4. Malaikat Tak Bersayap

120 42 53
                                    

Keenan

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


Keenan

"Berhenti, Nesh!" seruku tiba-tiba.

"Kenapa?" Anesh terdengar kaget tapi ia mulai melambatkan laju mobilnya.

"Itu Carissa, 'kan?" tunjukku pada salah satu dari dua gadis di pertigaan jalan yang dikelilingi lima pemuda iseng dan tampak mabuk. Keduanya terlihat ketakutan dan berusaha mencari celah untuk membebaskan diri. Namun setiap mereka melangkah, pemuda-pemuda itu dengan sigap mengadangnya.

"Berengsek!" desis Anesh.

Serta merta mobil yang kutumpangi bersamanya menepi. Tergesa, kami melompat turun dan mendatangi kumpulan itu.

"Hei!" sentak Anesh garang pada pemuda-pemuda itu. Sementara aku menguntit dua langkah di belakangnya.

Perhatian para pemuda itu dan juga Carissa serta temannya seketika teralihkan kepada kami. Tak sengaja mataku bertumbukan dengan mata Carissa dan kulihat ada permintaan tolong di sana. Wajahnya pun tampak pucat.

"Jauhin mereka!" Anesh menyentak lagi.

"Lo siapa?" tantang salah satu dari kelima pemuda itu. Bukannya gentar, ia malah bergerak sempoyongan ke arah sahabatku. Ia tampak berusaha keras membuka matanya yang terlihat merah. Suaranya pun terdengar seperti racauan. Jelas ia mabuk.

"Lo siapa?" balas Anesh juga dengan sikap menantang. Langkahnya bahkan tak berhenti hingga jarak wajahnya tersisa beberapa sentimeter saja dari wajah si Pemabuk itu. Dengan sedikit senggolan di pundak, pemuda itu tampak tak bisa menjaga keseimbangan dan nyaris terjengkang.

Teman-teman si Pemabuk sepertinya ikut tersulut oleh provokasi Anesh. Mereka mulai bergeser mengelilinginya. Salah satunya sempat membantu pemuda yang hampir terjatuh itu hingga kembali berdiri tegak. Dan aku, merasa punya kesempatan, bergegas mendatangi Carissa dan temannya.

"Ayo," paksaku seraya menarik pergelangan tangan Carissa. Saling bergandengan tangan, kami menjauhi kerumunan itu. Aku merasa tangan Carissa begitu dingin dan gemetar di genggamanku. Ia pasti sangat ketakutan. Apa ini pertama kalinya ia digoda oleh para preman mabuk?

"Mereka teman gue. Dan mereka bukan pemabuk seperti lo." Masih kudengar suara keras Anesh. Tampaknya dikelilingi lima preman mabuk tak membuatnya gentar.

"Gue pemabuk?" ulang pemuda itu. "Gue gak mabuk, cuma kebanyakan minum." Suara tawa meledek pun terdengar berbarengan.

Aku membuka pintu penumpang mobil Anesh dan meminta kedua gadis itu masuk. "Tunggu di situ," suruhku sebelum kembali menghampiri Anesh yang masih menghadapi para pemuda itu.

Pemuda yang pertama kini tampak semakin mengintimidasi tapi Anesh bergeming dan tetap tenang. Dan begitu telunjuk sang preman menunjuk dada sahabatku, Anesh menyambarnya dan memilinnya. Sang preman pun merintih kesakitan hingga menekuk lututnya.

Aku bergegas mendekat, berjaga-jaga jika keempat preman sisanya membalas perbuatan Anesh. Namun ....

"Lo berani mendekat, jari teman lo patah," ancam Anesh seraya menunjuk mereka satu-satu.

Ketika keempatnya masih bergeming, Anesh mengulangi ancamannya dengan semakin menekuk telunjuk sang preman ke belakang, memaksanya berlutut di atas aspal dingin. Rintihan itu pun terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya.

"Ampun, Gan! Ampun! Lo ngapain masih di sini, Anj*ng? Cepat pergi! Lo mau jari gue patah?" Tangannya yang bebas mengibas, menghalau teman-temannya agar menjauh. Dari suaranya, kedengarannya ia mulai sadar dari mabuk.

Setibaku di samping Anesh, aku menyentuh tangannya yang masih menekuk jari preman itu, memintanya untuk melepasnya. Bisa kurasakan ototnya yang menegang dan urat-uratnya yang mengemuka nyaris menembus kulit. Namun telikungan Anesh tak juga melonggar. Ia tak main-main dengan ancamannya.

Langkah preman-preman itu kini mulai bergerak mundur perlahan.

"Cepat!" pekik pemuda yang masih bersimpuh di aspal itu dengan suara seraknya.

Dan begitu jarak mereka dengan kami semakin renggang, Anesh mulai melepaskan telikungannya. Preman itu pun buru-buru berdiri dan berlari, bergabung dengan kawanannya, menjauh dari kami. Namun beberapa kali aku masih mendengar umpatan kasar mereka yang menggema di jalan sepi itu.

Tanpa bicara apa-apa, aku dan Anesh kembali ke mobil lalu melanjutkan perjalanan. Sementara Anesh mengendalikan kendaraannya dengan raut berang, aku menyempatkan memutar kepalaku menghadap jok belakang di mana kedua gadis itu masih terdiam. Teman Carissa sudah tampak lebih tenang tapi Carissa masih terlihat ketakutan. Rona pucatnya bahkan belum beranjak dari wajahnya yang manis.

"Kalian gak apa-apa?" tanyaku.

Carissa diam, tapi temannya menjawab dengan gelengan kepala.

"Oh ya. Kenalin, gue Keenan. Dan dia Anesh." Aku mengulurkan tanganku pada teman Carissa sembari menunjuk Anesh dengan daguku.

Gadis itu membalas jabatan tanganku. "Salsabila. Panggil aja Sasha. Dan dia ...."

"Kami sudah kenal Rissa," potongku. "Kalian satu kos-an?"

"Iya."

Saat merasa laju sedan Anesh melambat, aku kembali menghadap ke depan. Tempat kos mereka memang sudah terlihat. Dan gerbangnya yang masih terbuka penuh dimanfaatkan Anesh untuk memarkirkan mobilnya di halaman.

Kedua gadis itu mendului kami dengan satu lengan Sasha melingkar di bahu temannya. Kelihatannya Carissa masih ketakutan dengan peristiwa tadi hingga perlu ditenangkan seperti itu.

Di depan pintu besi yang menyerupai pintu garasi, Sasha berbalik. "Sorry, ini tempat kos khusus cewek. Menurut peraturannya, kalian cuma bisa sampai di sini," katanya.

"Oke," sahut Anesh.

"Terima kasih ya, untuk bantuannya tadi," ujar Sasha lagi.

Aku tersenyum. Aku juga berharap Carissa mau berbalik meski sebentar. Namun keberuntungan sedang tak berpihak padaku. Ia terus saja melintasi pintu kecil yang menyatu dengan pintu besi itu tanpa menoleh lagi pada kami. Berterima kasih pun tidak.

"Sha," panggilku, membuat teman Carissa itu kembali berbalik.

"Ya?"

"Tolong jaga dia, ya," pintaku. Namun aku segera menyesali ucapanku. Sekarang satu orang lagi tahu perasaanku terhadap Carissa.

Bersambung

--------------------------------------------------------------

A.D
Bandung, 5 Februari 2021

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz