Chapter 51 : Damn God

21.6K 1.6K 77
                                    

Holaaaa! So sorry kemaren gak update padahal aku bilang usahain malam tapi nyatanya ketika malam tiba tsaaaah wkwkwk pas malem ternyata di chat editor dan dapet kerjaan deh heuheuhuhuhu  oke deh langsung ajaaa happy reading ❤️

***

Ottawa International Airport | Ottawa, Ontario, Canada
09.01 PM.

Pesawat mendarat di sebuah maskapai internasional di Kanada dengan tujuan mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan penerbangan lagi, beberapa kru, penumpang, dan pramugari diperkenankan untuk beristirahat dulu. Salah satunya Maria, ia hanya pergi ke toilet itu buang air karena sejak tadi ia menahannya. Ya, ia takut sekali berakting di hadapan musuh.

Maria baru saja keluar dari toilet, namun seseorang menariknya ke sebuah sisi di balik dinding, membuatnya panik. Apa ia ketahuan? Apa seseorang mengetahui gelagatnya? Maria langsung menolehkan kepalanya pada pelaku, namun ia bernapas lega saat menemukan Ace yang menghadangnya. Ah, seharusnya ia panik karena iblis itu tidak jauh berbeda dari bosnya yang gila, Gabrielle. Si iblis tanpa ampun.

"Tuan Al—" Maria menutup mulutnya rapat-rapat saat Ace memelototinya seolah mengisyaratkan untuk tidak menyebut nama pria itu sama sekali, sekaligus takut jika tangan kanan bosnya memukulnya tanpa ampun.

"Di mana Nona?" tanyanya tajam.

Maria mengedarkan pandangannya, seolah memastikan bahwa tidak ada yang mengawasi mereka. "Nona berada di kamar tunggu."

Ace memutar mata kesal. Ia rasa Maria sama sekali tidak berguna karena bisa-bisanya wanita itu malah berada di sini sementara Nona mereka dikepungan para musuh. Namun, Maria bisa apa? Ia tidak tahu harus berbuat apa selain memastikan Nona-nya baik-baik saja. Lagi, gadis itu bersikap aneh, di mana ia sama sekali tidak membutuhkan bantuan bos mereka. Aneh. Nona Gabriels yang biasanya akan terharu bahagia karena bentuk kepedulian sang Dewa. "Tuan," panggil Maria hati-hati, takut jika ia melaporkan hal ini maka ia akan dimarahi. "Nona Gabriels bilang dia tidak membutuhkan bantuan Tuan L."

Ace menyipitkan mata seolah salah mendengar ucapan Maria. Tidak mungkin seorang Letizia Gabriels yang begitu fanatik dengan Gabrielle menjadi acuh tak acuh seperti itu. "Apa?"

"Nona Gabriels bilang Tuan L tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan kali ini."

Ace mengerutkan dahi. Apa Maria salah orang? Tidak mungkin seorang Letizia Gabriels mengatakan hal seperti itu. Namun, ada yang lebih mustahil dari kata-kata Letizia. "Nonsense. He is Mr. L, he gets whatever he wants."

***

Xuan menyeruput kopinya sambil menatap lurus Letizia yang duduk di sofa tepat di depannya. Gadis itu terdiam dengan tatapan kosong seolah kehilangan jiwanya, apa sebegitu frustrasinya Letizia ditinggalkan Gabrielle? Apa hanya Gabrielle yang ada di dalam kepala Letizia? Xuan tersenyum miring, ia menjadi membayangkan wajah Letizia yang sekarat di tangannya dan Gabrielle menyaksikan hal tersebut. Gabrielle pasti tersiksa.

"Letizia," panggil Xuan meletakkan cangkirnya di atas piring, lalu meninggalkannya ke atas meja. Panggilan Xuan hanya dilirik dingin oleh Letizia, membuatnya melanjutkan kalimat, "Makan."

Letizia menyipitkan mata. "Mengapa kau sangat bertele-tele?" tanyanya yang membuat Xuan mengerutkan dahi. Ia melanjutkan, "Bunuh aku sekarang dan Gabrielle akan tersiksa," ucapnya seolah kesal lantaran Xuan terlalu lamban menghabisinya.

