dua puluh lima

53.5K 7.9K 359
                                    

"Harusnya lo mikirin cara deketin Vanya, bukan malah sibuk nebengin gue mulu. Agam udah selangkah lebih maju dari lo tau!"

Rea berkata begitu turun dari motor besar Bara sembari melepas helm-nya. Mereka berdua berada di halaman rumah Vano yang luasnya sebelas dua belas dengan halaman rumah Rea.

Tadi seusai Bara mengantar Rea ke rumahnya, cowok itu bilang akan menunggunya. Meski telah ditolak mentah-mentah oleh Rea yang bahkan tidak repot-repot menawarkan untuk mampir lebih dulu, ternyata Bara tetap menunggunya.

Beruntung Bi Imah waktu itu tanpa sengaja melihat Bara lewat balkon utama lantai dua setelah keluar dari kamar Rea. Jadi asisten rumah tangga itu menyuruhnya agar masuk dan menunggu di dalam.

"Ini gue lagi usaha," Bara menjawab setelah melepaskan helm-nya. Cowok itu kemudian turun dari motornya.

Rea mengerutkan keningnya bingung mendengar jawaban Bara. "Usaha apaan lo?"

Bara menatap Rea sambil tersenyum, kemudian melangkah menjauh tanpa menjawabnya. Rea yang melihat itu makin mengerutkan keningnya, ia sempat menatap punggung cowok itu sebelum benar-benar berbalik dan mulai melangkah mengikuti Bara yang telah masuk ke dalam rumah Vano yang pintunya dibukakan oleh salah satu pembantu Vano.

"Permisi," Rea menganggukkan kepalanya pelan, menyapa pembantu yang berdiri di sana.

"Apa jangan-jangan dia nebengin gue seharian mau bikin Vanya cemburu?" Rea bergumam pelan sendiri dengan kening yang berkerut samar. "Bisa jadi sih," Rea mempercepat langkahnya agar mendekat ke arah Bara.

"Lo mau bikin Vanya cemburu gitu?" ia menoleh ke arah Bara setelah tepat berada di sampingnya dan berbicara.

Cowok tinggi itu ikutan menoleh, kedua alisnya naik ketika mendengar perkataan yang keluar dari mulut gadis itu.

"Tapi kalo kayak gitu aja gak cukup tau. Cewek yang sifatnya kayak Vanya tuh pasti bakal nurut sama cowok modelan kayak Agam. Jadi kalo Agam minta Vanya buat nemenin dia terus, dia bakal nurut. Abis itu kalo udah keseringan bareng, bisa aja Vanya jadi suka juga sama Agam. Emang lo mau keduluan Agam kalo cuma modal bikin cemburu doang?" Bara mengerutkan keningnya tidak mengerti mendengar penjabaran serius Rea tentangnya, Vanya, dan Agam.

Ia mau membuat Vanya cemburu?

Ia jelas tahu tadi Vanya dan Agam sudah pulang duluan. Sedangkan ia pulang paling terakhir karena harus berdebat dengan gadis di sampingnya itu. Lalu jika menebenginya kali ini juga termasuk mau membuat Vanya cemburu, bagaimana caranya? Vanya tidak ada di sini dan tidak akan pernah tau bahwa mereka berdua boncengan.

Apakah Rea terlalu pintar dan sibuk mengingat pelajaran sampai hal sekecil itu tidak bisa diingat?

"Iya kalo Vanya cemburu. Gimana kalo gak? Ckckck," Rea menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak tahu lagi bagaimana jalan pikiran Bara yang dengan percaya diri ingin membuat Vanya cemburu padahal belum tentu gadis itu cemburu. Ia melangkahkan kakinya cepat menuju studio musik pribadi milik Vano, meninggalkan Bara yang menghentikan langkahnya di belakang.

Cklekk

Rea masuk ke dalam studio musik pribadi milik Vano, di sana sudah ada Vano yang duduk di balik drum set-nya, Ricard yang tengah memainkan handphone-nya di sofa, dan Leo yang tengah memencet-mencet tuts keyboard.

"Halo!" Rea melambaikan tangannya dengan ekspresi datar setelah menutup kembali pintu studio.

Ricard mendongak, kemudian melambaikan tangannya balik ke arah Rea. Leo hanya mendongak sekilas sebelum kembali menatap tuts-tuts keyboard di hadapannya. Vano yang melihat Rea masuk tersenyum lebar kemudian mengangkat tangannya juga.

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang