29. Pesta Kelulusan

62 20 59
                                    

Carissa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Carissa

Keenan lulus dengan nilai A dan Anesh dengan nilai B. Itu pun sudah membuatnya bangga, karena baginya, yang penting ia lulus dan punya gelar, sesuai permintaan orang tuanya.

Aku tahu setelah mereka lulus, hari-hariku sebagai penghuni perpustakaan tak akan sama lagi. Mereka tak akan pernah lagi berada di meja yang sama denganku. Apalagi kini Anesh sedang mempersiapkan naskah novelnya yang hendak diterbitkan. Dan Keenan, setelah diterima bekerja di lembaga pendidikan, lebih sering menghabiskan sore hingga malamnya di sana. Lalu Mbak Sasha, setelah wisuda nanti akan mulai magang di kantor akuntan publik di Jakarta.

Wisuda. Bagi ketiga orang terdekatku adalah hari yang ditunggu tapi tidak bagiku. Di saat hari-hari mereka sebagai mahasiswa berakhir, hari-hari kesendirianku baru dimulai. Aku bahkan tak berencana menghadiri acara peresmian kelulusan itu seandainya Anesh tak memberiku undangan. Setiap calon wisudawan dan wisudawati memang menerima dua kartu undangan. Satu untuk orang tua dan satu lagi untuk anggota keluarga lain atau pasangan.

Ketika hari itu tiba, aku duduk di tribun bersama orang tua Anesh. Dan aku semakin salut pada mereka. Di tengah kesibukan mereka yang sangat menuntut, mereka masih menyempatkan diri untuk menghadiri wisuda anaknya. Di situ pula untuk pertama kalinya aku bertemu dan berkenalan dengan Om Wisnu, papa Anesh, dan Tante Ranti, ibunda Keenan yang didampingi Kirani. Berderet, kami duduk di sana selama empat jam penuh.

"Nanti malam aku bikin pesta kelulusan di rumah. Kamu datang, ya," undang Anesh seusai acara yang melelahkan itu sambil melingkarkan lengannya di pundakku. Sementara tangannya yang lain menanggalkan mortarboard¹-nya, menyingkap rambut hitamnya yang mulai lepek karena keringat.

Mendengar kata 'pesta' saja sudah membuatku malas. Aku tak pernah merasa nyaman berada di tengah pesta, sekalipun itu pesta pernikahan kerabatku sendiri.

"Pesta seperti apa?" Kutatap sepasang manik tajam lelaki itu. Ia begitu mengharap kedatanganku, sama seperti ia mengharap kehadiranku di acara wisuda ini.

"Cuma syukuran biasa," sahutnya.

"Sama siapa? Orang tua dan saudara-saudara kamu?"

Anesh terkekeh mendengar pertanyaanku yang bertubi. Dengan gemas ia menjepit cuping hidungku hingga aku meringis. "Kamu ini banyak nanyanya daripada jawabnya," ujarnya. "Sore ini Papa kembali ke Jakarta sama Mama. Ini pesta sama teman-teman yang diwisuda hari ini."

Teman-teman. Selama ini aku hanya mengenal Keenan. Entah apa aku bisa berbaur dengan teman-temannya yang lain. Lalu bagaimana aku harus bersikap saat memasuki rumahnya nanti dan menjadi pusat perhatian?

"Nanti biar Keenan yang jemput kamu," lanjut Anesh seperti bisa mengerti arti bimbangku.

Oke. Itu cukup melegakan. Setidaknya kehadiran Keenan nanti bisa kumanfaatkan. Senyumku lalu mengulas. "Oke," jawabku akhirnya.

✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]Where stories live. Discover now