Namun, hal tersebut membuat Xuan sedikit terpancing emosi, Letizia seakan menantangnya bahwa ia tidak berani untuk melenyapkan Mawar Hitam La Righello itu, siapa pun tahu segila apa Gabrielle kehilangan sesuatu yang ia sukai, semarah apa Gabrielle jika sesuatu tidak berjalan sesuai kehendaknya. "Semua memiliki waktu yang pas, Letizia," ucap Xuan berbahaya. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan membuatmu mati perlahan dengan sangat menyakitkan."

Letizia tersenyum dingin. "Kau akan kehilangan kesempatan ini jika kau terus buang-buang waktu," nasehatnya seolah paham betul dengan apa yang akan terjadi selanjutnya jika terus seperti ini.

Xuan memutar mata, merasa muak dengan kata-kata Letizia yang menurutnya sok pintar. "Kau bicara begitu agar aku tidak memerintahkan orang-orangku untuk memerkosamu lagi, bukan?"

"Aku mengatakan yang sebenarnya," desis Letizia. "Gabrielle bukan tipe yang memberikan waktu lama pada lawannya untuk mengambil alih permainan—" ucapan Letizia terhenti lantaran terdengar suara benda yang terjatuh dari arah berlawanan. Ia melirik seorang pria brewok—bodyguard-nya menjatuhkan hiasan di meja, lalu meletakkannya ke tempat semula.

Xuan menatap tajam bawahannya itu lantaran mengganggu, lalu menoleh kembali pada Letizia. "Gabrielle tidak tahu apa yang bisa kulakukan."

"Kau yang tidak tahu apa yang bisa dia lakukan," balas Letizia cepat seolah hafal betul nasib setiap orang yang berhadapan dengan Gabrielle, sekaligus memancing emosi Xuan agar segera melenyapkannya tanpa basa-basi.

Xuan menggertakkan gigi di balik bibir merahnya, lalu menoleh pada pria brewok yang menjatuhkan barang tadi. "Jin," panggilnya melirik Letizia lagi. "Pacify her."

Pria brewok itu pun membawa Letizia. Letizia diam saja mengikuti langkahnya. "Kau akan menyesal tidak mendengarkanku, Xuan," ucapnya agak keras karena ia terus melangkah menjauh.

Hingga mereka sampai di sebuah kamar, gadis itu didorong ke tempat tidur. Letizia tidak peduli lagi apa yang akan pria itu lakukan padanya, ia sudah muak, ia ingin semuanya segera berakhir dan Gabrielle menyesal telah melakukan hal buruk terhadapnya. Letizia menatap langit-langit tanpa ekspresi.

Biarlah, Letizia tidak peduli lagi. Ia menyerah pada iblis berbaju dewa itu, biarkan ia melakukan sesukanya dan Letizia melakukan sesukanya. Bukankah pria itu pernah bilang bahwa hal pribadinya tidak ada hubungannya dengan Letizia?

Namun, bermenit-menit lamanya Letizia melamun, pria itu tidak juga menggerayangi tubuhnya, bahkan mendekat pun tidak. Letizia menoleh, pria itu hanya diam memandanginya. Akhirnya, Letizia bangkit untuk duduk di kasur, menatap datar pria tersebut. "Apa yang kau tunggu? Bukankah misi perempuan itu menghamiliku?" tanya Letizia tenang. Akan tetapi, pria itu tetap diam memandangnya. "Cepatlah, aku sudah muak dengan semua ini," kesal Letizia tersulut emosi lantaran pria itu hanya diam tanpa menggubris ucapannya. Memangnya ia patung? Letizia pun mencoba membuka blouse yang ia kenakan, namun pria tersebut langsung buru-buru mendekat dan menahan gerakan tangan Letizia.

Letizia terdiam memandang pria brewok yang ada di depannya. Pria itu menggeleng pelan, entah apa maksudnya Letizia tidak mengerti. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama, sebelum pria itu pergi dari sana. Letizia mengernyitkan dahi heran, ada apa dengannya? Apa jangan-jangan pria itu suruhan Gabrielle? Benar, Gabrielle selalu mengontrol seluruh hal penting dalam kehidupan Letizia, termasuk pria yang dipakai Xuan untuk menghamilinya, tentu saja begitu.

Letizia membanting tubuhnya ke tempat tidur, menatap ke langit-langit dengan ekspresi datar.  "Dewa keparat," umpatnya disertai helaan napas seolah frustrasi dengan keadaannya.



#To be Continue...






210422 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now