dua puluh empat

53.5K 8.3K 411
                                    

sebenernya lusi gamau maksa-maksa gini, tapi...

tolong komen ya, supaya lusi semangat ngetiknya, terima kasihh >.<

••••

"Re, lo bareng kita aja. Sekalian langsung ke rumah Vano."

Rea menoleh ke arah Savita yang tengah bersama Vano berdiri di samping mobilnya. Latihan futsal sudah selesai, meski Vano harus mati-matian berusaha menghindari perkelahian antara kedua tim.

"Gak usah, gue mau ke gramed sama pulang dulu soalnya," Rea menggeleng pelan.

"Oh iya? Vanya mana?" tanya Rea bingung setelah menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri tapi tidak menemukan sosok Vanya.

"Gak tau, tapi tadi kayaknya dia lagi ngobrol sama Agam dulu sebelum keluar," Rea mengerutkan keningnya bingung mendengar jawaban Savita.

Mengobrol dengan Agam?

"Ada Kiranti gak tadi?" Savita mengerutkan keningnya samar, kemudian menggeleng pelan.

"Gak tau, tapi," Rea mengerutkan keningnya saat Savita menjeda perkataannya. "Eh, itu Kiranti," Savita melanjutkan sambil menunjuk ke arah jalan keluar dari lapangan futsal. Mata Rea mengikuti ke arah yang ditunjuk Savita, menangkap sosok Kiranti yang jalan dengan kening berkerut marah.

"Dia kenapa, ya?"

"Gak tau deh," Savita mengalihkan pandangannya ke Rea lagi. "Terus lo?" Savita mengerutkan keningnya samar.

Rea menatap Savita balik, mengabaikan Kiranti yang sudah masuk ke dalam mobilnya diikuti teman-temannya. "Naik taksi kali, sekalian anterin Vanya pulang."

"Bareng gue sama Vano aja, kan lumayan lo jadi hemat," Rea menggelengkan kepalanya lagi.

"Lo ntar jadi muter-muter sama Vano," Rea menoleh lagi ke arah jalan keluar lapangan futsal.

"VANYA!" panggilnya sambil melambaikan tangannya ke arah gadis berambut hitam yang baru saja keluar dari sana. Savita yang hendak memaksa Rea agar pulang bersamanya lagi ikutan menoleh begitupun Vano.

Raut cerah Rea berubah jadi bingung saat melihat Agam juga keluar dari sana tepat di belakangnya. Tak jauh berbeda dengan ekspresi Savita dan Vano yang heran melihat kedua orang yang selama ini memiliki hubungan si pem-bully dan si ter-bully nampak akrab.

Rea memperhatikan Vanya yang tengah menghentikan langkahnya begitu juga Agam, gadis itu berbalik dan mengobrol sekilas dengan Agam. Vanya berlari kecil ke arahnya setelah Agam melirik ke arahnya dan mengangguk saat menatap gadis itu lagi.

"Lo pulang bareng gue, kan?" Rea bertanya dengan kedua alis terangkat. Alisnya beralih mengerut saat melihat wajah tidak enak yang ditunjukkan Vanya. "Kenapa?"

"Em, itu, Re. Aku... diajak pulang bareng Agam. Katanya dia mau minta tolong nyariin kado buat ponakannya," Vanya menatap Rea dengan sungkan. Merasa tidak enak karena menolak permintaan Rea. "Gak papa, kan?"

Rea melirik ke arah Agam, cowok itu berdiri cukup jauh dari mereka. Ia menatap balik ke arah Rea dengan wajah datar. Rea menatap ke arah Vanya lagi kemudian tersenyum.

"Gapapalah, kan dia minta tolong. Kalo dia ngapa-ngapain lo chat gue aja, oke?" Rea menjawab dengan alis terangkat, Vanya yang mendengar jawaban dari Rea tersenyum senang dan mengangguk.

"Iya, maaf ya, Re. Makasih juga."

"Udahlah, bukan apa-apa. Sana, Agam nungguin lo tuh!" Rea membalas sambil menunjuk ke arah Agam di akhir kalimatnya. Vanya menoleh juga ke arah Agam, kemudian mengangguk saat menatap ke arah Rea lagi.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang