Epilogue

29.8K 2.1K 228
                                    

This is reminder, Aku gak NGEMIS vote/komen, silakan kalo kalian mau vote/komen atau gak, because I already said this di part 1, AKU BUAT CERITA UNTUK YANG SUKA YANG GAK SUKA BISA ANGKAT KAKI. Apaan, suka suka gw lah mau endingnya kapan, kayak mana. Main ancam2 gak mau vote lah apalah, emang aku pernah paksa kalian buat vote/komen? Dikira bikin cerita kayak bikin teh apa tinggal seduh jadi wkwkwk emang situ bayar gw dgn vote jadi merasa terugikan?

Once again, IF U HAVE A PROBLEM WITH MY STORY, Get the fuck out.

Regards the mother of Stones








Danzi La Castello | Milan, Italy.
10.39 AM.

Gabrielle menatap datar pemandangan sepupu-sepupunya yang berkunjung ke kediaman ayahnya tengah bermain di taman, Anver, Ansell, Carlson, dan Frank. Mereka sibuk bermain ponsel dalam suatu pertandingan. Entah mengapa melihat keasyikan mereka, membuat Gabrielle ingin menghancurkannya. Entah karena kesal mereka yang melupakan Gabrielle, bosan, atau ia memang suka mengganggu mereka.

Gabrielle mengelus anjing Siberian Husky peliharaannya yang diberi nama G terbukti dari kalung di leher hewan tersebut. Ia pun berbisik pada binatang mamalia itu, "Ruin them."

Seolah mengerti dengan ucapan Gabrielle, G berlari ke arah kumpulan sepupunya dan menggonggongi mereka, menggigit ponsel Frank hingga retak.

Gabrielle memasukan sebelah tangannya ke dalam saku, bertepatan saat Anver melirik tajam ke arahnya, lalu mengangkat jari tengahnya. Gabrielle hanya tersenyum miring membalasnya. Dan bertepatan saat itu pula, Rafaele datang membawa Letizia kecil yang sedang menangis kemcang, membuat para sepupunya menoleh.

"Apa yang harus saya lakukan, Tuan Muda? Saya telah memberinya makan dan minum. Apa mungkin dia ingin bermain dengan Tuan Muda?" tanya Rafaele yang memang umurnya lebih tua dari Gabrielle sekitar sepuluh tahunan.

Gabrielle mengerutkan dahi, merasa Rafaele tidak berguna menjaga gadis kecil itu. Ia tidak tahu bermain apa dengan anak sekecil ini, ia hanya menyukai melihat Letizia. Namun, Massimiliano mengira tekukan dahi Gabrielle bahwa bos mudanya itu tidak lagi menginginkan Letizia buka suara, "Jika Tuan Muda tidak menginginkannya lagi, saya akan meletakkannya di panti—" Belum sempat Massimiliano selesai dengan kata-katanya, Gabrielle sudah melempar tatapan mematikan padanya, sehingga ia menunduk takut.

Ace melirik remeh ke arah Massimiliano, seolah-olah saingan kerjanya itu begitu bodoh. Ia menoleh pada Rafaele. "Apa kau sudah mencoba menidurkannya?"

Rafaele mengangguk. "Sudah, tapi dia tetap tidak mau tidur."

Gabrielle mengerutkan dahi, mengedarkan pandangan, dapat dilihatnya sepupu-sepupu sialannya itu mendekati mereka. Gabrielle berdecak sambil mengalihkan wajah, ia melihat seorang pelayan wanita tua tengah berceloteh dengan pelayan wanita muda. Ia mengodekan wanita tua itu mendekat dan segera memberi hormat.

"Maafkan saya, jika saya telah melakukan kesalahan Tuan Muda—"

"Apa kau bisa menidurkan anak kecil?" potong Ace seolah tahu apa yang ada dalam pikiran tuannya. "Buat anak ini tidur."

"Baik Tuan," ucapnya mulai meminta izin untuk menggendong Letizia. Tentu saja, tidak sembarang orang boleh menyentuh gadis kecil Gabrielle. Dan benar saja, Letizia langsung menangis dengan ucapan abstraknya.

Gabrielle meletakkan telunjuknya di depan bibir, "Ssst, it's okay."

Pelayan wanita langsung tersenyum-senyum melihat kelembutan Gabrielle kecil pada Letizia dan berbisik heboh. Tentu saja, Gabrielle dikenal kasar dan tidak berperasaan sejak kecil.

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now