Extra Part III

20.7K 1.3K 56
                                    

Gabrielle's Mansion | Turin, Italy
07.19 PM.

Petir menyambar dari berbagai sisi awan, nampaknya Dewa Zeus sedang murka akan sesuatu, sehingga hujan lebat bagaikan badai itu terlampias kuat. Seolah tidak ada yang berani menemani Dewa Zeus, suasana sore menjelang malam itu begitu sepi, seakan-akan Dewa Petir tersebut membuat perjanjian dengan ketiga Dewa utama yang tidak lain Poseidon untuk mempersiapkan hantaman air laut ke daratan agar memicu terjadinya tsunami, serta Dewa Hades si raja bawah tanah yang sigap memberikan perintah kepada Dewa Kematian untuk mencabut nyawa para makhluk.

Konsentrasi Letizia buyar menatap derasnya hujan dari balik jendela kamarnya. Ia yang tadinya sibuk menangani berkas-berkas atas saham yang diberikan Gabrielle serta beberapa aset atas namanya, menoleh pada kaca.

"Hujannya lebat sekali," komentar Maria seolah setuju akan terkejutan Letizia begitu mendengar suara guntur yang membuat gadis itu memalingkan wajah.

Letizia diam sebentar, pemandangan hujan dari jendela tidaklah terlalu jelas. Ia menoleh pada Maria. "Aku ingin ke taman," ucapnya seiring berdiri dari kursi, merasa jenuh menatapi puluhan kertas di depannya.

Maria mengernyit tidak setuju. "Tapi Nona—"

"Aku hanya akan ke teras," potong Letizia seolah paham akan kekhawatiran pelayan pribadinya itu, tanpa menghentikan pergantian pijakan.

Maria akhirnya hanya menurut dan mengikuti langkah nonanya dari belakang.

Letizia berjalan tenang ke arah lift, namun ia tidak sengaja melihat salah seorang pelayan memerhatikannya, tapi begitu Letizia melirik balik, pelayan itu langsung mengalihkan pandangan. Entah dari raut wajah pelayan tersebut yang mencurigakan atau hanya Letizia yang berlebihan. Letizia diam saja, hingga tidak lama hal serupa terjadi lagi pada pelayan lain. Ah, ia yakin sekali ada sesuatu di balik itu.

Letizia sontak menghentikan langkah, membuat Maria ikut berhenti tiba-tiba, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Maria seolah berbisik. "Apa yang mereka lihat?"

Maria mengernyitkan dahi, mengedarkan pandangan, seolah tahu sesuatu namun enggan memberitahu, ia menunduk. "Saya tidak tahu, Nona."

Letizia yang hafal dengan gelagat pelayan pribadinya menghela napas berat. "Aku tahu ketika kau berbohong, Maria."

Maria semakin menunduk. "Ada gosip tentang Nona dan Tuan." Melihat Letizia mengerutkan dahi seolah menunggu Maria melanjutkan perkataannya, ia pun kembali berbicara, "Nona hanyalah tempat pelarian Tuan ketika bosan." Melihat Letizia mengendurkan tautan dahinya, Maria salah tingkah. Apa gadis itu terluka? Maria mengerjap-ngerjapkan netra. "Abaikan saja, Nona. Padahal, mereka tahu jika Tuan tahu mereka berbicara selancang itu, Tuan pasti memotong lidah mereka—"

Belum selesai Maria berbicara, Letizia langsung bergegas pergi ke teras. Tentu Maria semakin panik jika gosip ini melukai hati nonanya. Letizia sudah seperti sahabat untuknya. Ia berbicara lagi sambil menyusul, "Gosip ini hanya terjadi karena pernikahan Tuan Ansell, Nona. Sebentar lagi pasti reda—"

Letizia berhenti berjalan, berbalik menghadap Maria, menyentuh pundak wanita itu. "Maria, it's fine. I'm okay." Ia menatap lurus wanita itu, memberikan isyarat bahwa ia baik-baik saja dan tidak perlu dikhawatirkan.

Maria menutup bibirnya seiring menundukkan pandangan, lalu mengangguk paham. Ia tahu sang Nona tidak mungkin tidak terluka, hanya saja Letizia tentu tidak mau dikasihani. Maria pun mengikuti langkah sang nona ke teras, memandangi langit yang tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti.

Tidak jauh dari taman, mereka melihat mobil limosin Gabrielle memasuki gerbang, sebelum berhenti tepat di beranda, tempat Letizia berada. Beberapa pria berpakaian berjas segera keluar dari mobil, membuka 12 payung hitam yang mengarah ke beranda untuk melindungi bos dari rintikan hujan. Tidak mengijinkan satu bulir hujan pun mengenai jas agung Gabrielle.

Gabrielle's [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt