lima puluh satu

6K 309 26
                                    

"Kenapa?"

Rea yang mengerutkan keningnya ketika menatap ke layar handphone menoleh, menemukan Bara yang menatapnya penasaran.

"Gak tau nih, gak jelas," jawab Rea sembari menunjukkan layar handphone-nya ke Bara.

"Menurut lo, dia kayak gitu kenapa?" tanya Rea lagi sembali menarik tangannya ketika Bara telah selesai melihat apa yang ia tunjukkan. Cowok itu membalasnya dengan menaikkan kedua bahunya pertanda tidak tahu.

"Gak tau juga," cowok itu ganti menoleh ke arah Rea. "Menurut lo?"

"Gak tau ya. Gue bingung," jawab Rea sembari memandangi layar handphone-nya. "Gue lakuin enggak enaknya?" gadis itu kembali menoleh ke arah Bara, meminta pendapat.

"Turutin aja gak sih?" Bara menjawabnya dengan sebuah pertanyaan lagi, karena cowok itu sendiri juga tidak yakin.

"Turutin aja kali ya?" tanya Rea lagi. Keduanya dilanda kebingungan dan keraguan yang sama lantaram yang sama pula.

"Iya deh. Gak ada salahnya juga. Orang cuma postingan," Rea mengangguk mengiyakan pernyataan Bara.

Setelahnya, Rea sibuk berkutik dengan handphone-nya. Sebelum akhirnya kembali menyenderkan kepalanya ke pundak Bara.

Keduanya kini tengah berada di rumah Bara. Cowok itu mengajaknya untuk ke rumah, bertemu dengan Ayahnya.

Suara langkah menuruni tangga terdengar, membuat Rea yang semula menyenderkan kepalanya di pundak Bara langsung menegakkan tubuhnya. Bisa tamat riwayatnya jika ketahuan Ayahnya Bara nempel-nempel seperti cicak ke anaknya.

Bara yang merasakan gerakan spontan Rea menoleh menatap gadis itu dengan kening berkerut. "Kenapa?"

"Bokap lo!" jawab Rea tanpa suara sambil melirik ke arah tangga.

"Terus kenapa?" tanya Bara tidak mengerti.

"Ya malulah!" jawab Rea sembari menyenggol lengan Bara, kemudian segera menggeser duduknya agar tercipta jarak.

"Kenapa ngejauh sih?" tanya Bara dengan nada kesal.

"Ada bokap lo, Bara!" Rea dengan gemas kembali menjawab tanpa suara. Ia heran, kenapa Bara tidak paham paham dengan situasinya sih.

"Santai aja, Rea. Om ngerti kok, Om juga pernah muda," Abian tersenyum geli melihat interaksi keduanya. Ia jadi teringat jaman muda dulu.

"Eh, hehe. Siang, Om!" sapa Rea saat melihat Abian yang hendak duduk di salah satu single sofa di sana.

"Siang, Rea. Gimana kabar kamu?" Abian menatap kekasih anaknya itu dengan ramah.

"Baik kok, Om. Om sendiri gimana kabarnya?" tanya Rea dengan senyuman yang tak lepas sedikitpun dari bibirnya.

"Baik juga," jawab Abian.

"Tadi katanya Om masih ada kerjaan ya?" tanya Rea mencari-cari topik pembicaraan, supaya tidak canggung.

"Iya, baru aja selesai. Makanya Om baru bisa turun," Rea mengangguk-angguk paham mendengar jawaban dari Ayahnya Bara. Ia kini harus segera memikirkan topik lainnya, jangan sampai canggung. Ayo semangat otaknya yang tak seberapa ini!

Abian beralih menatap ke arah meja di mana terdapat beberapa camilan dan minuman yang telah habis dimakan. Sebenarnya juga tidak seluruhnya habis, tapi sebagian besarnya sudah termakan.

"Bara, ambilin camilan lagi gih di belakang. Tuh makanannya udah mau habis. Masa iya tamunya pacar sendiri dibiarin kelaperan," Bara yang mendengar perkataan Ayahnya menatap Ayahnya malas.

"Eh, gak usah, Om. Rea udah kenyang kok," tolak Rea tidak enak. Selain segan, ia juga tidak ingin ditinggalkan sendirian bersama Ayahnya Bara disaat ia belum menemukan topik yang bagus untuk dibicarakan lagi!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang