23. Mengejar Jawaban

66 23 53
                                    

Anesh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anesh

Langkahku begitu terburu-buru saat memasuki rumah. Bahkan kakiku menjejak tiga anak tangga sekaligus untuk mencapai lantai atas. Sapa untuk Mama yang sedang berlatih yoga di ruang duduk pun tak sempat terucap.

"Nesh, kamu kenapa?"

Tak kukira Mama memperhatikanku dan menjeda latihannya. Namun aku tak memberi sahutan. Aku belum ingin mengatakan rencanaku padanya.

Aku langsung menerobos kamarku begitu tiba di lantai atas dan membuka lemari pakaian. Kutarik sebuah travel bag kecil berlogo perusahaan sepatu dari Jerman, yang kadang kubawa bila hendak bermain basket di kampus, dan kuhempaskan begitu saja di atas ranjang. Beberapa setel pakaian pun kuraih dari lemari dan segera kulesakkan dalam travel bag itu.

"Nesh, kamu mau ke mana?" Suara Mama.

Aku menoleh sekejap ke arahnya yang hanya berdiri di ambang pintu kamarku, masih dengan kostum yoganya yang berwarna mencolok. Leher jenjangnya tampak mengilat berlelehan keringat. "Aku mau ke Semarang, Ma," jawabku.

"Semarang mana?" Ada nada tak percaya dalam suara Mama kini. Ia pun melangkah mendekat dan menduduki tepi ranjangku, mengamatiku membenahi barang-barangku.

"Semarang Jawa Tengah. Mana lagi?" Aku berlalu ke luar, ke arah kamar mandi yang terletak di samping kamar untuk mengemasi peralatan mandiku.

Saat aku kembali dalam kamar, Mama belum berpindah dari tempatnya. Dari sorot matanya aku tahu, masih ada segudang tanya yang bergelayut.

"Ngapain?" ia mulai bertanya lagi.

"Ketemu Carissa."

Mendengar jawabanku Mama tak menampakkan raut kaget. Ia tahu aku tak mudah menyerah.

"Memangnya kamu tahu alamatnya?"

"Tahu. Tadi temannya yang memberi tahu."

"Kamu pergi sama siapa?"

"Sendiri lah."

"Sama Pak Rohman, ya?"

"Gak usah, Ma. Mama 'kan butuh dia juga."

"Kenapa gak naik kereta aja?"

"Kereta baru berangkat nanti malam, Ma. Besok pagi baru sampai di sana. Aku gak bisa nunggu selama itu."

Mama terdengar mengembuskan napas. "Kamu perlu ongkos?" Ia bangkit, bersiap meninggalkanku.

Aku menegakkan tubuhku. "Gak usah." Aku tersenyum. Senyum pertama yang kuulas pada Mama hari itu.

"Ya, sudah. Hati-hati di jalan dan sampaikan salam Mama untuk Carissa," desahnya.

"Thanks, Ma." Kuraih tali travel bag-ku dan sebelum berlalu, kukecup pipi kiri Mama. "Bye," pamitku.

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now