19. Sebuah Permintaan

69 24 71
                                    

Carissa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Langkah-langkah dua pasang kaki yang menggema di ruangan luas itu mulanya hanya tertangkap lamat oleh pendengaranku. Namun perhatianku yang terarah pada foto keluarga di hadapanku mampu beralih ke sana. Langkah orang pertama yang beralas karet, kukenali sebagai milik Anesh. Dan langkah kedua yang beralas kayu dan runcing, kuyakini sebagai milik seorang perempuan.

Mamanya-kah? Kepadanya-kah aku akan dikenalkan?

Buru-buru kutinggalkan sofa yang teramat empuk dan nyaris membuatku pulas ini, menunggu kehadiran keduanya.

Langkah-langkah itu terdengar semakin dekat, di balik dinding yang digantungi bingkai-bingkai foto itu. Dan detak jantungku yang memburu seolah mengiringi derap kaki mereka.

Senyumku mengulas melihat Anesh dan seorang wanita berpenampilan anggun dan menawan muncul dari balik dinding itu. Ia wanita dalam foto keluarga itu, tapi aslinya terlihat lebih cantik.

Ia membalas senyumku. Tulus dan ramah. Dan itu cukup membuat gemuruh tak beraturan dalam dadaku sedikit mereda. Setidaknya ia tak tampak angkuh atau memandang rendah diriku yang berpenampilan apa adanya ini.

"Ma, ini Carissa," ujar Anesh seraya mengulurkan lengannya ke arahku.

Bahkan sebelum aku bergerak, wanita itu sudah mengangsurkan tangannya untuk kujabat. "Jadi ini cewek yang kamu ceritakan itu?" kekehnya seraya mengayunkan tanganku beberapa kali dalam genggaman yang erat.

Anesh sudah bercerita tentang aku pada mamanya? Kenapa?

"Saya Carissa, Tante," sahutku memperkenalkan diri.

"Saya Stella," balas mama Anesh. "Panggil saya apa aja. 'Tante' boleh, 'Ibu' boleh, asal jangan 'Mbak'. Saya sudah terlalu tua untuk dipanggil 'Mbak'," kekehnya lagi.

"Ah, Tante belum kelihatan tua, kok," sahutku.

Wanita itu memutar kepalanya menghadap Anesh. "Nesh, Mama suka dia," katanya.

"Aku bilang juga apa? Mama pasti suka dia," balas Anesh. "Dia juga jago masak lho, Ma," tambahnya, memaksa senyumku mengulas jengah.

"Oh ya?" Tante Stella mengarahkan delikan takjub matanya kembali ke arahku. Lalu, "Yuk, Tante ingin bicara sama kamu." Lengannya pun terulur lagi untuk merengkuh bahuku, memberiku isyarat untuk mengikutinya.

"Nesh, bilang sama Mbok Nah untuk membuatkan minuman dingin," pintanya kemudian pada Anesh.

"Oke, Ma." Pemuda itu lalu bergegas mendului kami menuju bagian belakang rumah, sementara aku dan Tante Stella melaju beberapa langkah lebih lambat di belakangnya, menuju ke arah yang sama.

"Kamu sudah makan?" mulai Tante Stella dengan satu lengan masih di punggungku.

"Sudah, Tante. Di rumah Keenan," jawabku.

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now