dua puluh dua

57.9K 8.8K 262
                                    

"Lo bikin gosip seolah-olah mau ngedeketin Agam, terus pura-pura gak peduli ke gue," cowok itu tersenyum remeh dengan alis terangkat. "Itu semua cuma mau bikin gue cemburu, kan?"

Rea membuka mulutnya tidak percaya mendengar omong kosong yang keluar dari mulut Nathan.

"Nath, mending lo pergi aja deh," Savita berdiri di samping Nathan, menyuruh cowok itu agar pergi dan tidak membuat emosi Rea meninggi. Karena ia perhatikan, akhir-akhir ini Rea mudah terpancing emosi dan berakhir melayangkan kalimat nyelekit untuk lawan bicaranya.

"Sav, duduk!" Savita menoleh bingung ke arah Rea yang memerintahnya untuk duduk dengan suara tegas tanpa melirik sedikitpun ke arahnya.

"Gue bilang, duduk!" sekali lagi gadis itu menekankan karena Savita tak kunjung menurutinya.

"Re, gak usah di-"

"Duduk, Sav!" Rea menatap Savita tajam, membuat gadis itu mau tidak mau menurut. Rea yang sekarang dan amarah adalah perpaduan yang tidak baik.

Rea mengalihkan tatapannya kembali ke Nathan setelah melihat Savita duduk kembali di bangkunya. Tidak memperdulikan raut khawatir teman sebangkunya dan juga Vanya yang memilih diam, takut memperkeruh suasana.

"Bikin lo cemburu?" Rea bertanya dengan sebelah alisnya terangkat. "Kalo bener, berhasil dong?" Nathan mengerutkan keningnya bingung.

"Maksud lo?" Rea tersenyum lebar sambil membuang mukanya.

"Maksud gue, lo bener cemburu dong?" Rea melangkah maju mendekat ke arah Nathan, tangannya terangkat menyentuh seragam cowok itu. "Kalo enggak, gak mungkin lo ngira kayak gitu padahal gue gak ada pikiran sedikitpun ke arah sana," lanjutnya sambil mengelus seragam bagian tulang selangka Nathan seolah tengah meluruskan lipatan samar di sana, kemudian beralih ke kerah dan merapikannya.

"Gue bener kan?" tanya Rea dengan kedua alis terangkat sambil menatap cowok yang lebih tinggi darinya itu tajam. 

Nathan mengeraskan rahangnya, menyentak tangan Rea agar melepaskan  kerahnya. Ia menatap tajam balik mantan kekasihnya itu. 

"Aw!" Rea mengelus tangannya yang disentak Nathan, memasang wajah pura-pura kesakitan saat melihat ke arah tangannya. "Kok lo kasar sih?" Rea memasang wajah melasnya saat menatap Nathan sebelum berganti menjadi datar dalam sedetik. "Percuma tampang ganteng kalo kasar sama cewek."

"Lo tau gak?" Rea tersenyum miring menatap Nathan mengejek. "Mungkin kalo lo gak kasar, gue masih mau sama lo. Tapi..," Rea mundur dan menatap Nathan dari atas ke bawah meneliti. "Lo kasar. Jadi sorry, nama lo udah gue hapus dari list cowok idaman gue," Rea mengerutkan keningnya, memasang wajah tidak enak yang dibuat-buat. 

"Jangan berharap gue masih ada rasa sama lo. Itu gak bakal mungkin terjadi," Rea menatap tajam dan dalam tepat di mata Nathan. 

"Tampang bukan segalanya, bro!" Rea tersenyum mengejek sekali sebelum berbalik hendak mengambil botol miliknya kemudian kembali duduk.

Sreet

Prak

Rea menoleh dengan kerutan dalam, menatap marah ke arah Nathan yang tiba-tiba merebut botol yang sudah berada di tangannya dan membatingnya kencang-kencang hingga pecah, membuat isinya tumpah dan mengalir kemana-mana. 

"APA MAKSUD LO, HAH?" Rea berteriak marah ke arah Nathan. Vanya yang terkejut menutup mulutnya dengan kedua tangan, sedangkan Savita sudah berdiri hendak ikut membela Rea.

Nathan tertawa sinis, "Lo pikir gue bakal percaya?" cowok itu menatap Rea dengan tatapan tajam, matanya memancarkan ketidakpercayaan. Rea yang mendengar perkataan itu mengerut kening bingung. Maksudnya, siapa yang berharap manusia dengan tingkat ke-pede-an sebelas dua belas dengan Agam ini percaya?

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang