26. And She Said ....

81 20 52
                                    

Carissa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Anesh hanya menghabiskan dua hari di sini karena kemarin mamanya menelepon dan memberitahunya akan mengadakan pameran di luar kota. Ia pun diminta segera pulang untuk menemani asisten rumah tangganya yang bakal ditinggal sendirian.

Dan pagi ini aku mengundangnya menyarap di rumah sebelum ia kembali ke Bandung. Ibu juga hendak membawakannya puluhan wingko babat yang ia buat sendiri kemarin sore ketika Anesh memberitahunya hari ini akan pulang. Bisa kubayangkan jok belakang mobilnya kini penuh dengan oleh-oleh hasil berburu kuliner kemarin yang kubeli untuk mamanya dan Keenan.

Beberapa menit sebelum pukul delapan, Anesh keluar dari rumah kami dengan diiringi aku dan Ibu. Sedangkan Bapak sudah berangkat ke kampus setengah jam yang lalu.

"Kapan kamu kembali ke Bandung?" tanya laki-laki itu saat aku mendampinginya menuju mobilnya yang diparkir di tepi jalan.

"Mungkin dua atau tiga hari sebelum kuliah dimulai."

"Kamu gak ngisi KRS¹?"

"Sudah diwakilkan temanku."

"Oh."

Anesh membuka pintu mobilnya dan beringsut di balik kemudi. Sementara langkahku terhenti di luar pintu penumpang. Mesin mobil menyala dan jendela di depanku bergulir turun, hingga aku bisa melihat wajahnya lagi dengan jelas.

"Hati-hati, ya. Kabari aku kalau sudah sampai," pintaku. Entah kenapa kalimat bernada perhatian itu tiba-tiba meluncur dari mulutku. Namun aku yakin, kalimat itu terucap sesuai kata hatiku. Aku tak memungkiri aku senang ia berkunjung hanya demi mengejar jawabanku yang bahkan hingga kini belum juga terucap ....

"Oke," sahut Anesh dengan seulas senyum.

Setelah kubalas lambaiannya, mobil itu mulai merayap perlahan, menderu pergi, meninggalkan sekepulan asap yang melambung tinggi.

... dan aku tak memungkiri, ada rasa kehilangan saat ia pergi.

Begitu mobilnya menghilang di turunan, aku kembali memasuki halaman, bergabung bersama Ibu yang masih berdiri di teras.

"Sampai kapan kamu akan membohongi perasaanmu, Ris?" tanya Ibu.

"Enggak kok, Bu," tangkisku berdusta.

"Matamu gak bisa bohong, Nduk." Ibu menggiringku menuju kursi di teras.

Di kursi itu kami duduk berdampingan, tapi kutujukan penglihatanku ke halaman untuk menghindari tatapan Ibu. Aku tak ingin ia membaca isi hatiku.

"Dia gak akan nyetir jauh-jauh ke sini tanpa alasan, 'kan?" Ibu bersuara lagi sambil mengusap-usap lembut rambutku.

Tak sanggup menyembunyikan kegelisahanku lagi, kepalaku akhirnya terangguk.

"Sebenarnya apa yang merisaukanmu? Apa karena statusnya? Karena statusnya mengingatkanmu pada masa lalumu?"

Aku mengangguk lagi.

"Gak semua orang itu sama, Nduk. Ibu lihat Anesh serius sama kamu. Dia datang baik-baik, ketemu Bapak dan Ibu, sopan, tanggung jawab, pulang juga baik-baik. Dan kamu tahu dia bilang apa waktu kami bicara di belakang dua hari yang lalu?"

Untuk pertama kalinya sejak duduk di teras itu aku membalas tatapan Ibu, memintanya meneruskan dengan sorot mataku.

"Dia minta izin pada Ibu untuk lebih dekat sama kamu," lanjut Ibu.

Keterkejutanku tergambar dengan membelalaknya mataku.

Senyum Ibu mengurai. Kepalanya pun mengangguk-angguk, seolah berusaha meyakinkanku. Namun tanpa Ibu berusaha keras pun, sebenarnya aku tak pernah meragukan perkataannya.

"Berhentilah menilai seseorang dari statusnya, Ris. Jangan jadikan status menjadi penghalangmu untuk menyukai seseorang. Ibu tahu kamu juga menyukainya. Cobalah buka hatimu. Beri dia kesempatan. Gak baik kalau kamu terus memendamnya dan membiarkan dia menunggu terlalu lama," pungkas Ibu sebelum bangkit dan berlalu ke dalam, meninggalkanku termangu di teras.

Ibu sengaja membiarkanku sendiri di sana supaya aku bisa merenungkan ucapannya. Namun kelihatannya aku tak perlu merenung terlalu lama. Saat aku merogoh ponsel dari sakuku, aku tahu apa yang harus kuketik di aplikasi percakapan.

Anesh

"Hati-hati, ya. Kabari aku kalau sudah sampai."

Setelah meninggalkan rumah Carissa tadi, hanya kalimat itu yang bisa membuatku tersenyum. Hanya kalimat itu yang bisa membuatku terhibur setelah perjuanganku yang sia-sia ini. Aku senang ia mulai menunjukkan perhatiannya.

Seandainya aku mengikuti cara Keenan, menunggu hingga Carissa mengenalku dan merasa nyaman denganku, mungkin aku tak perlu menempuh jarak sejauh lebih dari 400 km demi mendengar jawabannya. Namun setidaknya ia mulai terbuka padaku. Bagiku, itu sudah merupakan penerimaannya terhadapku. Dan aku hanya tinggal menunggu. Sampai kapan pun.

Setelah tiga jam berkendara tanpa henti, aku memutuskan untuk berbelok menuju rest area pertama yang kulihat. Dan baru saja aku memasuki salah satu tempat makan dan mengantre untuk memesan, bunyi nyaring beruntun dari saku celana denimku menarik perhatianku. Ketiadaan sinyal komunikasi selama di perjalanan membuat pesan-pesan ini sempat tertunda kuterima.

Sambil menunggu giliran tiba di muka kasir, kubaca pesan-pesan dalam ponselku.

Mama

Isi pesannya cukup singkat. 'Sudah berangkat?'

Kuketukkan dua jempolku di layar untuk membalasnya. 'Sudah di Cirebon, mau makan. Kira-kira 4 jam lagi sampai. Kalau gak macet.'

Lanjut.

Keenan

Skip. Terus.

Basket Squad

Skip. Next.

Carissa

Senyumku mencekah seketika. Tak ada pesan yang lebih penting dari pesan Mama dan Carissa. Hanya pesan merekalah yang tak boleh kulewatkan.

Antusias, kuketuk bilah namanya.

'Maaf, aku bohong sama kamu. Aku cuma pura-pura marah. Aku senang kamu datang. Dan aku kesepian waktu kamu pergi. Apa kamu mau jadi orang yang mengisi senang dan sepiku?'

"Yesss!" pekikku lantang dengan tangan terkepal ke udara. Namun tiba-tiba saja aku menyadari ada senyap yang menyeruak. Riuhnya percakapan dan jeritan bocah kecil di restoran waralaba itu lenyap. Aku pun mengangkat kepala. Dan semua mata para pengunjung itu sedang terarah padaku.

Bersambung

--------------------------------------------------------------

¹Kartu Rencana Studi = rangkaian mata kuliah yang harus dipilih dan diikuti oleh mahasiswa selama satu semester sesuai dengan jumlah SKS (Sistem Kredit Semester) yang diperkenankan. Diadakannya sebelum tahun akademik baru dimulai.

A.D
Bandung, 23 April 2021

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now