Chapter 3 : Priority

52.3K 3.3K 139
                                    

La Righello Mansion | Turin, Italy
09.02 AM

Secercah sinar baskara mengintip di celah gorden, menyorot wajah cantik Letizia, membangunkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Secercah sinar baskara mengintip di celah gorden, menyorot wajah cantik Letizia, membangunkan. Pagi itu musim panas cukup terasa, menghangatkan sebagian wajah Letizia yang terkena sinar. Bulu mata lentik gadis itu terangkat sebelum menatap teduh sosok pria di sampingnya, Gabrielle yang tampan.

Letizia menopang dagu, tersenyum kecil memandangi betapa indahnya sosok Gabrielle tertidur. Rahang tegas pria itu melambangkan kegagahannya, bibir tipis Gabrielle menunjukkan betapa singkat dan tajamnya ketika berucap, bulu mata panjangnya lurus nan teduh bagaikan malaikat kala tertidur. Deru napas tenang Gabrielle terpancar dari hidung nan terpahat sempurna. Tampan sekali. Dan pria itu adalah Daddy-nya. Pria yang paling ia sayangi sedunia.

Senyum Letizia mengendur lantaran alis tebal nan rapi Gabrielle terlihat hampir bertautan sebelum membuka netra bagaikan laut. Lagi, Letizia terpesona akan tatapan indah bola mata Gabrielle, seakan-akan seluruh keindahan samudera berada di dalam kebiruan lensa alami pria itu.

"Morning!" sapa Letizia.

Gabrielle hanya meliriknya sebelum bangkit dari kasur. Pria itu pun menyisir rambut dengan jemarinya sambil menatap jam, lalu pergi ke kamar mandi.

Letizia sudah terbiasa diabaikan oleh Gabrielle jadi ia tidak ambil pusing dan pergi ke balkon untuk menghirup udara segar. Namun, belum sampai ia menapaki sebelah kaki ke balkon, ketukan di pintu membuatnya mengurungkan niat. "Masuk," ucapnya.

Rupanya pelayan pribadi Letizia membawakan pakaian gadis itu dan seorang pelayan yang mengantarkan kopi. Setelah pelayan dapur itu meletakkan kopinya, Maria -pelayan pribadi Letizia- meletakkan pakaian Letizia ke atas sofa. "Nona, ini pakaian Anda."

Melihat Maria terus menunduk dan terburu-buru ingin pergi, Letizia menghadang, "Tetap di sini, aku ingin bercerita, Maria."

Maria menatap Letizia memohon. "Nona." Maria melirik kamar mandi takut, sebelum kembali menetapkan netranya ke arah Letizia. "Tuan Ace bilang jika saya mengejek Nona lagi, maka Tuan Gabrielle akan menjahit mulut saya."

Letizia tertawa kecil mendengar hal itu. "Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku malah berterima kasih kau mau jujur padaku."

Maria menatap ragu, lalu teringat sesuatu. "Dan Nona, soal wanita yang mencaci Tuan Gabrielle itu, dia benar-benar jatuh miskin persis seperti kemauan Nona."

Letizia tersenyum senang. "Bagus, sekarang bakar dia sampai jadi abu dan jangan biarkan ada yang tahu jika aku campur tangan."

"Baik, Nona." Di saat Letizia hampir melontarkan kata-kata lagi, pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Gabrielle yang hanya dibalut handuk bagian pinggulnya. Sontak Maria buru-buru pergi.

Gabrielle mengangkat sebelah alis melihat kepergian pelayan Letizia, sebelum menatap gadis itu yang melempar senyum padanya.

"Maria mengantar pakaianku," beri tahu Letizia. Melihat Gabrielle tidak peduli dan memakai pakaiannya, Letizia membuka suara lagi, "Aku suka Maria." Gabrielle masih diam, Letizia mendelik. "Kudengar Ace ingin menjahit mulutnya."

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now