3. Secret Admirer

147 42 80
                                    

Carissa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Ujian Tengah Semester yang berlangsung selama dua minggu bisa kulewati dengan lancar. Dan hari ini aku kembali dihadapkan pada tugas-tugas dari para dosen.

Ketika kuliah hari itu berakhir pukul 14.15, aku langsung bergerak ke perpustakaan yang letaknya hanya dua lantai di atas ruang kuliahku tadi. Lagi pula masih terlalu awal untuk pulang sehingga aku memutuskan untuk mengerjakan tugas itu di sini. Sementara di genggamanku sudah terselip secarik kertas berisi daftar buku yang bisa membantu menyelesaikan tugas dari Bu Indira, dosen Composition-ku.

Setelah meletakkan binder dan alat tulis di meja favoritku, aku bergerak ke arah rak di area Fakultas Sastra. Posisi buku-buku fiksi serta nonfiksi yang terpisah dan nama penulisnya yang sudah diurutkan sesuai abjad memudahkanku untuk mencari buku yang kuinginkan.

Aku melangkah pelan di lorong yang diapit oleh dua rak tinggi. Sesekali aku memeriksa catatanku sebelum menyusuri label berisi kode buku dan pengarang yang merekat di punggungnya.

Buku yang kutemukan, kucabut dari dari jajarannya dan aku kembali mencari. Di catatanku masih ada dua buku lagi yang harus kudapatkan. Kakiku kembali melaju.

Dua. Aku menarik buku lain yang sesuai dengan catatanku lalu menumpuknya di atas buku pertama dalam dekapan. Lalu,

Tiga. Buku terakhir sudah ada dalam dekapanku dan aku kembali ke meja tempatku meninggalkan binder dan alat tulis.

Masih dalam keadaan menumpuk, buku-buku itu kuletakkan di samping binder sebelum aku mendudukkan diri. Aku lalu membuka binder-ku, bersiap mengerjakan tugas. Tapi...

Sehelai kertas yang melayang jatuh dari binder, membuat keningku berkerut. Seingatku aku tak pernah membiarkan sehelai kertas pun tak terjilid. Atau...

Kuperhatikan lagi kertas yang tergolek di lantai itu. Kertas berwarna biru muda itu bukan milikku. Di binder-ku hanya ada kertas-kertas putih bergaris. Jangan-jangan...

Kupungut kertas itu dan membaliknya. Memang benar. Aku menerima puisi lagi. Ini bukan pertama kalinya aku menerima sebait dua bait puisi yang ditulis dengan tangan. Namun tetap saja aku penasaran siapa pelakunya. Dan kelihatannya, pelakunya sudah hafal kebiasaanku di perpustakaan--aku selalu meninggalkan binder dan alat tulis di meja sebelum beranjak mencari buku di rak. Lalu saat aku tak berada di tempat, pasti ia diam-diam menyisipkannya di binder-ku.

Aku mengedarkan pandanganku ke penjuru ruangan, mencoba mengira-ngira siapa pelakunya di antara para pengunjung perpustakaan. Namun sebagian besarnya adalah perempuan dan satu-satunya lelaki yang ada sedang duduk bersama seorang gadis yang mungkin adalah pacarnya.

Sambil mendesah, perhatianku berganti pada kertas itu dan membacanya. Kali ini hanya tiga baris yang tertulis di situ.

Matamu adalah api
Yang membakar sukmaku
Tergores oleh kecantikanmu

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now