Prolog

664 70 74
                                    

Haloooo!!

Akhirnya saya memutuskan mengembalikan cerita ini ke habitatnya. Sebelum kalian mulai membaca, ada beberapa hal teknis yang perlu kalian tau.

1. Saya nulis cerita ini gak lama setelah gabung WP. Bahasanya masih agak-agak baku. Jadi kalian yang udah baca karya-karya saya yang lebih baru mungkin agak kaget baca yang ini.

2. To tell you the truth, ini bukan karya favorit saya. Jadi saya ngerti kalau kalian ikut bosen.

3. Fyi buat yang udah pernah baca, cerita ini udah saya revisi. Yang sekarang jumlah chapter-nya lebih sedikit karena yang dulu banyak yang saya pangkas. Terus, ada juga beberapa plot yang diubah. Plus ada satu chapter tambahan di tengah-tengah, buat nambal plot hole.

4. Terima kasih untuk tidak minta feedback/boomvote/saling dukung maupun promosi di DM/wall/komen. Apa pun bentuknya, itu adalah spam. Silakan berpromosi dengan bijak di medsos masing-masing. Harap maklum 🙏.

5. WARNING! Cerita ini ber-copyright "All Rights Reserved" (lihat deskripsi cerita). Artinya, TIDAK diperkenankan menggunakan atau mengadaptasi cerita ini dalam bentuk & cara apa pun TANPA seizin penulis.

Sekian, selamat membaca, semoga mendapatkan sesuatu, dan terima kasih udah bersedia mampir & memberi vote (⭐) di setiap chapter.

Salam,
Ariana D.

-------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Kubaca lagi nama pasangan mempelai yang tercetak di kartu undangan pernikahan mewah dan indah itu.

Carissa Aristawidya Suhardono
dan
Ganesha Davian Putra

Itu memang namaku dan calon suamiku, Anesh. Kami sudah berhubungan sejak tiga tahun yang lalu, ketika kami masih menjadi mahasiswa di sebuah universitas swasta terkenal di Bandung, ketika aku baru men­jadi mahasiswa baru dan ia mahasiswa tingkat akhir.

Sebenarnya tak mudah bagi Anesh untuk mencapai ini semua. Ia perlu dua minggu sebelum aku menerima pernyataan cin­tanya. Itu pun aku harus minta pendapat dari beberapa orang, salah satunya Ibuku. Ibu memang berperan penting dalam seba­gian besar hidupku, terutama dalam hal pengambilan keputusan. Ibulah yang mem­buatku menerima pernyataan cinta Anesh dan pinangannya beberapa bulan yang lalu. Mbak Sasha, sahabatku yang kukenal di tempat kos di Bandung, juga mendukungku sebelum aku menjawab 'tembakan' Anesh, meskipun ia melihatnya dari sisi materi.

Ya, Anesh memang terlahir dari keluarga terpandang. Papanya adalah petinggi di salah satu perusahaan milik BUMN. Semen­tara mamanya seorang pengusaha berlian dengan reputasi bagus. Dan di keluarganya, Anesh tak punya saingan alias anak tunggal. Artinya, ia tak perlu berbagi kasih sayang orang tua dan warisan. Bisa dibilang, hi­dupku setelah menikah nanti sudah pasti tak akan kekurangan.

Namun bukan itu yang membuatku me­mutuskan untuk menjadikannya sebagai pendamping hidup. Di sisinya aku merasa aman, nyaman dan ia sanggup membebaskanku dari masa lalu. Ia juga sangat hormat dan bisa mengambil hati orang tu­aku, membuat mereka langsung jatuh hati padanya sejak pertemuan pertama.

Tapi itu dulu. Anesh yang kulihat kini tak seperti Anesh yang kukenal dulu. Ia tak lagi semanis seperti pada awal hubungan kami. Aku sudah beberapa kali memberinya kesempatan untuk berubah. Namun selalu saja ia kembali mengecewakanku. Dan kini, di saat hari pernikahan kami tinggal sebu­lan lagi, di saat semua persiapan sudah mencapai sembilan puluh persen, aku mulai ragu, apa aku sanggup meneruskan rencana pernikahan ini?

Bersambung

--------------------------------------------------------------

A.D
Bandung, 15 Januari 2021

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now