empat puluh satu

16.4K 2K 86
                                    

"Kiranti masuk rumah sakit tau."

"Itu bener ya? Kemarin sempet denger kirain enggak beneran."

"Beneran, kayaknya kemarin malem deh dia kecelakaan."

"Hah? Serius?"

"Iya, kemarin malem dia bilang mau keluar. Dua jam setelahnya dapet kabar dia kecelakaan."

"Lo gak ikut dia keluar, Lau?"

"Enggak, kemarin gue ada acara keluarga di rumah."

"Kalo lo, Kay?"

"Gue mau nyusul kata Kiranti gak usah. Lagian dia juga gak mau ngasih tau pergi kemana. Zenly-nya juga dimatiin semalem."

Rea yang baru saja sampai di kelas memperhatikan segerumbulan anak yang tengah menimbrung di bangku dekat meja guru. Keningnya sedikit berkerut mendengar sekilas kabar tentang Kiranti, si antagonis novel itu masuk rumah sakit.

Gadis itu duduk di bangkunya sambil mengingat-ingat, apakah ada bagian dimana Kiranti masuk rumah sakit karena kecelakaan atau yang lainnya di dalam novel.

"Perasaan gak ada deh. Apa gue lupa?" gumamnya pelan dengan kening berkerut. Pundak gadis itu naik sekilas, tidak ingin terlalu memikirkannya lebih jauh.

Berusaha mengingatpun mustahil, ia sudah lupa sebagian dari isi novel. Ia mulai melupakan setiap detail isi novel, karena alur ceritanya telah banyak berubah. Ia hanya tetap mengingat akhir dari novel tersebut yang entah di masa yang akan datang terjadi atau tidak.

Gadis itu lebih memilih mengambil handphone-nya dari saku dan berkutat dengan aplikasi-aplikasi yang ada di dalamnya.

"Kiranti masuk rumah sakit?" lama hening, membuat Rea langsung menoleh saat mendengar suara di sampingnya dibarengi dengan seseorang yang duduk di bangku sebelahnya.

"Kayaknya sih gitu," jawabnya singkat sambil menganggukkan kepala.

"Kalo anak-anak ngejenguk. Lo ikut?" kening Rea berkerut samar mendengar pertanyaan Savita. Ingin rasanya ia tidak menjenguk si antagonis yang suka menuduhnya sembarangan, tapi kenyataan bahwa ia adalah teman sekelasnya membuatnya ragu.

"Gak tau sih. Lo gimana?" Savita melepas cangklongan tasnya dari pundak sembari melihat ke arah Rea. Pundak gadis berkacamata itu naik sekilas.

"Ngikut Vano aja gue. Dia ngejenguk ya gue ikut," Rea mengangguk paham mendengar jawaban Savita. Jika seperti itu, ia juga akan mengikuti pilihan Bara. Jika kekasihnya itu menjenguk Kiranti, ia akan ikut menjenguk. Jika tidak, ya tidak.

"Yaudah, sama," Savita melirik Rea yang kembali sibuk dengan handphone-nya sekilas, mengangguk pelan kemudian ikut sibuk dengan handphone-nya juga yang baru ia ambil dari saku.

"Oh iya. Gimana kemarin ketemu bokapnya Bara?" Rea sontak melirik Savita dengan mata melotot mendengar pertanyaan gadis itu. Kepalanya menoleh ke seluruh penjuru kelas, takut-takut jika ada yang mendengar perkataan teman sebangkunya itu.

Savita menoleh ke arah Rea, gadis itu membuang nafasnya keras-keras melihat kelakuan aneh Rea.

"Enggak ada yang denger. Santai aja."

Rea melotot ke arah Savita. Gadis itu memukul pelan lengannya.

"Lo jangan kenceng-kenceng kalo ngomong."

"Mulut lo tuh yang lebih kenceng, bego!" Savita menatap datar ke arah Rea. Bisa-bisanya Rea yang suaranya lebih kencang darinya menegur agar tidak berbicara dengan kencang. Memang lawak gadis itu.

"Nanti kalo ada yang denger gimana?"

"Yaudah kali. Emang lo sama Bara saudaraan sampe harus backstreet di depan anak-anak?"

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang