Chapter 15 : Scent

22.9K 1.8K 165
                                    

La Elemento D'Edificio | Turin, Italy
04.00PM.

"... sehingga prediksi di bulan berikutnya, permintaan dapat bertambah," jelas Gabrielle seiring menunjuk layar berupa TV, namun begitu besar yang menampilkan kurva prediksi permintaan tersebut dengan laser pointer di tangannya.

Para peserta rapat menyimak dengan baik, namun kebanyakan kaum wanita di ruangan itu malah mengagumi ke-hot-an Gabrielle saat presentasi. Serius, tenang, dengan gerakan maskulin elegan nan seksinya. Bahkan, pimpinan mitra Gabrielle yang merupakan anak perusahaannya itu menggigit kuku tidak tahan.

"Ada pertanyaan?" tanya Gabrielle mematikan laser di tangannya, menatap seluruh peserta rapat.

Wanita cantik berjas putih itu mengangkat tangan, benar-benar tidak tahan dengan keindahan sosok bagaikan dewa yang tengah berdiri di depan. Gabrielle terlihat mempersilakan saja, ia pun tersenyum malu. "Apa boleh bertanya di luar pekerjaan?" tanyanya yang langsung dihadiahi tatapan kaget oleh peserta lain.

Wanita berkelas itu sangat sulit ditaklukkan pria mana pun, terlebih ia memiliki peran penting di anak perusahaan Gabrielle. Dan semua orang tahu bahwa Gabrielle benci digoda saat ia sedang membahas pekerjaan, tidak jarang setelah pertemuan Gabrielle memecat wanita yang memiliki keberanian luar biasa seperti itu.

Para hadirin langsung melirik Gabrielle lagi. Pria itu tenang saja, memberikan benda di tangannya ke Ace. Namun detik selanjutnya, Ace memberikan ponsel Gabrielle yang dititipkan padanya lantaran terdapat panggilan penting.

Gabrielle mengambil ponsel tersebut, Letizia. Biasanya, Ace akan menolak panggilan-panggilan tertentu, tapi Letizia bukanlah salah satu daftarnya. Gabrielle pun mengangkat panggilan tersebut ke telinga.

"Hai Daddy, apa kau sibuk?" Gabrielle mengerutkan dahi. "Aku merindukanmu."

Gabrielle memutar mata kesal, langsung mematikan sambungan. Ia pikir Letizia meneleponnya karena ada masalah penting, tapi malah berbasa-basi. Ia pun kembali menoleh pada peserta rapat dan pimpinan anak perusahaannya itu, ia terlihat menunggu jawaban Gabrielle. "Aku tutup rapatnya dan untuk Nona Lucrezia ke ruanganku sekarang."

Lucrezia tertegun. Tidak ada yang meragukan kengerian Gabrielle ketika marah. Namun, ia juga sedikit berharap karena atasannya itu mengajaknya ke ruangan pribadi. Lucrezia mengetuk, hingga terdengar dehaman dari dalam, lalu ia masuk.

Lucrezia melempar senyum pada Ace, sebelum pria itu pergi dari sana. Ia pun duduk di saat tangan kiri Gabrielle di bagian ruasnya terdapat tato bertuliskan, 'hell' itu mempersilakan.

Hening beberapa saat, Gabrielle seolah sengaja menciptakan ketegangan dengan atmosfer pria itu, mencekam, menatap lekat-lekat seakan Lucrezia adalah pendosa yang tengah ia timbang dosa dan hukumannya. Pria itu pun buka suara, "Kau tahu di saat bekerja hanyalah boleh membahas pekerjaan."

Lucrezia meneguk saliva, menunduk. Ia sangat mengetahui hal itu, ia bahkan tidak pernah menyepelekan hal tersebut, entah mengapa hari ini ia benar-benar tidak tahan karena Gabrielle begitu mempesona. Ia tidak mampu menyimpan kekagumannya lebih lama lagi. "Maafkan saya, Sig. Stone, saya menyesal."

Gabrielle terdiam sesaat, sebelum perlahan bibir tipis nan seksinya tersenyum miring dengan bengisnya. "Kau mirip dengan putriku, nakal tapi mudah ketakutan," desisnya dengan nada berbahaya.

Lucrezia mendongak, penuh harap lantaran Gabrielle mengganti topik. "Itu mungkin karena dia takut mengecewakanmu."

"Indeed." Gabrielle pun mengetik sesuatu pada komputernya, lalu mengodekan wanita itu untuk mendekat, melihat layar di depannya.

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now