dua belas

69.6K 11.2K 191
                                    

"Non, sarapannya sudah siap."

"Iya, Bi. Habis ini aku turun kok," balas Rea sambil meoleh sekilas sebelum kembali mematut dirinya yang tengah menata rambutnya di cermin. 

Rambut panjang bergelombang hitam kecoklatan miliknya digerai bebas, mengambil sedikit rambut bagian atas kiri dan kanan untuk dikepang. Wajah sawo matangnya yang manis tampak semakin imut dengan model rambut seperti itu.

"Oh iya, Bi. Aku terakhir ketemu Ayah kapan ya?" 

Rea berbalik menatap Bi Imah yang masih berdiri di dalam kamarnya setelah memastikan penampilannya memuaskan. Langkahnya mulai mendekati Bi Imah, hendak turun ke bawah bersama Bi Imah untuk sarapan.

"Dua minggu yang lalu, Non," Rea mengangguk-angguk paham mendengar balasan Bi Imah.

"Ayo turun, Bi!

Rea keluar dari kamarnya diikuti Bi Imah setelah menutup pintu kamarnya. Keduanya berjalan hampir sejajar, karena Bi Imah memilih berjalan dengan posisi sedikit di belakang Rea.

"Habis sarapan aku mau ketemu Ayah, Bi. Tolong bilangin Pak Imam ya?" minta Rea setelah sampai di ruang makan. 

"Iya, Non."

Setelah percakapan itu, Bi Imah segera mengundurkan diri untuk menemui Pak Imam. Tinggallah Rea sendirian di ruang makan. 

Menyadari kesendiriannya, Rea menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Tangannya terangkat tanpa daya meraih roti panggang dan selai kacang yang sudah disiapkan berjejer dengan selai stroberi, coklat, dan sirkaya disamping susunan roti panggang.

"Gak enak ya sendiri kalo kebiasaan sarapan bareng-bareng," gumamnya sambil mengoleskan selai kacang ke atas rotinya. Melahap dengan tidak nafsu ke dalam mulutnya.

"Non, Pak Imam sudah siap. Non Rea kalo mau berangkat tinggal ke luar aja," Rea menoleh ke arah Bi Imah yang muncul setelah agak lama menghilang dengan mulut yang masih mengunyah, kemudian mengangguk sebagai jawaban.

"Makasih ya, Bi," ucapnya sambil tersenyum manis.

Rea dengan segera memasukkan potongan terakhir rotinya ke dalam mulut, meneguk susu coklatnya setelah usai menelan. Ia melangkah sedikit cepat menuju ke kamarnya lagi, mengambil tas selempang yang sudah ia siapkan di atas meja belajar sambil meraih handphone-nya yang berada di atas ranjang. 

Kemudian buru-buru turun ke bawah dan menuju luar rumah untuk menemui Pak Imam yang katanya sudah siap. 

"Pak, berangkat sekarang aja ya," ucap Rea begitu ia menemukan Pak Imam tengah mengelapi kaca mobil yang bahkan sudah terlihat kinclong. Pak Imam menoleh kaget.

"Baik, Non," Pak Imam segera membukakan pintu belakang, mempersilahkan Rea masuk. 

"Makasih, Pak," gadis itu tersenyum ke arah Pak Imam sebelum menundukkan kepalanya agar tidak terpentok ketika masuk mobil.

Pak Imam tersenyum dan mengangguk sebelum menutup kembali pintu mobilnya. Memutari badan mobil sekalian meraih wadah lap chamois ber-merk kanebo yang kosong dan memasukkan lap-nya tadi sebelum membuka pintu kemudi dan masuk sambil menaruh tempat kanebo itu di atas dashboard. 

Tak lama setelah mesin dinyalakan, mobil itu melaju meninggalkan pekarangan rumah besar dan luas namun kosong.

••••

"Mbak Rea!"

Rea menoleh saat telinganya menangkap seseorang memanggil namanya. Matanya menangkap sosok perempuan kepala dua dengan setelan mirip suster tengah mendekat sambil tersenyum ke arahnya. 

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang