13. Galau Dua Hati

71 23 52
                                    

Anesh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anesh

"Dia juga bukan milik siapa-siapa."

Gue tahu, pasti menyakitkan waktu Keenan bilang begitu. Dia memang gak pernah menunjukkan kekecewaannya di depan gue. Dia selalu menyimpan rasa sakitnya sendiri. Karena bagi dia, orang lain adalah nomor satu. Lalu kenapa pula dia seolah-olah mau mendekatkan gue dengan Carissa? Padahal gue gak punya hubungan apa-apa dengan cewek itu. Gue cuma ingin berteman dengannya dan, kalau memungkinkan, berkolaborasi menulis novel.

Ah sudahlah.

Gak ingin memikirkan masalah remeh itu terlalu lama, gue kembali membuat catatan di atas kertas yang kini juga dihiasi dengan coretan berwarna merah, hijau dan biru selain tulisan yang gue buat dengan tinta hitam. Sementara gak jauh dari jangkauan gue, laptop gue terbuka dan menyala, menampilkan situs yang baru gue kunjungi sebagai referensi.

Entah kenapa berbaikan dengan Carissa kembali membuat gue semangat menulis. Sebenarnya gue sudah menulis sejak SMA. Hanya saja ketika itu masih dalam bentuk cerpen dan cerbung yang gue kirim ke beberapa majalah. Majalah-majalah yang memuat karya gue itu pun masih gue simpan sampai sekarang. Dan ini pertama kalinya gue menulis lagi sejak tiga tahun terakhir dan pertama kalinya dalam bentuk novel.

Untuk beberapa saat gue tenggelam dalam merancang alur cerita dan baru berhenti ketika seorang wanita bersuara lembut memanggil nama gue dari arah ambang ruang makan.

"Kamu bikin apa, Nesh?"

Gue mendongak. Mama berdiri di sana berbalut kimono satin berwarna gading. "Mama belum tidur?" Gue gak menjawab sambil melirik jam dinding. Sudah lewat pukul sepuluh.

Mama melangkah mendekati meja makan lalu menghempaskan diri di kepala meja. "Mama baru selesai membuat pembukuan. Kepala Mama masih penuh dengan angka-angka. Dan Mama belum bisa tidur sebelum angka-angka itu hilang dari kepala Mama," tuturnya.

Gue terkekeh. "Mama mau teh?"

Bukannya menjawab, Mama malah menatap gue lama. Seumur-umur gue memang belum pernah membuatkannya teh. Dan gue paham, Mama pasti bingung dengan kebiasaan baru gue.

"Boleh. Teh hijau ya, Sayang," jawab Mama beberapa saat kemudian.

"Oke." Gue bangkit dan mulai menyeduh teh permintaan Mama.

"Kamu sedang bikin apa, sih?" Mama bertanya lagi.

Gue menoleh dan menemukan kertas-kertas berisi coretan gue sudah berada di tangan Mama. Kedua alisnya juga tampak menyatu seperti sedang mencoba memahami isi catatan gue. "Itu plot untuk novel baruku, Ma," gue menjawab.

"Kamu mulai menulis lagi?"

"Iya, Ma." Sambil membawa cangkir teh itu, gue kembali ke tempat duduk gue.

"Terima kasih ya, Sayang," ucap Mama seraya menarik cangkirnya mendekat. Dan gue melanjutkan menulis.

"Kamu punya pacar ya, Nesh?" cetus Mama yang tiba-tiba sanggup membuat gue menghentikan sesuatu yang sedang gue lakukan.

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now