32. Sisi Lain Keenan

91 18 93
                                    

Anesh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anesh

Tiga semester sudah yang Carissa lalui dan hubunganku dengannya memasuki tahun pertama. Kami juga masih sering berdebat. Namun kini aku tahu bagaimana membuat suasana hatinya cepat membaik hingga kami bisa menyelesaikan masalah saat itu juga.

Novel pertamaku pun sudah terbit dan beredar di toko-toko buku, novel dengan namanya, Papa, Mama dan Keenan yang kutulis di halaman dedikasi. Aku tahu ia berharap dengan diterbitkannya novelku, kami akan punya lebih banyak waktu bersama. Hanya saja jadwal promosi dan bedah buku setelahnya kembali menunda keinginannya untuk menghabiskan hari-harinya bersamaku.

Bila aku harus menghadiri acara itu di Bandung, aku memang tak pernah lupa memasukkan namanya dan Keenan dalam daftar undangan supaya kami bisa tetap bersama-sama. Namun bila acara itu diselenggarakan di luar kota, aku tahu ia kembali kesepian, meskipun aku selalu menyempatkan diri untuk menghubunginya. Kehadiran Keenan yang kuamanatkan untuk menemaninya pun kurasa tak cukup mengusir sepinya.

Dan dasar aku, di kala jadwal promosi novelku yang tak berkesudahan itu akhirnya berakhir, aku malah memutuskan untuk membuat novel kedua yang latarnya kurancang di Yogyakarta, sehingga aku perlu meninjau ke sana. Seperfeksionis itulah aku. Aku tahu ia jadi merasa novelku lebih penting daripada dirinya. Namun aku melakukan ini untuknya, untuk masa depan kami.

Hari itu Carissa dan Keenan mengantarku ke Bandara Husein Sastranegara. Dan seperti biasa kuminta ia untuk menemani gadisku. Sesungguhnya, masih ada rasa sesak yang memenuhi rongga dadaku setiap membayangkan bagaimana Keenan akan menemani Carissa nanti. Namun ia satu-satunya lelaki yang bisa kupercaya untuk menjaganya.

Beberapa saat sebelum memasuki area check-in, aku menyempatkan berbalik untuk terakhir kalinya. Mereka juga telah berbalik, meninggalkan area pengantar. Dan rasa sesak yang hanya bisa kupendam itu semakin menjadi saat kulihat tangan Keenan berada di punggung Carissa.

Carissa

Libur akhir semester tahun ini aku memang menunda kepulanganku ke Semarang dan menghabiskan lebih banyak waktu di Bandung. Mungkin ditemani Keenan merupakan keputusan yang tepat hingga aku tak merasa terlalu kesepian. Keenan tahu bagaimana mengalihkan pikiranku dari Anesh. Suatu ketika, saat ia tak mempunyai jadwal mengajar, aku dipertemukan dengan ibunya di rumahnya.

Kala itu Tante Ranti, ibunda Keenan, tengah membuat bakmi jawa, makanan kesukaan Keenan. Hanya saja, menurutnya, Keenan tak suka bakso siap masak. Ia lebih suka bakso buatan ibunya sendiri. Dan pagi itu, aku diajarinya membuat bakso. Aku pun diberi tahu, Keenan tak diperkenankan makan makanan pedas karena penyakit mag-nya, meskipun aku sempat bertanya-tanya, untuk apa aku harus tahu semua itu. Dan ketika aku pamit pulang, beliau membawakanku seporsi bakmi jawa untuk makan malamku.

"Sabtu besok ada acara?" tanya pemuda itu saat mengantarku pulang, beberapa menit saja sebelum mencapai tempat kosku.

"Gak. Kenapa?"

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang