mon, gue kan cuma pergi selama 8 hari"

"Ya tapi selama beberapa bulan ini lo juga udah sibuk, gue rasa gue cuma liat muka lo untuk beberapa kali"

"Gue janji bakal sering-sering video call lo, tenang aja"

"Janji ya?" Katrin mengarahkan kelingkingnya ke arahku.

"Iya janji" balasku sambil mengaitkan kelingingku dengannya.

Tepat setelah itu, aku mendengar suara panggilan telepon yang datang dari handphoneku.

"Halo?" ucapku mengangkat panggilan telepon itu.

"Apa???"

Setelah menerima panggilan telepon itu, aku bergegas pergi ke rumah sakit. Dengan perasaan penuh khawatir, aku terus berlari hingga menemui meja resepsionis.

"Pasien atas nama Reynold Ganendra"

"Tunggu sebentar ya" ucap seorang perawat sambil membuka beberapa lembaran kertas yang berisikan daftar pasien beserta nomor kamar masing-masing.

"Nama pasien itu tidak dapat ditemukan" ucap perawat itu.

"M...Maksudnya?"

"Gue di sini" ucap seseorang dengan suara yang familiar, membuatku menolehkan wajahku ke arahnya.

Kakiku yang sedari tadi terasa lemas membuatku terjatuh di hadapannya.

"Lo... se-takut itu ya?" tanya Reynold sambil berlutut di hadapanku.

Aku memukul lengannya hingga mengeluarkan bunyi yang cukup kencang.

"Lo gila ya? Bisa-bisanya lo main-main tentang ini? Bercandaan lo ga lucu tau ga?"

"Gue-"

"-Haish!" ucapku kesal sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Kalau gue ga lakuin ini, lo ga akan mau ke rumah sakit"

Ucapan Reynold membuatku membuka kedua tanganku yang sempat menutup wajahku tadi.

"Ikut gue" Reynold membantuku berdiri dari posisiku tadi dan berjalan menuju suatu tempat.

Sambil menunggu namaku dipanggil, aku terus memandang kedua jariku sambil memainkannya. Hal yang selama ini ku hindari menjadi hal yang harus ku hadapi hari ini. Ada sejumlah kekhawatiran di dalam hatiku.

"Carissa Leandra" panggil seorang perawat yang baru saja keluar.

Aku pun berjalan di belakang Reynold, langkahku sempat terhenti sebelum kami masuk ke dalam ruangan itu.

"Tenang, ada gue" ucap Reynold sambil menggenggam tanganku hingga masuk ke dalam ruangan itu.

Setelah selesai memeriksa pergelangan kakiku, Dokter itu kembali duduk pada bangkunya.

"Kamu pernah jatuh dan mengenai bagian pergelangan kaki kamu?" tanya Dokter tersebut sambil mengeluarkan pena miliknya.

"Pernah, beberapa tahun yang lalu. Waktu itu saya sedang latihan dan saat melakukan sebuah lompatan, saya mendarat pada posisi yang salah dan rasa sakitnya bertahan sekitar 2 minggu. Tapi, setelah itu rasa sakitnya hilang dan baru muncul lagi belakangan ini"

Dokter itu meletakkan pena miliknya dan menatapku, membuatku merasa jauh lebih takut.

"Kamu mengalami cedera Sinus Tarsi, atau trauma yang terjadi pada bagian pergelangan kaki. Saya sarankan untuk mengambil CT Scan setelah ini, untuk memastikan tidak ada keretakan pada tulang kamu. Selain itu, kamu juga membutuhkan waktu istirahat yang cukup panjang untuk kaki kamu"

"Tapi... apa saya tetap masih bisa menari?"

"Kita lihat setelah hasil CT Scan keluar"

***

2 hari setelah kedatangan pertamaku di rumah sakit itu, aku menerima kabar bahwa hasil CT Scan telah keluar. Reynold pun kembali menemaniku ke rumah sakit untuk mengambil hasil itu.

"Dari hasil CT Scan, tidak ada keretakan pada bagian tulang kamu"

"Artinya..."

"Kamu tetap masih bisa menari"

Mendengar ucapan Dokter, aku dan Reynold saling bertukar pandang dan tersenyum lebar.

"Tapi, kamu harus selalu pastikan kaki kamu dapat waktu istirahat yang cukup. Ini, saya sudah siapkan obat pereda nyeri untuk sementara. Kalau kamu kembali merasakan rasa sakit itu, kamu bisa minum ini dan ingat, kamu juga harus secepat mungkin menentukan jadwal untuk terapi"

Setelah mendengar penjelasan dari Dokter, kami berjalan keluar dari ruangan itu. Kini, aku merasa sedikit lebih lega. Setidaknya, aku sudah mendapatkan jawaban dan tidak perlu merasa takut lagi.

"Sa, janji sama gue setelah lomba ini berakhir lo akan istirahat dan fokus sama proses pemulihan kaki lo terlebih dahulu, oke?"

"Oke tapi..."

"Tapi apa?"

"Bantu gue rahasiain ini dari Coach Evan ya? Gue ga mau ada koreo yang harus diubah cuma karena kondisi kaki gue ini"

Reynold mengangguk pelan sambil menyerahkan sebuah helm kepadaku. Aku pun mengambil helm itu dari tangannya dan naik ke atas motor besarnya. Selama perjalanan, aku tidak dapat berhenti tersenyum. Cuaca hari itu pun terasa jauh lebih sejuk dan aku menikmati perjalanan itu.

"Ini" aku menyerahkan helm yang ku kenakan tadi kepada Reynold setelah kami tiba di depan rumahku.

"Rey" panggilku.

"Hm?"

"Thank you udah bantu gue keluar dari ketakutan yang selama ini terpendam di dalam hati gue"

Reynold tersenyum tipis sambil mengalihkan pandangannya dariku.

"Not a problem at all" balasnya sambil kembali menatapku.

"Jadi ini alasannya?" ucap seorang pria yang membuat kami sama-sama menoleh ke arahnya.

"Andrew?" 

DanceMateWhere stories live. Discover now