tiga puluh tujuh

25.3K 3.6K 220
                                    

"Ikut gue!"

Vanya yang semula tengah menyimak perbincangan Rea dan Savita tersentak kaget saat merasakan tangan kirinya ditarik seseorang cukup kencang. Kepala gadis itu menoleh, dan mendapati Agam yang tengah menarik pergelangan tangannya.

Vanya tanpa bisa menolak langsung berdiri, dan mengikuti cowok itu karena kalimat perintahnya yang seakan tidak menerima penolakan. Tapi keduanya harus berhenti saat Rea angkat suara.

"Mau lo bawa kemana Vanya?" Rea berdiri dari duduknya dan bertanya dengan tatapan curiga, takut-takut kalau saja Vanya dibawa menjauh darinya agar bisa kembali di-bully oleh cowok itu.

Rea tahu bahwa hubungan Vanya dan Agam sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Tapi ia tidak bisa yakin kini mereka tengah berada di alur novel bagian mana, karena alurnya sudah jauh berbeda dari alur sebenarnya berkat ulahnya sendiri.

Ia khawatir, meski hubungan keduanya sudah membaik, dilihat dari sikapnya Agam yang labil tidak ada jaminan bahwa ia tidak lagi mem-bully Vanya. Jadi, waspada terhadap Agam adalah pilihan terbaik menurutnya.

"Apa urusannya sama lo?" Agam berbalik dengan tangan yang masih memegang pergelangan tangan Vanya, menatap Rea dengan sinis.

"Vanya temen gue. Jelas gue khawatir kalo dia berduaan sama cowok yang dulu sering nge-bully dia!"

Agam tertawa remeh, kemudian berbalik lagi dan menarik tangan Vanya tanpa membalas perkataan Rea. Vanya yang tahu bahwa Rea mengkhawatirkannya, hanya memasang senyuman manis pertanda bahwa dia akan baik-baik saja.

Savita sedari tadi hanya memperhatikan interaksi ketiganya. Melihat kepergian Agam dan Vanya, gadis itu lantas menarik tangan Rea kebawah agar kembali duduk.

"Udahlah, mereka juga udah baikan kayaknya. Kalo ada apa-apa, Vanya pasti ngehubungin kita juga. Tenang aja," Savita berbisik pelan sembari memainkan sedotan di gelas es jeruk miliknya yang telah kosong menyisakan es batu.

Rea awalnya masih tidak bisa tenang melihat kepergian keduanya, tapi berkat perkataan Savita, kini ia jauh lebih tenang.

••••

"Nathan!"

Nathan menghentikan langkahnya dan berbalik, mendapati Vera yang tengah berjalan menghampirinya. Cowok itu menghela nafas, kemudian berusaha mengubah ekspresinya supaya terlihat lebih santai.

"Kenapa?" Vera tersenyum lebar saat melihat wajah Nathan terlihat lebih baik daripada sebelumnya.

"Lo mau kemana?"

"Ke rooftop," Vera mengangguk paham, kemudian tersenyum lebar lagi.

"Gue ikut, boleh?" Nathan mengangguk sambil berdehem sebagai jawaban. Setelahnya kembali berjalan diikuti Vera yang melangkah tepat di sampingnya.

Selama perjalanan menuju rooftop, keduanya hanya diam dengan ekspresi yang berbeda. Vera yang menahan senyumnya sepanjang jalan, sedangkan Nathan hanya memasang wajah datar.

Sesampainya di rooftop, keduanya duduk di kursi besi yang bersandingan dengan meja kayu di hadapannya. Itu, tempat Agam dan sekumpulannya termasuk Nathan biasanya kumpul saat jam istirahat kedua atau saat ada jam mata pelajaran yang kosong.

Keduanya hanya diam, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Vera sibuk menatap wajah Nathan, sedangkan Nathan menatap jauh ke depan sibuk dengan pikirannya yang sedari kemarin tidak bisa ia kendalikan.

Pikirannya hanya tertuju pada satu, yaitu Rea.

Gadis itu saudara tirinya.

Bagaimana jika gadis itu tahu bahwa ia saudara tirinya dari awal?

Am I Antagonist? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang