45. Pilihan

61 15 61
                                    

Carissa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Langit di luar sudah tampak temaram saat kubuka mataku pagi itu dan penunjuk waktu di ponselku memberitahuku saat itu sudah pukul 05.37. Aku menggeliat bangun, menggosok gigi dan membasuh wajah. Lalu sambil mengantongi ponsel di saku piyama, aku turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan.

Namun langkahku terjeda sejenak begitu kakiku menapak di depan kamar tidur tamu. Seketika pertengkaran kemarin berkelebat di benakku. Bagaimana keadaannya kini? Apa ia sudah bangun? Apa emosinya sudah terkendali?

Disusupi rasa penasaran, aku membuka pintu kamar itu. Desahku lalu terembus pelan menemukan Anesh masih terlelap di pembaringan. Hanya saja posisinya kini berubah, meringkuk seperti janin dalam kandungan.

Kututup lagi pintu itu dan kulanjutkan langkah ke dapur. Bi Saodah sudah menduluiku di sana dengan memunggungiku, menghadapi sesuatu di kitchen set.

"Bi," panggilku begitu memasuki ruang makan.

Wanita paruh baya itu berbalik. "Eh, Ibu sudah bangun," sapanya.

"Bikin apa?" tanyaku saat berdiri di sampingnya.

"Mau bikin mi goreng untuk sarapan, Bu," jawabnya seraya mengupas kulit udang peci di wastafel.

"Cukup untuk empat orang?"

"Empat orang?" Aktivitas Bi Saodah terhenti sejenak ketika wajahnya berpaling ke arahku.

"Bapak nginap di sini," paparku.

"Oh." Senyum wanita itu mengulas. "Cukup kok, Bu."

Aku mengedarkan pandanganku berkeliling meja kitchen set. Semua bahan sudah berada di sana, menunggu diolah.

"Sini, biar saya yang teruskan. Bibi bersih-bersih aja," suruhku.

"Ya, Bu." Bi Saodah meninggalkan pekerjaannya dan berlalu ke arah garasi.

Baru saja tangan kananku meraih seekor udang yang belum terkuliti, ponsel di sakuku berdering singkat. Tanpa meletakkan udang itu, kurogoh ponselku dengan tangan kiri. Dan entah kenapa nama 'Keenan' di layarnya membuat senyumku mencekah.

'Gimana yang semaput¹? Sudah siuman?' Begitu tulisnya.

Setelah membasuh tanganku, aku mengetik balasan, 'Masih tidur kayak bayi.'

Balasan berikutnya kuterima selang satu menit saja dan lagi-lagi membuatku urung mengupas kulit udang.

'Bicarakanlah. Buatkan pilihan. Kalau perlu ancam dia. Aku tahu dia takut kehilangan kamu.'

'Oke,' balasku.

Anesh

Saat aku mendapatkan kesadaranku kembali, yang kurasakan pertama kali adalah nyeri kepala luar biasa. Begitu nyerinya hingga aku mengerang dan menggeliat, berguling di tempatku berbaring. Ada apa denganku?

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now